89
dapat disampaikan secara bersamaan dalam satu surat pengantar yang ditandatangani oleh pimpinan rekan Kantor Jasa Penilai Publik.
153
C. Ruang Lingkup Pekerjaan Jasa Penilai Dalam Kegiatan Di Pasar
Modal 1.
Tinjauan Umum
1. Sejarah Standar Penilaian Sebagai sebuah asosiasi profesi, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia
MAPPI juga mengalalami proses yang hampir sama dalam membuat standar profesional dan kode etik profesi. Proses itu diawali oleh adanya orang-orang
yang secara pribadi-pribadi menjalani pekerjaan tertentu berdasarkan ilmu, teori, dan keahlian yang dimiliki. Mereka ini kemudian berhimpun dan membentuk
wadah berupa organisasi atau asosiasi profesi. Mula-mula dibentuk Asosiasi Perusahaan Penilai Indonesia APPI pada 1976, pada 1979 muncul Gabungan
Perusahaan Penilai Indonesia GAPPINDO, dan pada 1980 kedua organisasi tersebut disatukan menjadi Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia GAPPI.
Organisasi ini merupakan wadah berhimpun perusahaan penilai secara lembaga, bukan orang per orang selaku profesi penilai. Setahun kemudian, 1981, barulah
terbentuk MAPPI, yang merupakan asosiasi profesi penilai dengan keanggotaan orang per orang selaku profesi.
154
Pada saat itu belum ada standar profesional dan kode etik untuk profesi penilai. Standar profesional penilai baru dibuat untuk pertama kalinya pada 1994
153
Ibid.
154
Doli D. Siregar, Op.cit., hal. 196.
Universitas Sumatera Utara
90
dengan nama Standar Penilaian Indonesia SPI, namun kode etik profesinya, yang dinamakan Kode Etik Penilai Indonesia KEPI, belum pula dirumuskan
secara lengkap. Dengan demikian, sejak dikenal pada awal 1970-an, selama sekitar dua dekade para penilai yang berpraktek di Indonesia belum dilengkapi
dengan standar profesional maupun kode etik profesi, apalagi standar kompetensi yang dapat dijadikan panduan. Dengan demikian, tidak aneh jika antara satu
penilai dengan penilai lain terjadi perbedaan baik yang menyangkut prosedur penilaian maupun pembuatan laporan hasil penilaian.
155
Hingga pada 9 November 1994, secara resmi MAPPI menerbitkan standar profesional yang disebut dengan Standar Penilaian Indonesia SPI. Penyusunan
SPI tersebut mengacu kepada standar penilaian internasional atau International Valuation Assets Valuation Standar Committee TIAVSC. Sebagai upaya
rintisan, SPI 1994 memang terlihat amat sederhana dibandingkan dengan SPI-SPI yang disusun kemudian, seperti SPI 2000, SPI 2002, dan SPI 2007. Sejak 9
November 1994 tersebut, tercatat kali pertama penilai Indonesia memiliki standar profesional yang menjadi pedoman dasar pelaksanaan tugas penilaian.
Oleh karena itu, tidak ada alat yang dapat digunakan untuk menilai atau menguji profesionalitas seorang
penilai atau untuk menemukan penyimpangan terhadap kode etik yang dilakukan oleh seorang penilai.
156
155
Ibid., hal. 196-197.
156
Ibid., hal. 198-200.
Sebelumnya, dalam menjalankan tugasnya seorang penilai mengacu kepada pemahaman dan pengetahuan masing-masing terhadap teori, praktek, dan
Universitas Sumatera Utara
91
prosedur penilaian dari berbagai sumber yang mereka peroleh. Hubungan antara penilai dan pengguna jasa hanya berdasarkan atas rasa kepercayaan para pihak.
Sebagai usaha rintisan, cepat atau lambat SPI 1994 tersebut memang harus disempurnakan sesuai perkembangan usaha jasa penilaian. Penyempurnaan
pertama dilakukan pada tahun 2000 dengan diterbitkannya SPI 2000. Hingga 2007, telah dilakukan tiga kali penyempurnaan yang ditandai dengan penerbitan
SPI 2000, SPI 2002, dan SPI 2007. Untuk SPI 2000, penyusunannya berdasarkan atas International Valuation Standards IVS 1997. Sementara itu, untuk SPI
2002 penyusunan didasarkan pada standar penilaian IVS 1997, BVS, RICS, dan USPAP. Sedangkan SPI 2007 didasarkan pada IVS 2005.
2. Konsep Dan Prinsip Umum Penilaian Konsep dan Prinsip Umum Penilaian KPUP merupakan kerangka
konseptual dari Standar Penilaian Indonesia SPI dan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang bersifat fundamental untuk memahami profesi Penilai dan
penerapan SPI, dengan landasan moral berupa Kode Etik Penilai Indonesia KEPI. Di dalam pendahuluan Konsep dan Prinsip Umum Penilaian, dijelaskan
mengenai definisi dan sumber rujukan Standar Penilaian Indonesia SPI, serta landasan hukum dari Konsep dan Prinsip Umum Penilaian di Indonesia.
Sesuai dengan KPUP, yang dimaksud dengan Standar Penilaian Indonesia SPI adalah pedoman dasar pelaksanaan tugas penilaian secara profesional yang
sangat penting artinya bagi para Penilai untuk memberikan hasi yang dapat berupa analisis, pendapat, dan dalam situasi tertentu memberikan saran-saran dengan
menyajikannya dalam bentuk laporan penilaian sehingga tidak terjadi salah tafsir
Universitas Sumatera Utara
92
bagi para pengguna jasa dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan SPI merujuk kepada Standar Penilaian Internasional IVS, yang memberi pedoman mengenai
hal-hal yang bersifat fundamental antara lain tentang pendekatan, metode, dan teknik penilaian yang berlaku secara internasional. Namun demikian, untuk
beberapa situasi tertentu, yang antara lain ditimbulkan oleh hukum, perundang- undangan dan peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia maupun kondisi
ekonomi setempat, dapat digunakan penerapan yang bersifat khusus.
157
Seorang Penilai, lebih dahulu mengidentifikasi mengenai identitas pemberi tugasa dan pengguna laporan yang akan dibuatnya kliennya. Kemudian, maksud
dan tujuan penilaian yang akan dibuat harus dinyatakan secara jelas. Seorang penilai juga harus menentukan dasar nilai yang akan digunakannya dalam
melakukan pekerjaan penilaian, yakni
158
2. Lingkup Penugasan Penilai Berdasarkan Standar Penilaian Indonesia
Nilai Pasar Market Value, Nilai Wajar Depreciated Replacement Cost, Nilai Asuransi Insurable ValueActual Cost
Value, atau Nilai Likuidasi Liquidation Value. Hal lainnya yang harus dilakukan oleh Penilai dalam lingkup tugasnya adalah mengidentifikasi objek
penilaian, tanggal penilaian, serta asumsi dan kondisi pembatas.
