Siswa SMA Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua Terhadap Kemandirian

7. Persepsi Anak terhadap Dukungan Orangtua

Menurut Wilson 2000, persepsi adalah interpretasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses informasi tersebut. Sedangkan menurut Maramis 1998 persepsi adalah suatu proses dimana seseorang memahami informasi tentang lingkungan baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasinya. Adapun dukungan keluarga menurut Friedman 1998 adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap klien. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan. Salah satu sumber dukungan keluarga adalah dukungan orangtua. Jadi persepsi anak terhadap dukungan orangtua adalah interpretasi anak terhadap kualitas antara hubungannya dengan orangtua. Menurut Santrock 2003 persepsi anak mengenai profil orang tua yang ideal adalah gambaran sosok orang tua yang baik dalam pandangan anak, diantaranya bersikap pengertian, adil, jujur, toleransi, perhatian, pengertian, dan menghargai.

C. Siswa SMA

Siswa SMA umumnya berada pada rentang usia 15 – 16 tahun sampai dengan 18 – 19 tahun. Peserta didik SMA dapat dikatakan belum meninggalkan masa remaja awal mereka dengan berbagai masalahnya. Dengan demikian dapat Universitas Sumatera Utara dikatakan bahwa baru setelah tamat SMA individu mengalami kematangan fisik, psikis dan sosial, sehingga pada masa ini individu cenderung mengalami berbagai masalah terkait dengan tuntutan lingkungan, diri sendirii, maupun hal – hal yang terkait dengan dunia pendidikan, keterbatasan kemampuan yg dimiliki siswa untuk mengatasi berbagai masalah yg dihadapinya serta berbagai aturan yg harus dipatuhi oleh siswa Ahmadi dan Rohani, 1991. Siswa SMA adalah individu yang sedang menjalani pendidikan di sekolah menengah atas. Peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Siswa memasuki tahap awal dari perkembangan remaja Erickson, 1999. Siswa adalah subjek atau pribadi yang unik sehingga perlu adanya peraturan program belajar yang selaras dengan kemampuan dasar sikap siswa Samana, 1992.

D. Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua Terhadap Kemandirian

Belajar pada Siswa Sekolah Menengah Atas Kemandirian belajar merupakan hal yang dibutuhkan bagi siswa – siswa sekolah menengah atas sebagai persiapan mereka untuk memasuki universitas. Selain itu seiring dengan perkembang ilmu pengetahuan dan teknologi, para siswa dituntut untuk dapat menerapkan kemandirian belajar Gibbons, 2002. Menurut Meichenbaum 1998, ada 2 kondisi yang menentukan dalam pembentukan kemandirian belajar pada siswa. Pertama adalah sumber sosial, yaitu orang dewasa yang berada di lingkungan siswa seperti orangtua, pelatih, anggota keluarga dan guru. Orang dewasa ini dapat mengkomunikasikan nilai kemandirian Universitas Sumatera Utara belajar dengan modelling, memberikan arah dan mengatur perilaku yang akan dimunculkan. Sumber yang kedua adalah mempunyai kesempatan untuk melatih kemandirian belajar. Siswa yang secara konstan selalu diatur secara langsung oleh orangtua dan guru tidak dapat membangun ketrampilannya untuk dapat belajar secara mandiri karena lemahnya kesempatan yang mereka punya. Penelitian Swan Shea, 2005; Garton, Haythornthwaite, Wellman, 1997; Haythornthwaite, 1996; Haythornthwaite, 1998 menyatakan bahwa salah satu komponen penting yang berpengaruh terhadap kemandirian belajar adalah perkembangan komunitas tempat siswa belajar dan berkembang. Komunitas tempat siswa berkembang ini terdiri dari lingkungan ataupun komunitas di sekitar siswa baik itu lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah. Proses pembelajaran remaja dipengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitar remaja tersebut Massey, 1979 ; Schooler, 1990 ; Bandura, 1986 ; and Rodin, 1990. Lingkungan sosial yang dimaksud adalah lingkungan rumah dan sekolah. Senada dengan hal yang di atas, Corey Brouse 2007 menyatakan bahwa pengaruh lingkungan penting dalam proses pembelajaran anak, karena iklim psikologis yang lebih baik akan mengarahkan pada perubahan yang lebih baik pada siswa. Anak dimana orangtuanya memberikan dukungan sosial seperti dengan memberikan kesempatan pada siswa agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya akan menjadi anak yang termotivasi dalam proses belajarnya. Dan Universitas Sumatera Utara motivasi merupakan salah satu komponen yang penting dalam meningkatkan kemandirian belajar Santrock, 2003. Hubungan antara dukungan sosial orangtua terhadap kemandirian belajar siswa juga dapat dilihat dari karakteristik kemandirian belajar yang digambarkan oleh Heimstra 1998 yang dapat dilihat dari bagan di bawah ini : Gambar 1: Model Personal Responsibility Orientation PRO Sumber: Roger Hiemstra:1998:25 Belajar Mandiri Self-directed learning yang ada di sisi sebelah kiri dari model, mengacu pada karakteristik proses belajar mengajar, atau dikenal sebagai faktor eksternal dari si siswa. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan tempat belajar siswa, baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan di dalam keluarga. Di sini mengacu pada bagaimana proses pembelajaran itu dilaksanakan. Siswa mandiri LearnerSelf-Direction yang ada di sebelah kanan dari model, mengacu pada individu yang melakukan kegiatan belajar. Termasuk di dalamnya yaitu karakteristik kepribadian siswa, motivasi siswa atau sering disebut dengan faktor internal dari individu yang bersangkutan. Dalam menciptakan karakteristik Tanggung jawab Personal Pelajar yang mandiri Belajar Mandiri Kemandirian Belajar Karakteristik dari proses belajar mengajar Karakteristik dari siswa FAKTOR DI DALAM KONTEKS SOSIAL Universitas Sumatera Utara kepribadian yang baik dan menumbuhkan motivasi anak, peranan orangtua merupakan hal yang sangatlah penting. Jika kedua hal tersebut Self-directed learning dan Learner Self-Direction dapat tercipta dalam proses pembelajaran, maka individu dapat memiliki kemandirian dalam belajar self-direction in learning. Hal itu dipengaruhi juga oleh konteks sosial dimana siswa berada. Konteks sosial yang dimaksud adalah lingkungan sekitar siswa baik keluarga ataupun sekolah yang dapat mendukung perkembangan fisik dan psikis siswa yang nantinya berdampak pada kemandirian belajar. Selain itu menurut Redding 1997, kerangka yang dilakukan untuk dapat mengembangkan kemandirian belajar, adalah : a. Process of aging atau perkembangan, aspek – aspek yang berhubungan dengan pertumbuhan ataupun perkembangan baik secara biologis, psikologis dan sosial. Perkembangan anak dipengaruhi oleh proses – proses yang terjadi di sepanjang terjadinya pertumbuhan. Proses – proses tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan pertama tempat anak lahir. b. Age, berhubungan dengan struktur sosial dan perubahan sosial. Umur memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembentukan kemandirian belajar siswa. Yang termasuk dalam hal ini adalah peranan pekerjaan, peranan, peran politik yang dihubungkan dengan pengharapan, fasilitas dan hadiah maupun hukuman. Kedua, nilai – nilai yang dihubungkan dalam struktur standard yang baik, buruk, benar atau salah, dan yang ketiga adalah individu – individu yang berhubungan dengan kondisi atau struktur ini. Menurut Universitas Sumatera Utara Gueglielmino, Mazmanian, Hoban dan Pololi, 2002, umur mempunyai hubungan yang positif dengan kesiapan kemandirian belajar pada siswa. c. Lingkage, mekanisme yang berhubungan dengan proses pertambahan umur dengan perubahan struktur sosial. Mekanisme – mekanisme tersebut adalah psychological seperti coping, self esteem, kontrol personal ; biological perubahan system fisiologis yang memiliki hubungan langsung dengan proses pertambahan umur dan sosial hubungan yang bersifat suportif, saling mendukung, kesempatan. Bila orang tua selalu mendukung hal positif yang dilakukan anak dalam proses belajarnya, maka anak akan menjadi percaya diri dan termotivasi dalam belajar Monks, 1998.

E. Hipotesis