Pengujian Asumsi Klasik HASIL DAN PEMBAHASAN

lxxxvi d. Lembaga bursa yang berwibawa, transparan, memiliki integritas tinggi sebagai Centre of Competence and Exellence di pasar modal. e. Meningkatkan kualitas produk dan layanan jasa terbaik melalui pemberdayaan SDM.

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengujian Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik diperlukan agar model regresi yang diperoleh memenuhi kriteria BLUE best linier unbiased estimator. Adapun uji asumsi klasik meliputi normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. 1.1 Uji Asumsi Klasik Model Regresi Linear Persamaan 1 • Variabel Dependen: Return Saham Variabel Independen: Karakteristik Perusahaan, Industri dan Ekonomi Makro a. Uji Normalitas Data Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Untuk mendeteksi normalitas data suatu model regresi dapat diidentifikasikan dari grafik scatter plot. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. lxxxvii Hasil pengujian penelitian ini, berdasarkan pengaruh karakteristik perusahaan, industri, dan ekonomi makro terhadap return saham syariah adalah sebagai berikut: Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Pada Saat Masih Ada Outlier Observed Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 E x p e c te d C u m P ro b 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Return Sumber : Output SPSS Dari hasil scatter plot di atas dapat diketahui bahwa data tersebut tidak terdistribusi normal karena titik-titik yang menyebar tidak berada di sekitar garis diagonal. Agar dapat memenuhi asumsi normalitas data, dimana nilai-nilai outlier telah dikeluarkan sehingga mendapatkan observasi sebanyak 138. Outlier adalah nilai yang terpisah dari kumpulan observasi yang dapat bernilai sangat lxxxviii besar atau sangat kecil. Tujuannya adalah untuk menentukan atau mengevaluasi kesahihan suatu model, baik untuk melihat pelanggaran terhdapa asumsi maupun untuk melihat penyimpangan nilai prediksi terhadap nilai sesungguhnya Nachrawi dan Usman, 2006:135. Hasil dari uji normalitas data setelah dilakukan pembuangan terhadap outlier dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Setelah Tidak Ada Outlier Observed Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 E x p e c te d C u m P ro b 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Return Sumber : Output SPSS Dari hasil scatter plot di atas dapat diketahui bahwa data tersebut telah terdistribusi normal karena titik-titik yang menyebar berada di sekitar garis lxxxix diagonal. Sehingga penelitian ini dapat dikatakan telah memenuh asumsi normalitas data. b. Uji Multikolinieritas Pengujian terhadap gejala multikolenieritas berguna untuk mengetahui apakah ada hubungan linear sempurna antara beberapa atau semua variabel independen yang dipergunakan dalam model regresi penelitian ini. Untuk mengetahui apakah antara variabel independent mempunyai kolinieritas yang kuat atau tidak, digunakan Variance Inflation Factor VIF dan Tolerance TOL. Jika tolerance value di bawah 0,10 dan nilai VIF di atas 10 maka terjadi multikolenieritas. Tabel 4.1 Hasil Uji Multikolinieritas Independen Tolerance VIF Keterangan EPS 0,849 1,178 Tidak terjadi Multikolinieritas DER 0,673 1,487 Tidak terjadi Multikolinieritas ROE 0,598 1,673 Tidak terjadi Multikolinieritas Jenis Industri 0,909 1,100 Tidak terjadi Multikolinieritas Ukuran Industri 0,926 1,080 Tidak terjadi Multikolinieritas Inflasi 0,721 1,387 Tidak terjadi Multikolinieritas Kurs 0,607 1,648 Tidak terjadi Multikolinieritas PDB 0,750 1,333 Tidak terjadi Multikolinieritas a Dependent Variable: Return Sumber : Output SPSS xc Tabel di atas memperlihatkan hasil pengujian multikolinieritas. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi multikolinieritas. Hal ini ditunjukkan dengan tolerance value masing-masing variabel berada di atas 0,10 dan nilai VIF berada di bawah 10. Dengan demikian model regresi dalam penelitian ini terbebas dari gelaja multikolinieritas. c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota seperangkat data observasi yang diurutkan waktu time series. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi digunakan metode Durbin Watson Test D-W Test. Kriteria pengujian adalah apabila nilai D-W terletak antara 1,5 – 2,5 maka tidak terjadi gejala autokorelasi. Tabel 4.2 Hasil Autokorelasi Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1 ,405a ,164 ,113 ,10769 1,895 a Predictors: Constant, EPS, DER, ROE, Jenis Industri, Ukuran Industri, Inflasi, Kurs, PDB b Dependent Variable: Return Sumber : Output SPSS Dengan melihat tabel 4.2 diperoleh perhitungan D-W adalah 1,895 sedangkan dari kriteia uji, nilai D-W yang terletak antara 1,5 – 2,5 maka terbebas dari gejala autokorelasi. Oleh karena hasil perhitungan D-W sebesar xci 1,895 maka model tersebut tidak mengandung autokorelasi baik positif maupun negatif. d. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah variabel pengganggu e1 memiliki varian yang berbeda dari observasi lainnya. Padahal diharapkan variabel penjelas mempunyai variabel yang konstan untuk mendeteksi ada beberapa metode seperti metode grafik, glejser, rank spearman, dan Barlett. Program SPSS 15 menyediakan metode grafik menu scatterplot pada menu analyze. Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Pada Saat Masih Ada Outlier Regression Standardized Predicted Value 7.5 5.0 2.5 0.0 -2.5 R e g re s s io n S tu d e n ti ze d R e s id u a l 8 6 4 2 -2 Scatterplot Dependent Variable: Return Sumber : Output SPSS xcii Pada gambar tersebut, terlihat titik-titik menyebar tidak secara acak dan membentuk suatu pola tertentu, serta tidak tersebar baik diatas maupun di bawah angka nol pada sumby Y. Hal ini mengindikasikan bahwa model regresi diatas terdapat gejala hetoskedastisitas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sama halnya dengan pengujian sebelumnya, penulis mengeluarkan atau tidak mengikutsertakan observasi yang outlier ke dalam model yang akan dibentuk. Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut : Gambar 4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Setelah Tidak Ada Outlier Regression Standardized Predicted Value 8 6 4 2 -2 R e g re s s io n S tu d e n ti z e d R e s id u a l 4 2 -2 Scatterplot Dependent Variable: Return Sumber : Output SPSS xciii Pada gambar di atas terlihat titik-titik sudah menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model regresi tersebut. 1.2 Uji Asumsi Klasik Model Regresi Linear Persamaan 2 • Variabel Dependen: Beta saham Variabel Independent: Karakteristik Perusahaan, Industri dan Ekonomi Makro a. Uji Normalitas Data Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Untuk mendeteksi normalitas data suatu model regresi dapat diidentifikasikan dari grafik scatter plot. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Hasil pengujian penelitian ini, berdasarkan pengaruh karakteristik perusahaan, industri, dan ekonomi makro terhadap beta saham syariah adalah sebagai berikut: xciv Gambar 4.5 Hasil Uji Normalitas Observed Cum Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 E x p e c te d C u m P ro b 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Beta Sumber : Output SPSS Dari hasil scatter plot di atas dapat diketahui bahwa data tersebut telah terdistribusi normal karena titik-titik yang menyebar berada di sekitar garis diagonal. Sehingga penelitian ini dapat dikatakan telah memenuh asumsi normalitas data. b. Uji Multikolinieritas Pengujian terhadap gejala multikolenieritas berguna untuk mengetahui apakah ada hubungan linear sempurna antara beberapa atau semua variable independen yang dipergunakan dalam model regresi penelitian ini. Untuk xcv mengetahui apakah antara variabel independent mempunyai kolinieritas yang kuat atau tidak, digunakan Variance Inflation Factor VIF dan Tolerance TOL. Jika tolerance value di bawah 0,10 dan nilai VIF di atas 10 maka terjadi multikolenieritas. Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas Independen Tolerance VIF Keterangan EPS 0,849 1,178 Tidak terjadi Multikolinieritas DER 0,673 1,487 Tidak terjadi Multikolinieritas ROE 0,598 1,673 Tidak terjadi Multikolinieritas Jenis Industri 0,909 1,100 Tidak terjadi Multikolinieritas Ukuran Industri 0,926 1,080 Tidak terjadi Multikolinieritas Inflasi 0,721 1,387 Tidak terjadi Multikolinieritas Kurs 0,607 1,648 Tidak terjadi Multikolinieritas PDB 0,750 1,333 Tidak terjadi Multikolinieritas a Dependent Variable: Beta Sumber : Output SPSS Tabel di atas memperlihatkan hasil pengujian multikolinieritas. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi multikolinieritas. Hal ini ditunjukkan dengan tolerance value masing-masing variabel berada di atas 0,10 dan nilai VIF berada di bawah 10. Dengan demikian model regresi dalam penelitian ini terbebas dari gelaja multikolinieritas. xcvi c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota seperangkat data observasi yang diurutkan waktu time series. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi digunakan metode Durbin Watson Test D-W Test. Kriteria pengujian adalah apabila nilai D-W terletak antara 1,5 – 2,5 maka tidak terjadi gejala autokorelasi. Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi Pada Saat Masih Ada Outlier Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 ,418a ,175 ,140 ,3781676 1,482 a Predictors: Constant, PDB, Ukuran Industri, DER, EPS, Jenis Industri, Inflasi , Kurs, ROE b Dependent Variable: Beta Sumber : Output SPSS Dengan melihat tabel 4.4 diperoleh perhitungan D-W adalah 1,482 sedangkan dari kriteria uji, nilai D-W yang terletak antara 1,5 – 2,5 maka telah terjadi gejala autokorelasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sama halnya dengan pengujian sebelumnya, penulis mengeluarkan atau tidak mengikutsertakan observasi yang outlier ke dalam model yang akan dibentuk. Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut : xcvii Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi Setelah Tidak Ada Outlier Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 ,505a ,255 ,214 ,22029 1,625 a Predictors: Constant, PDB, Ukuran Industri, DER, EPS, Jenis Industri, Inflasi , Kurs, ROE b Dependent Variable: Beta Sumber : Output SPSS Dengan melihat tabel 4.5 diperoleh perhitungan D-W adalah 1,625 sedangkan dari kriteia uji, nilai D-W yang terletak antara 1,5 – 2,5 maka terbebas dari gejala autokorelasi. Oleh karena hasil perhitungan D-W sebesar 1,625 maka model tersebut tidak mengandung autokorelasi baik positif maupun negatif. d. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah variabel pengganggu e1 memiliki varian yang berbeda dari observasi lainnya. Padahal diharapkan variabel penjelas mempunyai variabel yang konstan untuk mendeteksi ada beberapa metode seperti metode grafik, glejser, rank spearman, dan Barlett. Program SPSS 15 menyediakan metode grafik menu scatterplot pada menu analyze. xcviii Gambar 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas Pada Saat Masih Ada Outlier Regression Standardized Predicted Value 4 2 -2 R e g re s s io n S tu d e n ti z e d R e s id u a l 4 2 -2 -4 -6 Scatterplot Dependent Variable: Beta Sumber : Output SPSS Pada gambar tersebut, terlihat titik-titik menyebar tidak secara acak dan membentuk suatu pola tertentu, serta tidak tersebar baik diatas maupun di bawah angka nol pada sumby Y. Hal ini mengindikasikan bahwa model regresi diatas terdapat gejala hetoskedastisitas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sama halnya dengan pengujian sebelumnya, penulis mengeluarkan atau tidak mengikutsertakan observasi yang outlier ke dalam model yang akan dibentuk. Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut : xcix Gambar 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas Setelah Tidak Ada Outlier Regression Standardized Predicted Value 3 2 1 -1 -2 -3 R e g re s s io n S tu d e n ti z e d R e s id u a l 2 -2 -4 Scatterplot Dependent Variable: Beta Sumber : Output SPSS Pada gambar di atas terlihat titik-titik sudah menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model regresi tersebut.