Dalam pengembangan praktek penilaian, adalah menjadi tanggung jawab Penilai untuk mendefinisikan permasalahan tugas yang akan dilaksanakan,
menentukan lingkup penugasan sesuai permasalahan yang telah didefinisikan dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan proses implementasi dalam bentuk investigasi
dan penerapan pendekatan secara keseluruhan, sehingga penilaian dimaksud akan
157
Butir 1 Angka 1, 2, dan 4 Konsep dan Prinsip Umum Penilaian
158
Joni Emirzon, Op.cit., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
93
memberikan hasil yang dapat diyakini dan dipercaya. Lingkup penugasan dibuat untuk memenuhi kebutuhan pemberi tugas dan meminimalkan kemungkinan
terjadinya kesalahpahaman an perselisihan, maka penting bagi penilai untuk berusaha menetapkan, memahami, dan menyetujui kebutuhan dan persyaratan
pemberi tugas. Lingkup penugasan scope of work menetapkan tujuan penilaian yang disepakati, tingkat kedalaman investigasi, prosedur yang akan digunakan,
asumsi yang akan dibuat dan batasan penggunaannya. Lingkup penugasan harus tertuang pada penunjukan penugasan atau perjanjian kerja dan mendapatkan
persetujuan tertulis bahwa hal ini akan berlaku di antara Pemberi Tugas dan Penilai.
159
Lingkup penugasan, sesuai dengan ketentuan dalam SPI 103, mengatur hal- hal yang prinsip dalam kesepakatan pemberian jasa oleh Penilai kepada Pemberi
Tugas. Pengaturan itu meliputi, persyaratan minimum yang harus dilaksanakan Penilai. Dasar kesepakatan yang diatur tersebut merupakan bagian dari proses
penilaian yang diatur tersebut merupakan bagian dari proses penilaian yang berlaku secara umum dalam praktek penilaian.
160
159
SPI 103 Pasal 1.1-1.6
160
SPI 103 Pasal 2.1
Dalam membuat pernyataan standarnya, Penilai harus berusaha mengetahui dan merumuskan tujuan penilaian
dari Pemberi Tugas sehingga Penilai dapat mengetahui dan selanjutny dapat menentukan dasar penilaian yang dianggap sesuai. Lingkup penugasan harus
tertuang di dalam atau dibuktikan oleh dokumen penawaran proposal dan atau
Universitas Sumatera Utara
94
perjanjian kerja kontrak penugasan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak sebelum mengeluarkan laporan penilaian.
161
Lingkup penugasan tersebut memiliki persyaratan minimum, meliputi identifikasi status Penilai, identifikasi Pemberi Tugas dan Pengguna laporan,
maksud dan tujuan penilai yang harus dinyatakan secara jelas, identifikasi objek penilaian meliputi aset atau kewajiban, identifikasi bentuk kepemilikan, dasar
nilai yang harus memenuhi dan sesuai dengan tujuan penilaian, tanggal penilaian saat nilai dinyatakan dan diberlakukan, jenis mata uang yang digunakan sebagai
satuan untuk menyatakan hasil penilaian, tingkat kedalaman investigasi, sifat dan sumber informasi, konfirmai bahwa penilaian dilakukan berdasarkan SPI agar
tidak menyesatkan, pembuatan laporan penilaian, persyaratan atas persetujuan untuk publikasi, batasan atau pengecualian atas tanggung jawab kepada phak
selain Pemberi Tugas, adanya surat pernyataan representasi dari Pemberi Tugas mengenai kebenaran dan sifat informasi yang diberikan oleh Pemberi Tugas,
asumsi dan asumsi khusus yang dibuat dalam pelaksanaan dan pelaporan penilaian, biaya jasa penilaian atau dasar perhitungan yang akan dibayarkan untuk
penilaian yang telah diperhitungkan dengan merujuk kepada standar fee yang dibuat Asosiasi Profesi Penilai.
162
161
SPI 103 Pasal 5.1-5.2
162
SPI 103 Pasal 5.3
Penilaian terbatas dapat dilakukan oleh Penilai dalam kondisi tertentu, misalnya penilaian tidak akan dipublikasikan atau
diungkapkan kepada pihak ketiga. Sebelum menerima penugasan tersebut, Penilai
Universitas Sumatera Utara
95
harus mengetahui kemungkinan publikasi atau pemberian laporan penilaian kepada pihak ketiga.
163
Penilai harus selalu berupaya untuk menjamin pemenuhan atas kewajibannya yang telah disepakati dalm lingkup penugasan. Penilai wajib
mematuhi KEPI yang berhubungan dengan tanggung jawab terhadap Pemberi Tugas dan tanggung jawab terhadap sesama Penilai dan Kantor Jasa Penilai
Publik. Lingkup penugasan harus direvisi apabila terjadi perubahan dari lingkup penugasan awalpada saat pelaksanaan penilaian. Seperti adanya perubahan jumlah
atau lokasi dari real properti yang dinilai.
164
3. Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian
1. Menurut Standar Penilaian Indonesia SPI 2013
Aspek terpenting dari suatu Laporan Penilaian yang merupakan tahap akhir dalam proses penilaian adalah terletak pada pengkomunikasian kesimpulan
penilaian, penegasan tujuan penilaian, dasar penilaian, serta asumsi atau kondisi dan syarat pembatas yang mendasari penilaian. Proses analisis dan data empiris
yang digunakan untuk mendapatkan kesimpulan nilai dapat dicantumkan dalam laporan penilaian untuk membimbing pembaca melalui prosedur dan data yang
digunakan penilai dalam melaksanakan penilaian. Laporan Penilaian
menghasilkan kesimpulan nilai dengan mencantumkan nama Penilai dan tanggal penilaian. Laporan penilaian mengidentifikasikan objek penilaian berikut dengan
163
SPI 103 Pasal 5.4
164
SPI 103 Pasal 5.6
Universitas Sumatera Utara
96
haknya, dasar penilaian, dan tujuan penilaian. Laporan penilaian mengungkapkan semua asumsi serta kondisi dan syarat pembatas yang digunakan dalam penilaian,
menetapkan tanggal penilaian dan pelaporan, menjelaskan hasil inspeksi lapangan, merujuk pada penerapan SPI dan pengungkapan yang diperlukan, serta
mencantumkan tanda tangan penilai.
165
Laporan penilaian adalah suatu dokumen yang mencantumkan instruksi penugasan, tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan opini
nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi yang penting
yang digunakan dalam analisis. Laporan penilaian dapat berupa lisan maupun tertulis. Laporan Lisan adalah hasil penilaian yang dikomunikasikan secara verbal
dengan dipresentasikan di depan sidang pengadilan baik sebagai saksi ahli ataupemberian kesaksian dan harus didukung oleh adanya suatu kertas kerja dan
minimal ditindaklanjuti dengan ringkasan tertulis dari penilaian. Sedangkan Laporan Tertulis adalah hasil penilaian yang dikomunikasikan dalam bentuk
tulisan, termasuk yang dikomunukasikan secara elektronik.
166
Jenis, isi, dan panjangnya laporan dapat bervariasi tergantung pada pengguna yang dimaksud, persyaratan hukum, jenis properti, dan sifat dasar serta
kompleksitas penugasan.
167
1. Laporan Penilaian Terinci, mendeskripsikan informasi secara detil dan
komprehensif, Secara umum laporan penilaian tertulis terdiri atas 3 jenis laporan, yaitu:
165
SPI 105 Pasal 1.1-1.2
166
SPI 105 Pasal 3.1-3.3
167
SPI 105 Pasal 3.0
Universitas Sumatera Utara
97
2. Laporan Penilaian Ringkas, secara umum mengungkapkan informasi secara
ringkas, 3.
