2.2.2.4 Model Penilaian Penerjemahan Frans Sayogie
Sayogie mempunyai model penilaian sendiri. Model penilaian tersebut berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan. Model pertama seperti pada tabel
berikut:
Tabel 5. Contoh Model Penilaian Frans Sayogie Aspek yang Dinilai
Bobot
A. Kesepakatan Makna
1. Aspek Linguistis
a transposisi
b modulasi
c adaptasi
20
2. Aspek Semantis
a makna referensial
b makna gramatikal
c makna kontekstual
20
3. Aspek Pragmatis
a kesesuaian maksud dan tujuan penulis teks bahasa
sumber b
kesesuaian makna pada tataran teks 20
B. Tingkat Kewajaran
10 C.
Peristilahan Khusus 10
D. Penggunaan Ejaan
10 E.
Kesepadanan Teks 10
Total
100
Model penilaian ini cenderung sama dengan model penilaian Machali. Hal itu disebabkan keduanya didasari oleh konsep penilaian Newmark, dengan cara
meletakan aspek umum yang biasa digunakan dalam penerjemahan. Akan tetapi, model Sayogie memberikan penilaian secara matematis, sedangkan model
penilaian Machali memberikan penilaian umum, yaitu dengan menggunakan pertanyaan benar atau salah, menyimpang atau tidak, dan berubah total atau tidak.
Selanjutnya, kriteria penilaian diberikan lebih rinci yaitu dengan memberikan angka. Nilai yang diberikan adalah sebagai berikut:
19
85-100 A = terjemahan sangat baik 75- 84 B = terjemahan baik
60- 74 C = terjemahan cukup 45- 59 D = terjemahan kurang cukup
0 - 44 E = terjemahan buruk Berdasarkan pada bobot penilaian sebesar 100 berarti penskoran memiliki
interval nilai dari nol hingga seratus 0 – 100, penilaian pada setiap dimensi berbeda-beda berdasarkan bobot yang diberikan. Pada aspek linguistik diberikan
bobot 20, yang berarti memiliki nilai dari nol hingga dua puluh 0-20. Pada aspek pragmatis yang dinilai adalah kesesuaian maksud tujuan penulis teks bahasa
sumber dan kesesuaian makna pada tataran teks, yang memiliki nilai dari nol hingga duapuluh 0-20. Pada tingkat kewajaran, peristilahan khusus, penggunaan
ejaan baku, dan kesepadan teks masing-masing bobot 10, yang berarti memiliki nilai dari nol hingga sepuluh 0-10.
16
Model kedua, merupakan perbandingan model pertama. Sayogie mengutip model ini dari Harimurti Kridalaksana. Kridalaksana mendasarkan model
penilaiannya pada dua wawasan tentang penerjemahan yang berasal dari Nida dan Taber, dan Newmark. Nida dan Taber berpendapat bahwa penerjemahan
berorentasi pada penutur bahasa sasaran atau pembaca bahasa sasaran. Sedangkan Newmark berpendapat bahwa seorang penerjemah harus memilih tumpuannya,
apakah pada bahasa sumber atau bahasa sasaran.
17
Dari dua wawasan tersebut Sayogie mengembangkan suatu acuan untuk menilai terjemahan, yaitu:
16
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 157-158
17
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 158-159
20
1. Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya mempunyai
kemampuan yang tinggi dalam bahasa sumber. 2.
Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bahasa sasaran.
3. Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang materi yang diterjemahkan. 4.
Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konteks sosio-kultural bahasa sumber,
bahasa sasaran dan materi yang diterjemahkan. 5.
Terjemahan harus memperlihatkan bahwa penerjemahnya menguasai metode dan teknik penerjemahan.
Lima acuan tersebut dituangkan ke dalam sejumlah parameter yang digunakan untuk mengukur nilai terjemahan. Parameter tersebut yaitu orientasi, tumpuan,
kemampuan bahasa sumber, kemampuan bahasa sasaran, materi, konteks sosio- kultural, dan metode dan teknik. Sedangkan satuan yang dinilai adalah jenis
tataran, struktur, leksikon umum, leksikon khusus, dan gaya bahasa.
18
Cara penilaian akan dituangkan pada matriks berikut ini:
Gambar 1. Matriks penilaian
Parameter Aspek
Bahasa Orientasi
Tumpuan Kemampuan
bahasa sumber
Kemampuan bahasa
sasaran Materi
Konteks Sosio-
kultural Metode
dan teknik
Jenis tataran Struktur
Leksikon umum
Leksikon khusus
Gaya bahasa
18
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 159
21
Setelah ditetapkan jenis parameter dan jenis satuan yang akan dinilai, maka penilaian dapat dilakukan dengan dua macam cara. Pertama, penilaian secara
umum dengan memberi nilai + atau -. Kedua, penilaian lebih terperinci, yaitu dengan memberi angka, misalnya dari 0-10. kemudian ditetapkan nilai dari angka
tersebut, misalnya 0-5,9 buruk, 6-7,9 sedang, 8-8,9 baik, 9-10 baik sekali.
19
2.2.3 Maurits D.S. Simatupang