2. Hasil Penelitian

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beta Saham Terhadap Return Saham Industri Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

0 32 110

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Dan Ekonomi Makro Terhadap Return Saham Lq-45 Di Bursa Efek Indonesia

0 22 86

EFEK AKHIR PEKAN TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN KELOMPOK INDUSTRI MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 2 16

EFEK AKHIR PEKAN TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN KELOMPOK INDUSTRI MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 22 16

Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi, Debt to Equity Ratio, Return on Asset dan Beta Saham terhadap Return Saham (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ - 45 Di Bursa Efek Indonesia)

1 86 133

Analisis pengaruh indikator fundamental dan makro ekonomi terhadap beta saham : studi empiris pada PT.Bursa Efek Indonesia

0 4 124

PERBEDAAN PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN, KARAKTERISTIK INDUSTRI DAN MAKRO EKONOMI TERHADAP PERBEDAAN PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN, KARAKTERISTIK INDUSTRI DAN MAKRO EKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM ANTARA BANK SYARIAH DAN NON SYARIAH DI INDONESIA.

0 2 11

PERBEDAAN PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN, KARAKTERISTIK INDUSTRI DAN MAKRO EKONOMI TERHADAP PERBEDAAN PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN, KARAKTERISTIK INDUSTRI DAN MAKRO EKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM ANTARA BANK SYARIAH DAN NON SYARIAH DI INDONESIA

0 3 16

KAKPM-23. ANALISA EKONOMI MAKRO, INDUSTRI DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP BETA SAHAM SYARIAH

0 0 12

AKPM06. ANALISA KARAKTERISTIK PERUSAHAAN, INDUSTRI DAN EKONOMI MAKRO TERHADAP RETURN DAN BETA SAHAM SYARIAH DI BURSA EFEK JAKARTA

0 0 16