Laporan Penilaian Terbatas, menyatakan informasi dalam bentuk paparan minimal.
Semua laporan penilaian harus mencakuo referensi yang merupakan bagian yang disampaikan dalam Lingkup Penugasan.
168
Seorang Penilai harus menyususn kesimpulan penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti serta
tidak menimbulkan kesalahpahaman. Konteks dimana kesimpulan penilaian dilaporkan adalah sama penting dengan dasar dan akurasi kesimpulan nilai itu
sendiri. Kesimpulan nilai seharusnya didasarkan pada referensi dari fakta pasar dan prosedur serta alasan yang mendukung kesimpulan. Laporan yang dibuat oleh
seorang Penilai harusnya dapat mengarahkan pembaca agar benar-benar mengerti opini yang dikemukakan oleh Penilai dan juga sekaligus dapat dibaca dan
dipahami oleh seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang properti secara memadai. Laporan seharusnya menyajikan kejelasan, transparansi, dan pendektan
yang konsisten.
169
Jika seorang Penilai dalam penugasan penilaian memiliki kapasitas lebih dari seorang penilai, seperti berperan sebagai agen ondependen atau imparsial,
konsultan atau penasehat bagi suatu perusahaan, atau sebagai perantara mediator, Penilai harus menyebutkan peran khusus yang disandangnya dalam
168
SPI 103
169
SPI 105 Pasal 6.0
Universitas Sumatera Utara
98
tiap penugasan tersebut.
170
Tidak ada penyimpangan yang diperbolehkan kecuali dapat memenuhi persyaratan bahwa setiap laporan penilaian menyatakan secara
jelas dan akurat kesimpulan penilaian dan mengungkapkan secara jelas semua asumsi, dan asumsi khusus yang memengaruhi penilaian dan kesimpulan nilai.
171
2. Menurut Ketentuan Bapepam-LK Otoritas Jasa Keuangan
a. Peraturan Nomor VIII.C.3 Tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian
Laporan Penilaian Usaha di Pasar Modal. Menurut Peraturan Nomor VIII.C.3, Penilai Usaha adalah Penilai yang
melakukan kegiatan:
172
penilaian perusahaan danatau badan usaha, penilaian penyertaan dalam perusahaan, penilaian instrumen keuangan, penilaian aset tak
berwujud, pemberian pendapat kewajaran atas transaksi, penyusunan studi kelayakan proyek dan usaha, penilaian keuntungankerugian ekonomis yang
diakibatkan oleh suatu kegiatan atau suatu peristiwa tertentu, dan penilaian usaha lainnya. Sedangkan Penilaian Usaha merupakan kegiatan atau proses untuk
menghasilkan suatu opini atau perkiraan atas Nilai Pasar Wajar Objek Penilaian.
173
Yang dimaksud dengan Nilai Pasar Wajar adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian yang dapat diperoleh dari suatu transaksi jual beli
objek penilaian antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual dalam transaksi yang bersifa layak dan wajar.
174
170
SPI 105 Pasal 7.2
171
SPI 105 Pasal 8.1
172
Peraturan Nomor VIII.C.1
173
Peraturan Nomor VIII.C.3
174
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
99
Dalam hal terjadi penggantian Penilai Usaha, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
175
a. Penggantian Penilai Usaha hanya dapat dilakukan apabila Penilai
Usaha mengundurkan diri atau diberhentikan oleh pemberi tugas dengan pemberitahuan bahwa penugasannya telah dihentikan disertai
dengan alasan yang obyektif. b.
Penggantian Penilai Usaha apabila penugasannya diberhentikan oleh pemberi tugas, wajib dibuktikan dengan surat tertulis dari pemberi
tugas. c.
Penggantian Penilai Usaha hanya dilakukan untuk penilaian atas obyek yang sama.
d. Sebelum menerima penugasan penilaian profesional, Penilai Usaha
pengganti wajib: 1. terlebih dahulu meminta persetujuan tertulis dari calon pemberi tugas untuk meminta keterangan dari Penilai Usaha
yang digantikan, 2. melakukan komunikasi, baik tertulis maupun lisan, dengan Penilai Usaha yang digantikan mengenai masalah-
masalah yang menurut keyakinan Penilai Usaha pengganti akan membantu dalam penerimaan atau penolakan penugasan penilaian
profesional, 3. melakukan evaluasi atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka
1 dan angka 2 untuk memutuskan menerima atau menolak penugasan penilaian profesional.
175
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
100
e. Penilai Usaha yang digantikan wajib memberikan jawaban dengan
segera dan lengkap atas pertanyaan dari Penilai Usaha pengganti berdasarkan fakta yang diketahuinya.
f. Penilai Usaha pengganti hanya dapat menerima suatu penugasan
penilaian profesional apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d telah dilakukan.
g. Penilai Usaha yang digantikan maupun Penilai Usaha pengganti wajib
menjaga kerahasiaan informasi yang telah diperoleh kecuali atas permintaan Bapepam dan LK Otoritas Jasa Keuangan atau
diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. h.
Penilai Usaha pengganti wajib mengulang pelaksanaan penilaian sesuai dengan standar dan pedoman penilaian.
i. Penilai Usaha pengganti tidak bertanggung jawab atas pekerjaan
Penilai Usaha yang digantikan dan tidak menerbitkan suatu laporan yang mencerminkan pembagian tanggung jawab.
Dalam hal terdapat dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan penilaian, maka Bapepam dan LK Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan review khusus
terhadap Laporan Penilaian Usaha yang telah diterbitkan dalam rangka memperoleh opini kedua second opinion. Pelaksanaan review khusus terhadap
Laporan Penilaian Usaha sebagaimana yang dimaksudkan di atas, dilakukan oleh Penilai Usaha lain yang ditunjuk oleh Bapepam dan LK Otoritas Jasa Keuangan.
Hasil review khusus atas Laporan Penilaian Usaha sebagaimana dimaksud di atas bertujuan memberikan opini bahwa analisis, Pendekatan Penilaian, Metode
Universitas Sumatera Utara
101
Penilaian, dan kesimpulan nilai dalam Laporan Penilaian Usaha yang direview adalah benar, layak, dan didukung dengan bukti yang cukup.
176
Review khusus atas Laporan Penilaian Usaha tersebut wajib dilakukan terhadap paling kurang hal-hal sebagai berikut: 1. keakuratan atas proyeksi
penilaian dan perhitungan dalam Metode Penilaian; 2. keakuratan dan kelayakan dari seluruh asumsi yang digunakan sesuai dengan data dan informasi yang
relevan; 3. kecukupan dan relevansi data serta kelayakan Pendekatan Penilaian dan Metode Penilaian yang digunakan, 4. kebenaran, kelayakan, dan konsistensi
atas analisis, opini, dan kesimpulan dari Laporan Penilaian Usaha yang direview, dan 5. kesesuaian hasil penilaian yang disajikan dalam Laporan Penilaian Usaha
yang direview dengan standar dan pedoman sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.Apabila diperlukan, review khusus atas Laporan Penilaian Usaha dapat
meminta pendapat dari Tenaga Ahli.
