Konsep Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah

16 Tidak berwajah muram terhadap suami 17 Tidak mengubah ciptaan Allah. 55

C. Konsep Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah

Berangkat dari kesadaran yang utuh bahwa rumah tangga Islami baru akan terbentuk dari pribadi-pribadi yang Islami, maka sesungguhnya elemen dasar pembentuk keluarga sakinah harus diwujudkan terlebih dahulu. Adanya proses perbaikan, pembinaan dan peningkatan kapasitas dan berbagai potensi kaum muslimin merupakan langkah awal dan paling mendasar dari keseluruhan kerja panjang ini. 56 Rumah tangga Islami senantiasa dilingkupi suasana sakinah, mawaddah dan rahmah perasaan tenang, cinta, dan kasih sayang setiap harinya. Seluruh anggota keluarga merasakan suasana surga di dalamnya. Baiti jannati Hal itu terjadi karena Islam telah mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang berkaitan dengan individu maupun kelompok, hubungan antar kelompok masyarakat, bahkan antar negara. Demikian pula, dalam keluarga terdapat peraturan-peraturan baik yang rinci maupun global, yang mengatur individu maupun keseluruhannya sebagai satu kesatuan. 57 55 M. Fauzil Adhim, Saatnya untuk Menikah, cet.III, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 45 56 Cahyadi Takariawan, Pernak-pernik Rumah Tangga Islami; Tatanan dan Peranannya dalam Masyarakat , cet.I, Solo: Intermedia, 1997, h. 20. 57 Ibid., h. 21. Adapun yang menjadi konsekuensi bagi tegaknya rumah tangga Islam, di antaranya yaitu: 1. Didirikan atas landasan ibadah Rumah tangga Islami harus didirikan dalam rangka beribadah kepada Allah semata. Artinya, sejak proses memilih jodoh, landasannya haruslah benar. Memilih pasangan hidup haruslah karena kebaikan agamanya, bukan sekedar karena kecantikan, harta, maupun karena keturunannya. Proses pernikahannya pun -sejak akad nikah hingga walimah- tetap dalam rangka ibadah, dan jauh dari kemaksiatan. Sampai akhirnya, mereka menempuh bahtera kehidupan dalam suasana ta’abudiyah peribadahan yang jauh dari dominasi hawa nafsu. F4 S } 1¢0 £sF£0 ab34 P cC 7 o M3 P Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. ” QS. Az-Zariyat, 51:56 Ketundukan sejak langkah-langkah awal mendirikan rumah tangga setidaknya menjadi pemicu untuk tetap tunduk dalam langkah-langkah selanjutnya. Kelak, jika terjadi permasalahan dalam rumah tangga, mereka akan mudah menyelesaikannya, karena semua telah tunduk kepada peraturan Allah dan Rasul-Nya. 58 2. Terjadi internalisasi nilai-nilai Islam secara kaffah 58 Ibid., h. 22. Internalisasi nilai-nilai Islam secara kaffah menyeluruh harus terjadi dalam diri setiap anggota keluarga, sehingga mereka senantiasa komit terhadap adab-adab Islam. Di sinilah peran keluarga sebagai benteng terkuat dan filter terbaik di era glabalisasi yang mau tak mau harus dihadapi kaum muslimin. 1• ˆk q›Œ KV0 , 7 S 20 A3B Ž\R ,=KRV05’ … Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan,.. ” QS. Al-Baqarah, 2:208 Untuk itu, rumah tangga Islami dituntut untuk menyediakan sarana- sarana tarbiyah Islamiyah yang memadai, agar proses belajar, menyerap nilai dan ilmu, sampai akhirnya aplikasi dalam kehidupan sehari-hari bisa diwujudkan. Nilai-nilai internalisasi Islam ini harus berjalan secara terus- menerus, bertahap, dan berkesinambungan. 59 3. Terdapat qudwah yang nyata Diperlukan qudwah keteladanan yang nyata dari sekumpulan adab Islam yang hendak diterapkan. Dalam hal ini, orang tua memiliki posisi dan peran yang sangat penting. Sebelum memerintahkan kebaikan atau melarang kemungkaran kepada anggota keluarga yang lain, pertama kali orang tua harus memberikan keteladanan. 59 Ibid., h. 23. y 5’ 0.4 cX  ¤V0 4  5b qr7 7  MgP Artinya : “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa- apa yang tidak kamu kerjakan.” QS. As-Shaff, 61:3 Keteladanan semacam ini sangat diperlukan, sebab proses interaksi anak-anak dengan orang tuanya dalam keluarga sangat dekat. Anak-anak akan langsung mengetahui kondisi ideal yang diharapkan. Di sisi lain, pada saat anak-anak masih belum dewasa, proses penyerapan nilai lebih tertekankan pada apa yang mereka lihat dan dengar dalam kehidupan sehari-hari. 60 4. Penempatan posisi masing-masing anggota keluarga Islam telah memberikan hak dan kewajiban bagi masing-masing anggota keluarga secara tepat dan manusiawi. Apabila hal itu ditepati, akan mengantarkan mereka pada kebaikan dunia dan akhirat. 