Pengaruh persepsi dimensi mutu pelayanan bukti fisik terhadap kepuasan pasien rawat inap

dengan pasien yang baik harus senantiasa dapat dipertahankan. Petugas puskesmas harus senantiasa memberikan perhatian yang cukup kepada pasien, secara pribadi menampung dan mendengarkan semua keluhan pasien serta menjawab, memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang informasi kesehatan yang ingin diketahui pasien. Rasa empati dari petugas puskesmas merupakan salah satu alat untuk memenuhi harapan pasien yang ingin diperlakukan dengan baik. Maksudnya adalah mencoba untuk memahami apa yang diinginkan dan dirasakan pasien. Diperlukan adanya kesamaan persepsi antara petugas puskesmas dalam melayani pasien tentang pentingnya membina hubungan personal dengan pasien, sehingga pasien merasa nyaman, puas, dan mau berkunjung kembali ke puskesmas Tarigan, 2009.

5.3. Pengaruh persepsi dimensi mutu pelayanan bukti fisik terhadap kepuasan pasien rawat inap

Variabel dimensi mutu pelayanan bukti fisik tidak dapat dilanjutkan ke dalam uji statistik Regresi Linier Berganda karena berdasarkan hasil uji statistik Korelasi Pearson variabel dimensi mutu pelayanan bukti fisik memiliki nilai ρ0,25. Hasil uji statistik Korelasi Pearson menunjukkan bahwa variabel dimensi mutu pelayanan bukti fisik tidak mempunyai hubungan dengan kepuasan ρ=0,759 0,05. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjahyono 2006, bahwa dimensi mutu pelayanan bukti fisik berpengaruh terhadap kepuasan pasien di balai pengobatan Puskesmas di Yogyakarta. Menurut pendapat Thantawi, yang dikutip oleh Milana 1997, keadaan yang menyenangkan yang dirasakan oleh pasien terjadi karena dipenuhinya secara relatif Universitas Sumatera Utara semua kebutuhan, meliputi rasa aman, fasilitas yang memadai dan keadaan yang nyaman berada di lingkungan tersebut, sehingga pasien merasa puas terhadap mutu pelayanan. Menurut pendapat Notoadmodjo 2007, jarak dari tempat tinggal ke sarana kesehatan mendukung tindakan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Hasil pengkajian WHO di negara-negara berkembang menyatakan bahwa meskipun kesadaran dan pengetahuan masyarakat sudah tinggi, apabila tidak didukung oleh keterjangkauan sarana kesehatan maka akan sulit untuk mewujudkan perilaku sehat tersebut. Hal ini juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Dever yang dikutip oleh Nasution 2006, bahwa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain faktor organisasional yang meliputi segi kualitas dan kuantitas, keterjangkauan lokasi dan keterjangkauan sosial. Menurut hasil penelitian, di Puskesmas Bromo tersedia fasilitas fisik yang memadai, seperti ruang rawat inap, ruang tunggu, tersedia kamar mandi dan WC, air bersih, penerangan, dan ventilasi yang cukup. Ketersediaan sarana fisik yang memadai tersebut tidak memengaruhi kepuasan responden. 5.4. Pengaruh persepsi dimensi mutu pelayanan keandalan terhadap kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas Bromo Dari data hasil statistik dapat dilihat bahwa dimensi mutu pelayanan keandalan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan ρ0,05. Hasil penelitian menunjukkan 64,6 responden mempunyai persepsi yang baik terhadap dimensi mutu pelayanan keandalan dan sebesar 57,1 responden puas dengan mutu pelayanan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulinda 2006, bahwa dimensi mutu Universitas Sumatera Utara pelayanan keandalan berpengaruh terhadap kepuasan pasien di balai pengobatan puskesmas di Kota Jambi. Menurut Azwar 1996, syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat available, serta bersifat berkesinambungan continous. Berdasarkan penelitian di lapangan bahwa aktivitas pelayanan pengobatan oleh puskesmas selalu tersedia setiap hari kerja. petugas puskesmas selalu tersedia setiap hari kerja, dan selalu melayani pengobatan kepada masyarakat. Ketersediaan petugas kesehatan di puskesmas sangatlah penting agar dapat memberikan rasa kenyamanan kepada pasien sehingga pasien merasa puas Azwar, 1996. Berdasarkan hasil penelitian ini, responden lebih merasa lebih puas jika dokter yang melayani pengobatan, bukan dilayani oleh perawat atau bidan yang menggantikan tugas dokter. Hal ini didukung oleh Puti 2007, yang mengutip pendapat Lovelock dan Wright mengatakan harus ada kesesuaian pelayanan medis yang diberikan dari apa yang dibutuhkan dari waktu ke waktu. Jika semua pelayanan yang diberikan belum mampu memuaskan pasien, maka akan memengaruhi minat berkunjung kembali pasien. Dalam hal ini, ketersediaan dokter sangat diharapkan oleh pasien, karena adanya keyakinan pasien akan pengobatan yang lebih baik jika ditangani oleh dokter. 5.5. Pengaruh persepsi dimensi mutu pelayanan ketanggapan terhadap kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas Bromo Variabel dimensi mutu pelayanan ketanggapan tidak dapat dilanjutkan ke dalam uji statistik Regresi Linier Berganda karena berdasarkan hasil uji statistik Korelasi Universitas Sumatera Utara Pearson variabel jumlah anak memiliki nilai ρ0,25. Hasil uji statistik Korelasi Pearson menunjukkan bahwa variabel dimensi mutu pelayanan ketanggapan tidak mempunyai hubungan dengan kepuasan ρ = 0,347 0,05. Hasil penelitian menunjukkan 64,5 responden mempunyai persepsi yang baik terhadap dimensi mutu pelayanan ketanggapan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Haryono 2006, bahwa dimensi mutu pelayanan ketanggapan berpengaruh terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar responden yang telah memanfaatkan rawat inap menyatakan bahwa ketanggapan petugas puskesmas merupakan hal yang biasa-biasa saja. Petugas puskesmas kurang cepat dan kurang tanggap memahami kebutuhan pasien. Hal ini disebabkan kekurangan petugas yang seharusnya menjalankan tugas. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Aditama 2003, petugas kesehatan seharusnya melayani pasien dengan baik. Petugas kesehatan harus memiliki kemauan, kecepatan, dan ketanggapan dalam memberikan pelayanan agar pasien cepat sembuh.

5.6. Minat berkunjung kembali pasien rawat inap Puskesmas Bromo