177
Laporan hasil review khusus wajib paling kurang mengungkapkan:
178
1. Identitas Penilai Usaha yang menerbitkan Laporan Penilaian Usaha yang
direview dan tujuan penugasan; 2.
Identitas pemberi tugas dan pengguna laporan hasil review khusus; 3.
Hasil identifikasi atas Obyek Penilaian, Tanggal Penilaian Cut Off Date, Tanggal Laporan Penilaian Usaha dan opini Penilai Usaha yang ada pada
Laporan Penilaian Usaha yang direview; 4.
Tanggal pelaksanaan review khusus; 5.
Uraian proses review khusus yang dilaksanakan;
176
Ibid.
177
Ibid.
178
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
102
6. Asumsi-asumsi dan kondisi pembatas dalam pelaksanaan review khusus;
7. Opini dan kesimpulan; dan
8. Seluruh informasi yang digunakan dalam proses review khusus.
Review khusus atas Laporan Penilaian Usaha dilarang mendasarkan pada kejadian-kejadian setelah Tanggal Penilaian subsequent event dari Laporan
Penilaian Usaha yang direview. Laporan hasil review khusus wajib mengungkapkan alasan-alasan secara komprehensif mengenai opini dan
kesimpulan yang dinyatakan. Perbedaan kesimpulan Nilai antara laporan hasil review khusus dengan Laporan Penilaian Usaha yang direview dianggap material
jika terdapat perbedaan kesimpulan Nilai lebih dari 15 lima belas perseratus dari kesimpulan Nilai Laporan Penilaian Usaha yang direview. Hasil review
khusus wajib disampaikan kepada Bapepam dan LK paling lambat 7 tujuh hari setelah tanggal laporan hasil review khusus. Biaya yang timbul sebagai akibat dari
review khusus atas Laporan Penilaian Usaha menjadi beban pemberi tugas sebagaimana disebutkan dalam Laporan Penilaian Usaha yang direview atau
Pihak tertentu yang ditunjuk oleh Bapepam dan LK.
179
penilaian profesional adalah: Hal-hal yang wajib dilakukan Penilai Usaha dalam melakukan penugasan
180
a. Penilai Usaha dan tim penugasan penilaian profesional wajib memiliki
kualifikasi, kompetensi, dan keahlian sesuai dengan spesialisasi industri yang terkait dengan Obyek Penilaian.
b. Sebelum menerima penugasan penilaian profesional, Penilai Usaha wajib:
179
Ibid.
180
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
103
1. Memperoleh informasi yang memadai paling kurang atas identitas
pemberi tugas, kondisi entitas dan industrinya, Obyek Penilaian, Tanggal Penilaian Cut Off Date, ruang lingkup dari penugasan
penilaian profesional, antara lain: a tujuan dari penugasan penilaian profesional; b asumsi-asumsi dan kondisi pembatas yang digunakan
dalam penugasan penilaian profesional; dan c dasar Nilai dan Premis Nilai yang digunakan, kontrak penugasan penilaian
profesional surat perjanjian kerja, syarat penugasan penilaian profesional yang diajukan oleh pemberi tugas, sifat dari obyek yang
dinilai termasuk karakteristik pengendalian dan tingkat marketabilitasnya, prosedur yang wajib dipenuhi dalam penugasan
penilaian profesional serta pembatasan prosedur tersebut oleh pemberi tugas, keadaan lain di luar kendali Penilai Usaha atau pemberi tugas
jika ada, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan Obyek Penilaian atau penugasan penilaian profesional.
2. Membuat kontrak penugasan penilaian profesional surat perjanjian
kerja dengan pemberi tugas dalam bentuk tertulis yang mencakup paling kurang: a dasar Nilai yang akan digunakan, b sifat dan
tujuan penugasan penilaian profesional, c hak dan kewajiban pemberi tugas, d hak dan kewajiban Penilai Usaha, e asumsi-
asumsi awal yang dapat digunakan dan kondisi-kondisi pembatas, f jenis dan penggunaan laporan yang akan diterbitkan, dan g dasar
penghitungan imbalan jasa Penilai Usaha.
Universitas Sumatera Utara
104
Setelah menerima penugasan, Penilai Usaha wajib melakukan hal-hal berikut:
181
1. Pada saat permulaan penugasan profesional, Penilai Usaha wajib melakukan
analisis mengenai sifat, fakta, Obyek Penilaian, dan kondisirencana transaksi untuk:
a. mengklarifikasi kebutuhan data dan melakukan diskusi dengan
pemberi tugas guna memperoleh kesepahaman atas penugasan penilaian profesional;
b. mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menganalisis data; dan
c. menentukan penerapan Pendekatan Penilaian dan Metode Penilaian
yang sesuai dan tepat. 2.
Menganalisis seluruh aspek Obyek Penilaian; 3.
Melakukan inspeksi terhadap Obyek Penilaian, termasuk diskusi dengan manajemen dan kunjungan lapangan;
4. Membuat dan memelihara kertas kerja penilaian usaha;
5. Membuat dan memelihara dokumentasi pendukung; dan
6. Dalam hal terdapat kondisi yang mewajibkan dilakukannya revisi atas
kontrak penugasan penilaian profesional surat perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 2, maka revisi dimaksud wajib
dilakukan atas dasar kesepakatan antara Penilai Usaha dan pemberi tugas. Penilai Usaha wajib mempertimbangkan ruang lingkup penugasan penilaian
profesional yang paling kurang meliputi:
182
181
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
105
1. Obyek Penilaian yang perlu diidentifikasi dan diinspeksi;
2. Data yang perlu diteliti; dan
3. Analisis data dan informasi yang perlu dilakukan untuk memperoleh opini
dan hasil penilaian. Dalam hal Penilai Usaha menggunakan opini, hasil pekerjaan, atau
pernyataan Tenaga Ahli, maka Penilai Usaha wajib:
183
1. Mengungkapkan asumsi-asumsi dan kondisi pembatas termasuk tingkat
tanggung jawab dan asumsi Penilai Usaha atas hasil pekerjaan Tenaga Ahli tersebut;
2. Memuat opini atau hasil pekerjaan atau pernyataan Tenaga Ahli tersebut
dalam Laporan Penilaian Usaha; dan 3.
Melampirkan laporan hasil kerja Tenaga Ahli tersebut dalam Laporan Penilaian Usaha.
Jangka waktu antara laporan hasil kerja Tenaga Ahli dan Tanggal Penilaian Cut Off Date tidak lebih dari 12 dua belas bulan sejak tanggal diterbitkannya
laporan Tenaga Ahli. Penilai Usaha wajib menggunakan data dan informasi yang diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya dan wajib mengungkapkan sumber
dimaksud dan waktu perolehannya dalam Laporan Penilaian Usaha.
184
Penilai Usaha dalam menggunakan Pendekatan Penilaian, Metode Penilaian, dan prosedur penilaian, berlaku ketentuan sebagai berikut:
185
182
Ibid.
183
Ibid.
184
Ibid.
185
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
106
a. Wajib menggunakan paling kurang 2 dua Pendekatan Penilaian untuk
memperoleh hasil penilaian yang akurat dan obyektif; b.