5b X  56at R uV0 3 5t 7 A   vw 7 Žp ghJ t 2 œ 0} 9W ;¥¦’0 V0W X t 2 œ 0{ O§ B RW l0 7 ¤n KV0 3 t R 34 KV0 qr5’ P§6 3 T 8L¤ 0•23  MgNP Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. karena bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita pun ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian 60 Ibid., h. 23. dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” QS. An-Nisa’, 4:32 Masih banyak keluarga muslim yang belum bisa berbuat sesuai dengan tuntutan Islam. Sumber bencana banyak yang berawal dari ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Fungsi-fungsi tidak bisa berjalan dengan normal, karena adanya katub-katub curahan perasaan yang tersumbat, dan akhirnya meledak dalam bentuk penyimpangan-penyimpangan. 61 5. Terbiasa tolong-menolong dalam menegakkan Islam Berkhidmat dalam kebaikan tidaklah mudah, sangat banyak gangguan dan godaannya. Jika semua anggota keluarga telah bisa menempatkan diri secara tepat, maka ta’awun tolong-menolong dalam kebaikan ini akan lebih mungkin terjadi.  7  A   3hyŽ i 4© 5b  7  A   Ž\\F£0 P  c7 40 KV0 34 KV0 c cLK ŽT0 4 7 MNP Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” QS. Al-Maidah, 5:2 61 Ibid., h. 24. 6. Rumah harus kondusif bagi terlaksananya peraturan Islam Rumah tangga Islami adalah rumah yang secara fisik kondusif bagi terlaksananya hukum Islam. Adab-adab Islam dalam kehidupan rumah tangga akan sulit diaplikasikan jika struktur bangunan rumah yang dimiliki tidak mendukung. Adanya sekat antara ruang tidur, ruang tamu, dan dapur bahkan adanya ruang khusus bagi anak perempuan yang terpisah dengan anak laki- laki, dapat menghindarkan dari berbagai penyakit rohani dan penyakit sosial yang merupakan ancaman yang serius. 62 7. Tercukupinya kebutuhan materi secara wajar Demi mewujudkan kebaikan dalam rumah tangga Islami itu, tidak lepas dari faktor biaya. Memang, materi bukanlah segala-galanya, bukan pula merupakan tujuan dalam kehidupan rumah tangga tersebut. Akan tetapi, tanpa materi, banyak hal yang tidak bisa didapatkan. “ V0 o R qª  uV0 ? «0V0 ; J S. 5b qX  C C2 œ q“ 0 o ?c Artinya: “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi… ” QS. Al-Qashash, 28:77 Tindak lanjut dari landasan keenam di atas, dengan amat jelas menggambarkan betapa keluarga muslim dituntut memiliki materi yang cukup. Rumah yang luas dan kondusif pun juga dibutuhkan bagi upaya 62 Ibid., h. 25. terbentuknya suasana Islami. Bahkan untuk sarana berlangsungnya proses Tarbiyah Islamiyah dalam keluarga pun membutuhkan sejumlah materi. Membuat perpustakaan kecil di rumah atau menghadirkan sarana-sarana bermain Islami yang mencerdaskan anak juga memerlukan biaya. Belum lagi untuk pendidikan yang bermutu. Semua tak bisa dilepaskan dari faktor materi. 63 8. Menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan semangat Islam Menyingkirkan dan menjauhkan berbagai hal di dalam rumah tangga yang tidak sesuai dengan semangat ke-Islam-an harus dilakukan. Pada kasus- kasus tertentu yang dapat ditolerir, benda-benda, hiasan, dan peralatan harus dibuang atau dibatasi pemanfaatannya. Berbagai macam benda keramat yang dipercaya bisa memberikan kemanfaatan dan menolak kemudharatan, akan menjauhkan mereka dari keridhaan Allah dan bertentangan dengan semangat Islam. Oleh karena itu, hal itu perlu dihindari dan dibuang jauh-jauh. Berbagai peralatan elektronik seperti radio, televisi, computer dengan jaringan internet memiliki manfaat bagi pemiliknya, namun di sisi lain ada bahaya yang siap mengancam. Maka keluarga harus memiliki pembatasan yang jelas dan tegas dalam pemanfaatannya. 64 0=‹qc ˆk BŒ KV0 , 7 W o3 • X?0 … 63 Ibid., h. 25. 64 Ibid., h. 26. Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …” QS. At-Tahrim, 66:6 9. Berperan aktif dalam pembinaan masyarakat Diperlukan sebuah upaya ishlahul mujtama’ pembinaan masyarakat di sekitarnya menuju pemahaman yang benar tentang nilai-nilai Islam yang shahih, untuk kemudian berusaha bersama-sama membina diri dan keluarga sesuai dengan arahan Islam.  