Dapat menggunakan paling kurang satu Pendekatan Penilaian yaitu Pendekatan Pasar Market Based Approach untuk melakukan penilaian
terhadap penyertaan atau kepemilikan di bawah 20 dua puluh perseratus dan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung
maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan danatau kebijakan perusahaan tersebut dalam rangka penilaian terhadap Holding Company;
c. Wajib memilih dan menerapkan Pendekatan Penilaian, Metode Penilaian,
dan prosedur penilaian, yang sesuai dengan definisi Nilai yang dicari dan karakteristik penilaian; dan
d. Wajib memperhatikan persyaratan dan pengungkapan yang ditetapkan.
Penilai Usaha yang melakukan penugasan penilaian profesional wajib membuat Laporan Penilaian Usaha yang terdiri dari:
186
a. Laporan yang menyajikan kesimpulan Nilai akhir terhadap Obyek
Penilaian; b.
Laporan pendapat kewajaran yang menyajikan kesimpulan atas kewajaran suatu transaksi;
c. Laporan pendapat kewajaran yang menyajikan kesimpulan atas kewajaran
transaksi pinjam meminjam danadanatau penjaminan; d.
Laporan studi kelayakan usaha yang menyajikan kesimpulan kelayakan suatu usaha atau proyek; atau
186
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
107
e. Laporan penilaian usaha lainnya.
Laporan Penilaian Usaha wajib berbentuk laporan lengkap narrative report atau long form report dan laporan ringkas short form report. Laporan yang
menyajikan kesimpulan Nilai akhir terhadap Obyek Penilaian dalam bentuk laporan lengkap narrative report atau long form report paling kurang memuat
hal-hal sebagai berikut:
187
b. Peraturan Nomor VIII.C.4 Tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian
Laporan Penilaian Properti di Pasar Modal 1 Surat Pengantar; 2 Daftar Isi; 3 Identitas
pemberi tugas antara lain nama, bidang usaha, alamat, nomor telepon, faksimili, email; 4 Maksud dan tujuan penilaian; 5 Definisi dan istilah yang digunakan
dalam penilaian; 6 Tanggal Penilaian Cut Off Date; 7 Tanggal Laporan Penilaian Usaha; 8 Premis Nilai dan Dasar Nilai yang digunakan; 9 Asumsi-
asumsi dan kondisi pembatas serta skenario hipotesis yang secara langsung mempengaruhi penilaian; 10 Data dan Informasi; 11 Penyesuaian terhadap
data laporan keuangan; 12 Analisis atas Laporan Keuangan dan Informasi Keuangan Lainnya; 13 Pertimbangan Pendekatan Penilaian dan Metode
Penilaian; 14 Penggunaan Pendekatan Penilaian dan Metode Penilaian; 15 Perhitungan Indikasi Nilai; 16 Penggunaan Diskon dan Premi; 17 Rekonsiliasi
Estimasi Nilai dan Kesimpulan Nilai; 18 Pernyataan Penilai Usaha; 19 Kualifikasi Penilai Usaha; 20 Tanda Tangan Penilai Usaha; dan 21 Lampiran.
Menurut Peraturan Nomor VIII.C.4, Penilai Properti adalah Penilai yang melakukan kegiatan: penilaian real properti, penilaian personal properti, penilaian
187
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
108
pembangunanpengembangan proyek, penilaian pengembangan properti, penilaian aset perkebunan; penilaian aset perikanan, penilaian aset kehutanan, penilaian
aset pertambangan, dan penilaian properti lainnya. Penilai Properti wajib menggunakan Nilai Pasar Market Value dalam setiap kegiatan penilaian
properti. Hal-hal yang wajib dilakukan Penilai Properti dalam melakukan penugasan penilaian profesional adalah:
188
a. Penilai Properti wajib memiliki kualifikasi, kompetensi, dan keahlian sesuai
dengan spesialisasi industri yang terkait dengan obyek penilaian. b.
Sebelum menerima penugasan penilaian profesional, Penilai Properti wajib: 1.
Memperoleh informasi yang memadai tentang: identitas pemberi tugas; kondisi entitas dan industrinya; obyek penilaian; Tanggal
Penilaian Cut Off Date; ruang lingkup dari penugasan penilaian profesional, kontrak penugasan penilaian profesional atau surat
perjanjian kerja; syarat penugasan penilaian profesional yang diajukan oleh pemberi tugas; sifat dari obyek penilaian; prosedur yang wajib
dipenuhi dalam penugasan penilaian profesional serta pembatasan prosedur tersebut oleh pemberi tugas; keadaan lain di luar kendali
Penilai Properti atau pemberi tugas jika ada; dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan obyek penilaian
atau penugasan penilaian profesional. 2.
Membuat kontrak penugasan penilaian profesional atau surat perjanjian kerja dengan pemberi tugas dalam bentuk tertulis
188
Peraturan Nomor VIII.C.4
Universitas Sumatera Utara
109
c. Setelah menerima penugasan, Penilai Properti wajib melakukan hal-hal
berikut:
189
1. Pada saat permulaan penugasan profesional, Penilai Properti wajib
melakukan analisis mengenai sifat, fakta, obyek penilaian, dan kondisi rencana transaksi;
2. Melakukan penilaian secara tidak berpihak, obyektif, dan tanpa
mengakomodasi kepentingan pribadi atau pihak tertentu; 3.
Menganalisis seluruh aspek obyek penilaian; 4.
Melakukan Inspeksi terhadap obyek penilaian; 5.
Membuat dan memelihara kertas kerja penilaian properti; 6.
Membuat dan memelihara dokumentasi pendukung; dan 7.
Dalam hal terdapat kondisi yang mewajibkan dilakukannya revisi atas kontrak penugasan penilaian profesional atau surat perjanjian kerja
sebagaimana dimaksud dalam huruf b butir 2, maka revisi dimaksud wajib dilakukan atas dasar kesepakatan antara Penilai Properti dan
Pemberi Tugas. d.
Penilai Properti wajib mempertimbangkan ruang lingkup penugasan penilaian profesional yang paling kurang meliputi: 1 obyek penilaian yang
perlu diidentifikasi dan diinspeksi; 2 inspeksi obyek penilaian; 3 data yang perlu diteliti; dan 4 analisis data dan informasi yang perlu dilakukan untuk
memperoleh opini dan hasil penilaian.
189
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
110
e. Dalam hal Penilai Properti menggunakan opini, hasil pekerjaan, atau
pernyataan Tenaga Ahli, maka Penilai Properti wajib: 1 mengungkapkan asumsi-asumsi dan kondisi pembatas termasuk tingkat tanggung jawab dan
asumsi Penilai Properti atas hasil pekerjaan Tenaga Ahli tersebut; 2 memuat opini atau hasil pekerjaan atau pernyataan Tenaga Ahli tersebut
dalam Laporan Penilaian Properti; dan 3 melampirkan laporan hasil kerja Tenaga Ahli tersebut dalam Laporan Penilaian Properti.
Jangka waktu antara laporan hasil kerja Tenaga Ahli dan Tanggal Penilaian Cut Off Date tidak lebih dari 12 dua belas bulan sejak tanggal diterbitkannya
laporan Tenaga Ahli. f.
Penilai Properti wajib menentukan klasifikasi aset yang menjadi obyek penilaian, antara lain: 1 Aset operasional; dan 2 Aset non-operasional.
g. Penilai Properti wajib menggunakan data dan informasi atau
propertipembanding yang bersumber dari danatau divalidasi oleh Asosiasi Profesi Penilai untuk setiap pendekatan dalam rangka penilaian properti.
h. Data dan informasi serta waktu perolehannya yang wajib diungkapkan
dalam Laporan Penilaian Properti, antara lain: 1 Data pasar tanah; 2 Standar biaya bangunan; dan 3 Properti market.
i. Penilai Properti wajib melakukan penyesuaian atas data dan informasi.
j. Penilai Properti wajib memastikan bahwa Tim Penugasan Penilaian
Profesional memiliki: 1 kualifikasi, kompetensi, dan keahlian sesuai dengan spesialisasi industri yang terkait dengan obyek penilaian; dan 2
Universitas Sumatera Utara
111
pemahaman yang memadai mengenai hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf b sampai dengan i.
Hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh Penilai Properti dalam melakukan penugasan penilaian profesional adalah:
190
a. Melakukan penilaian yang opini atau kesimpulan dalam Laporan Penilaian
Properti telah ditentukan terlebih dahulu; b.
Mengeluarkan 2 dua atau lebih hasil penilaian pada obyek penilaian yang sama dan untuk Tanggal Penilaian Cut Off Date yang sama;
c. Menghasilkan Laporan Penilaian Properti yang menyesatkan danatau
membiarkan Pihak lain menyampaikan Laporan Penilaian Properti yang menyesatkan;
d. Menerima penugasan penilaian profesional dari pembeli dan penjual
terhadap obyek penilaian yang sama pada Tanggal Penilaian Cut Off Date yang sama;
e. Menerima penugasan penilaian profesional dimana terdapat pembatasan
ruang lingkup penugasan danatau yang memiliki kondisi-kondisi yang membatasi ruang lingkup penugasan sedemikian rupa sehingga dapat
mengakibatkan hasil penilaian tidak dapat dipertanggungjawabkan; f.
Memberikan asumsi-asumsi dan kondisi pembatas yang dapat mengakibatkan penggunaan Laporan Penilaian Properti menjadi terbatas;
190
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
112
g. Menggunakan asumsi-asumsi dan kondisi pembatas yang menyebabkan
Dasar Penilaian menyimpang dari kontrak penugasan penilaian profesional atau surat perjanjian kerja;
h. Menggunakan asumsi yang mengurangi substansi Nilai;
i. Menggunakan asumsi-asumsi dan kondisi pembatas yang mengurangi
tanggung jawab Penilai Properti terhadap hasil penilaian; j.
Menggunakan asumsi-asumsi dan kondisi pembatas yang membatasi pelaksanaan prosedur penilaian secara keseluruhan;
k. Menerima pembayaran atas jasa penilaian, baik berupa komisi maupun
dalam bentuk lainnya, selain yang telah disepakati dalam kontrak penugasan penilaian profesional atau surat perjanjian kerja; dan
l. Memberikan data danatau informasi yang bersifat rahasia yang digunakan
untuk melakukan penilaian properti danatau untuk tujuan lain selain untuk keperluan kegiatan penilaian properti kepada siapapun, kecuali:
1. Telah memperoleh persetujuan dari Pihak yang memiliki data
danatau informasi rahasia tersebut; 2.
Dalam rangka pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam dan LK Otoritas Jasa Keuangan danatau pihak lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; danatau 3.
Untuk kepentingan peradilan
Universitas Sumatera Utara
113
Dalam melakukan penugasan penilaian profesional, Penilai Properti wajib membuat dan memelihara kertas kerja penilaian properti dengan ketentuan
sebagai berikut:
191
a. Kertas kerja penilaian properti wajib memuat catatan-catatan yang
diselenggarakan oleh Penilai Properti tentang prosedur penilaian, pengujian, seluruh data dan informasi yang digunakan termasuk properti pembanding,
sumber data dan informasi, analisis atas data dan informasi, dan kesimpulan yang dibuat sehubungan dengan proses penilaian yang dilakukan.
b. Bentuk kertas kerja penilaian properti antara lain berupa program penilaian,
analisis, memorandum, surat konfirmasi, surat representasi, ikhtisar dari dokumen-dokumen pemberi tugas, dokumen properti pembanding, seluruh
dokumen yang berkaitan dengan hasil Inspeksi, bukti konfirmasi status dan posisi hukum atas obyek penilaian dari pemberi tugas, dan daftar atau
komentar yang dibuat atau diperoleh oleh Penilai Properti dalam rangka penugasan penilaian profesional.
c. Kertas kerja penilaian properti wajib menunjukkan bahwa:
1. Penugasan penilaian profesional telah direncanakan dan disupervisi
dengan baik; 2.
Pemahaman yang memadai atas obyek penilaian telah diperoleh; dan
191
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
114
3. Data dan informasi yang digunakan, bukti penilaian yang diperoleh,
prosedur penilaian yang ditetapkan, dan pengujian yang dilaksanakan, telah memadai sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas obyek
penilaian. d.
Kertas kerja penilaian properti wajib didokumentasikan baik dalam bentuk dokumen cetak hard copy dan dokumen elektronik soft copy yang tidak
dapat diubah. Dalam hal kertas kerja penilaian properti tidak dimungkinkan untuk
didokumentasikan dalam bentuk dokumen cetak hard copy maka kertas kerja dimaksud dapat didokumentasikan dalam bentuk dokumen elektronik soft copy
atau sebaliknya. e.
Kertas kerja penilaian properti wajib disimpan dalam jangka waktu sesuai dengan Undang-undang tentang Dokumen Perusahaan.
Penilai Properti wajib memilih dan menerapkan Pendekatan Penilaian, Metode Penilaian, dan prosedur penilaian yang sesuai dengan maksud dan tujuan
penilaian, definisi nilai yang dicari, dan karakteristik penilaian. Kemudian dalam melaksanakan kegiatan penilaian, ada beberapa faktor pembanding yang wajib
dipertimbangkan, yakni: 1.
Hak-hak yang terkandung dalam obyek penilaian dan properti pembanding 2.
Kondisi penjualan 3.