20 A v34 P6o39 n C3 ? =  ¢003 =  = ,W = ¢0 \1 c 8 YŽ|K 003 £? •  W Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Qs. An-Nahl, 16:125 Dalam era globalisasi informasi saat ini, kita tidak bisa hidup sendirian terpisah dari masyarakat. Betatapun taatnya keluarga kita terhadap norma- norma ilahiyah, apabila lingkungan tidak mendukung, pelarutan-pelarutan nilai akan mudah terjadi, lebih-lebih pada anak-anak. 65 10. Terbentengi dari pengaruh lingkungan yang buruk Dalam kondisi keluarga Islami yang tidak mampu memberikan nilai kebaikan bagi masyarakat sekitar yang terlampau parah kerusakannya, maka harus dilakukan upaya-upaya serius untuk membentengi anggota keluarga. 65 Ibid., h. 26. Harus ada penyelamatan internal, agar tidak terlarut dan hanyut dalam suasana jahili masyarakat di sekitarnya. 66 Ž4 n00 R V0 Ll W J ‰ ST0  C 7 5b  -  j k34 3 qr7 7  yJ œ MOONP 5b ,Ll J  A v34 BŒ KV0    R ?0X 9 P 2 ¤V0 V0 2 •\7\ 5b qr yWM,7 MOOgP Artinya: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, Kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” QS. Hud, 11:112-113 Demikianlah beberapa konsekuensi dasar dari sebuah rumah tangga yang Islami. Apabila sepuluh hal tersebut terdapat dalam suatu rumah tangga, tentu dari sana akan senantiasa memancar cahaya Islam ke lingkungan sekitarnya. Setiap insan yang hidup pasti menginginkan dan mendambakan suatu kehidupan yang bahagia, tentram, sejahtera, penuh dengan keamanan dan ketenangan atau bisa dikatakan kehidupan yang sakinah, karena memang sifat dasar manusia adalah senantiasa condong kepada hal-hal yang bisa 66 Ibid., h. 27. menenteramkan jiwa serta membahagiakan anggota badannya, sehingga berbagai cara dan usaha ditempuh untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut. 67 Sebuah kehidupan yang sakinah, yang dibangun atas rasa cinta dan kasih sayang, tentu sangat berarti dan bernilai dalam sebuah rumah tangga. Betapa tidak, bagi seorang pria atau seorang wanita yang akan membangun sebuah rumah tangga melalui tali pernikahan, pasti berharap dan bercita-cita bisa membentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, ataupun bagi yang telah menjalani kehidupan berumah tangga senantiasa berupaya untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut. Hakikat kehidupan yang sakinah adalah suatu kehidupan yang dilandasi mawaddah warahmah cinta dan kasih sayang dari Allah SWT. Yakni sebuah kehidupan yang diridhai Allah SWT dengan cara melakukan setiap apa yang diperintahkan dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul- Nya. Hakikat sebuah kehidupan rumah tangga yang sakinah adalah terletak pada realisasi penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan berumah tangga yang bertujuan mencari ridha Allah SWT. Karena memang hakikat ketenangan jiwa sakinah itu adalah ketenangan yang terbimbing dengan agama dan datang dari sisi Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Fath: 7• ƒi KV0 p i =;Xo A3B ŽT7 7 Bƒ ,  67 Ummu Ishaq Zulfa Husein al-Atsariyyah, “Mahabbah Mawaddah dan Rahmah yang diimpikan”, artikel diakses pada 22 Oktober 2007 dari http:hikmatun.wordpress.com20071022mahabbah-mawaddah-dan-rahmah.html 2 2 ®SJ 0X, 34 ] ‹P[ 34 –V 2,8  M¯ ?. 0 Ll uV0 0eo3  0•o MP Artinya: “Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang- orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka yang Telah ada. dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana ,” QS. Al-Fath,

BAB III KAFAAH DALAM ISLAM

A. Pengertian Kafaah

Kafaah atau sekufu, menurut bahasa artinya “setaraf, seimbang, atau keserasian, serupa, sederajat, atau sebanding.” 68 Kata kafaah diambil dari surat al- Ikhlas ayat 4: j KV • ’ Cc MP Artinya: “Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” QS. Al-Ikhlas, 112:4 Yang dimaksud kafaah atau sekufu dalam pernikahan, menurut hukum Islam yaitu “keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan pernikahan.” 69 Atau laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. 70 Jadi tekanan dalam kafaah adalah keseimbangan, keharmonisan dan keserasian, terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan ibadah. Sebab, menurut pendapat sebagian ulama, kalau kafaah diartikan persamaan dalam hal harta, atau kebangsawanan, maka akan berarti terbentuknya kasta, sedangkan dalam Islam tidak dibenarkan adanya kasta, karena manusia di sisi Allah SWT adalah sama. 68 M. Abdul Mujieb et.al, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, h. 147. 69 Djamaan Nur, Fiqh Munakahat, Semarang: Dina UtamaToha Putra Group, 1993, h. 76. 70 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 7. Penerjemah M. Thalib, Bandung: al-Ma’arif, 1981, h. 36.