Kondisi pasar
Universitas Sumatera Utara
115
4. Lokasi
5. Karakteristik fisik
Laporan Penilai Properti yang berbentuk laporan lengkap narrative report atau long form report paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut:
192
1. Surat Pengantar;
2. Daftar Isi;
3. Pendahuluan, yang wajib menjelaskan dan mengungkapkan paling kurang
hal-hal sebagai berikut: a.
nomor laporan penilaian atau nomor referensi; b.
tanggal laporan penilaian; c.
identitas pemberi tugas antara lain nama, bidang usaha, alamat, nomor telepon, faksimili, alamat email;
d. nomor dan tanggal kontrak surat perjanjian kerja atau proposal yang
telah disetujui untuk penugasan dimaksud; e.
uraian mengenai obyek penilaian; f.
tanggal Inspeksi properti yang diuraikan untuk setiap obyek penilaian;
g. tanggal Penilaian Cut Off Date;
h. maksud dan tujuan penilaian;
i. ruang lingkup penilaian;
j. dasar nilai yang digunakan;
k. definisi dan istilah yang digunakan dalam penilaian;
192
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
116
l. uraian informasi yang digunakan dalam analisis;
m. pendekatan dan metode penilaian yang ditetapkan serta alasan
penggunaannya; n.
uraian proses penilaian; o.
pernyataan independensi dari Penilai Properti dan tim penugasan penilaian profesional yang terlibat dalam penugasan dan Kantor Jasa
Penilai Publik KJPP; p.
asumsi-asumsi dan kondisi pembatas serta skenario hipotesis yang secara langsung mempengaruhi penilaian;
q. uraian mengenai Tenaga Ahli dan hasil pekerjaan Tenaga Ahli dalam
hal Penilai Properti mendasarkan penilaiannya pada hasil kerja Tenaga Ahli;
r. penjelasan mengenai kejadian penting setelah Tanggal Penilaian
subsequent event; s.
uraian mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penilaian jika ada; dan
t. tambahan informasi lain yang diperlukan diluar hal-hal yang telah
diuraikan sebagaimana dimaksud dalam poin a sampai poin t 4.
Tinjauan Pasar 5.
Pengungkapan atas aset 6.
Data dan Informasi 7.
Pertimbangan Pendekatan Penilaian dan Metode Penilaian 8.
Penggunaan Pendekatan Penilaian dan Metode Penilaian
Universitas Sumatera Utara
117
9. Perhitungan Indikasi Nilai
10. Rekonsiliasi Estimasi Nilai dan Kesimpulan Nilai
11. Pernyataan Penilai Properti
12. Kualifikasi Penilai Properti
13. Tanda Tangan Penilai Properti
14. Lampiran
c. Peraturan Nomor VIII.C.5 Tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian
Laporan Penilaian Aset Tak Berwujud di Pasar Modal Aset Tak Berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi tanpa
wujud fisik dan Goodwill. Goodwill adalah aset yang merepresentasikan manfaat ekonomi masa depan yang berasal dari aset lainnya yang diakuisisi dalam rangka
Kombinasi Bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah.
193
Penilai Usaha wajib melakukan klasifikasi atas Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian antara lain:
194
a. Aset Tak berwujud terkait dengan pemasaran
b. Aset Tak berwujud terkait dengan Pelanggan
c. Aset Tak berwujud terkait dengan seni
d. Aset Tak berwujud terkait kontrak perusahaan
e. Aset Tak Berwujud terkait teknologi
f. Aset Tak Berwujud yang berasal dari proses penelitian dan pengembangan
193
Peraturan Nomor VIII.C.5
194
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
118
Ringkasan hasil penilaian aset tak berwujud menjelaskan dan mengungkapkan paling kurang hal-hal sebagai berikut:
195
a. Aset Tak Berwujud yang teridentifikasi;
b. Informasi ringkas mengenai Aset Tak Berwujud;
c. Pendekatan dan Metode penilaian yang digunakan;
d. Indikasi nilai; dan
e. Sisa Masa Manfaat.
Penilai Usaha wajib mengidentifikasi dan mengungkapkan data dan informasi baik yang diketahui maupun patut diketahui, yang diperoleh dari dalam
atau dari luar pihak pemberi tugas, yang paling kurang meliputi:
196
a. Uraian mengenai pihak-pihak perusahaan yang terlibat dalam transaksi;
b. Uraian mengenai transaksi yang mendasari dilakukannya penilaian aset tak
berwujud; c.
Informasi mengenai spesifikasi teknis dari Aset Tak Berwujud yang menjadi obyek penilaian;
d. Hasil pemeriksaan atas dokumen hukum yang relevan dengan Aset Tak
Berwujud yang menjadi obyek penilaian; e.
Informasi mengenai identitas dan jabatan pihak-pihak yang telah diwawancarai dan hubungannya dengan Aset Tak Berwujud yang menjadi
obyek penilaian; f.
Informasi keuangan; g.
Informasi perpajakan;
195
Ibid.
196
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
119
h. Data industri;
i. Data pasar;
j. Data ekonomi;
k. Informasi empiris lainnya;
l. Dokumen dan sumber informasi yang disediakan oleh atau yang terkait
dengan entitas; dan m.
Informasi non keuangan yang relevan mengenai aset tak berwujud yang menjadi obyek penilaian.
Universitas Sumatera Utara
120
BAB IV IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH PERUSAHAAN
JASA PENILAI TERKAIT PENAWARAN SAHAM PERDANA A.
Ketentuan Terkait Implementasi Prinsip Transparansi Oleh
Perusahaan Jasa Penilai 1.
Berdasarkan Kode Etik Penilaian Indonesia KEPI 2013
Kode Etik Penilai Indonesia KEPI merupakan landasan yang paling mendasar dalam pelaksanaan Standar Penilaian Indonesia SPI agar seluruh hasil
pekerjaan penilaian dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan cara yang jujur dan kompeten secara profesional, bebas dari kecurigaan adanya
kepentingan pribadi, untuk menghasilkan laporan yang jelas, tidak menyesatkan dan mengungkapkan semua hal yang penting untuk pemahaman penilaian secara
tepat. KEPI ini bersifat mengikat dan wajib untuk diterapkan oleh seluruh Penilai dan dimaksudkan sebagai dasar aturan-aturan dari asosiasi atau organisasi yang
mengatur kegiatan-kegiatan para Penilai.
197
KEPI mengemukakan tentang lima prinsip dasar etik, yaitu:
198
1. Integritas: memiliki kejujuran dan dapat dipercaya dalam hubungan
profesional dan bisnis, serta menjunjung tinggi kebenaran dan bersikap adil. Prinsip integritas mewajibkan Penilai untuk jujur dan dapat dipercaya dalam
semua hubungan profesional dan bisnis. Seorang Penilai tidak boleh dengan sengaja melakukan penilaian, membuat laporan, penilaian, membuat surat
197
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 1.0-2.0.
198
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.0.
Universitas Sumatera Utara
121
keterangan atau komunikasi lain tentang penilaian apabila mengandung salah satu hal berikut:
199
a. Berisi Pernyataan atau informasi yang secara material tidak benar atau
menyesatkan atau yang dibua sembarangan; atau b.
Penghilangan atau pengaburan informasi penting yang harus disertakan, sehingga dapat berakibat menyesatkan.
Apabila Penilai menyadari adanya informasi yang tidak benar, maka harus segera mengambil tindakan dengan cara melakukan koordinasi dengan Pemberi
Tugas terksit dengan informasi tersebut, misalnya dengan melakukan revisi atas laporan penilaian.
200
2. Objektivitas: menghindari benturan kepentingan, atau tidak dipengaruhi
atau tidak memihak dalam pertimbangan profesional atau bisnis. Prinsip objektivitas mewajibkan Penilai bekerja secara profesional, tidak
memihak, tidak memiliki kepentingan terhadap obyek penugasan atau tidak dipengaruhi orang lain. Dalam hal ancaman terhadap objektivitas tidak dapat
dihindari, Penilai profesional harus menolak penugasan. Namun, beberapa potensi ancaman terhadap objektivitas dapat dihilangkan atau dikurangi dengan
pencegahan secara efektif. Pencegahan ini dapat mencakup pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait dan mendapatkan persetujuan mereka untuk melanjutkan tugas
penilaian.
201
199
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.1.2.
200
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.1.3.
201
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.2.1-4.2.2.
Universitas Sumatera Utara
122
Penilai tidak boleh menerima suatu penugasan yang laporan penilaiannya mencakup pendapat dan kesimpulan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
202
Penilai tidak diperkenankan mendasarkan pekerjaannya pada informasi yang hanya disediakan oleh Pemberi Tugas, atau setiap pihak lainnya, tanpa melakukan
klarifikasi atau konfirmasi yang tepat, kecuali pada hakekatnya dapat diterima secara wajar sehingga dapat dipercaya dan dinyatakan dalam syarat pembatas.
203
3. Kompetensi: menjaga pengetahuan dan keterampilan profesional yang
dibutuhkan untuk memastikan bahwa hasil penilaian telah dibuat berdasarkan pada perkembangan terakhir dari praktek dan teknis penilaian
serta peraturan perundang-undangan. Kompetensi di bidang penilaian adalah kemampuan, kecakapan, dan
keahlian khusus dalam bidang penilaian dan bertanggung jawab terhadap Pemberi Tugas, masyarakat, profesi, dan Asosiasi Profesi Penilai.
204
Penilai harus memberi informasi dan seharusnya mendapatkan persetujuan Pemberi Tugas, jika
dipersyaratkan menggunakan tenaga ahli dari luar. Identitas dari para tenaga ahli dari luar serta sebarapa jauh peranannya dalam pekerjaan tersebut hendaknya
dijelaskan dalam Lingkup Penugasan dan laporan yang dibuat oleh Penilai yang bersangkutan.
205
4. Kerahasiaan: menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam
hubungan profesional dan bisnis, serta tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa izin, maupun untuk digunakan sebagai
202
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.2.10
203
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.2.12
204
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.3
205
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.3.11.2
Universitas Sumatera Utara
123
informasi untuk keuntungan pribadi Penilai atau pihak ketiga kecuali diatur lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Prinsip kerahasiaan mewajibkan semua Penilai untuk tidak melakukan:
206
a. Pengungkapan di luar institusinya atau penggunaan informasi rahasia yang
diperoleh dari layanan jasa penilaian tanpa persetujuan kecuali memiliki hak secara legal atau hak profesi atau kewajiban untuk mengungkapkan; dan
b. Pengungkapan informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional
dan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga. Penilai harus menjaga kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosial,
bersikap waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama untuk rekan bisnis yang dekat atau keluarga yang dekat. Penilai harus
menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh Pemberi Tugas, menjaga kerahasiaan informasi dalan institusinya ataupun tim kerjanya.
207
206
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.4.1
207
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.4.2 - 4.4.4
Penilai harus mematuhi prinsip kerahasiaan, bahkan setelah berakhirnya hubungan kerja dengan
Pemberi Tugas, tetapi terdapat beberapa pengecualian terhadap pengungkapan informasi rahasia atau dituasi dimana pengungkapan tersbut diperlukan, yakni
Pertama, apabila pengungkapan diperbolehkan oleh hukum dan diberi wewenang oleh Pemberi Tugas. Kedua, pengungkapan yang diharuskan oleh hukum,
misalnya penyediaan dokumen atau bukti lainnya dalam proses hukum atau pengungkapan kepada otoritas yang berwenang karena adanya pelanggaran
hukum. Ketiga, kewajiban atau hak profesi untuk mengungkapkan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
124
dilarang oleh hukum, yaitu untuk memenuhi review kualitas dari Asosiasi Profesi Penilai, untuk menanggapi pemeriksaan oleh organisasi Pembina profesi,, untuk
melindungi kepentinagn profesi dari Penilai dalam proses hukum, dan untuk memenuhi standar teknis dan persyaratan etik.
5. Perilaku Profesional: melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Lingkup
Penugasan yang telah disepakati di dalam kontrak, dan mengacu pasa SPI. Selalu bertindak demi kepentingan publik dan menghindari tindakan yang
mendiskreditkan profesi penilai. Prinsip perilaku profesional mewajibkan semua Penilai untuk bertindak
secara cermat dalam memberikan pelayanan dan untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan adalah sesuai dengan hukum, teknis, dan standar profesi
yang berlaku baik objek penilaian, tujuan penilaian atau keduanya. Perilaku Profesional mencakup penerimaan tanggung jawab untuk bertindak demi
kepentingan publik.
208
Tanggung jawab utama Penilai terhadap Pemberi Tugas adalah memberikan penilaian yang lengkap dan teliti tanpa menghiraukan atau memperhatikan
keinginan dan instruksi-instruksi atau permintaan pihak Pemberi Tugas yang sifatnya dapat memengaruhi kemandirian atau untuk mengubah hasil penilaian
yang obyektif dan tidak memihak sebagaimana ditetapkan dalam SPI. Namun demikian, dalam hal Pemberi Tugas tidak memberikan data dan informasi yang
benar, termasuk antara lain identifikasi jenis properti dan oenunjukan lokasi yang salah, maka Penilai dibebaskan dari tanggung jawab atas hasil penilaian yang
208
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 4.5.1
Universitas Sumatera Utara
125
tidak tepat dikarenakan kesalahan tersebut. Penilai wajib bertindak dengan cara yang profesional dalam hubungan kerja dengan Pemberi Tugas dan wajib
merahasiakan sebagian atau seluruh data dan hasil perhitungan serta Laporan Penilaian kepada pihak yang tidak berhak, kecuali Penilai mendapat persetujuan
dari Pemberi Tugas.
209
Sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap masyarakat, Penilai tidak diperbolehkan:
210
a. Melakukan kolusi dalam rangka mendapatkan penugasan atau pekerjaan
Penilaian; b.
Memberikan komisi dalam bentuk apapun kepada Pemberi Tugas, pengguna laporan dan pihak terkait lainnya;
c. Dipengaruhi dan mempunyai kepentingan lain dengan Pemberi Tugas,
pengguna laporan dan pihak terkait lainnya Apabila Pemberi Tugas menggunakan laporan penilaian untuk tujuan yang
berbeda dari yang disepakati, maka Penilai tidak wajib bertanggung jawab atas laporan yang digunakan untuk tujuan berbeda tersebut.
211
Penilai wajib menaati hukum serta perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan profesinya
sebagai Penilai maupun kegiatan lainnya yang terkait dengan penilaian dalam rangka memberikan kepastia hukum kepada pengguna jasa Penilai.
212
209
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 7.4
210
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 7.4.1
211
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 7.4.3
212
Kode Etik Penilai Indonesia 2013 Pasal 7.4.4
Universitas Sumatera Utara
126
2. Berdasarkan Standar Penilaian Indonesia SPI 2013
Dalam melaksanakan pekerjaannya, seorang Penilai harus berusaha mengetahui dan merumuskan tujuan penilaian dari Pemberi Tugas. Sehingga,
Penilai dapat mengetahui dan selanjutnya dapat menentukan dasar penilaian yang dianggap sesuai. Apabila Pemberi Tugas menolak untuk mengungkapkan
tujuannya, Penilai harus berusaha menetapkan tujuan penilaian dan mendapatkan persetujuan tertulis dari Pemberi Tugas. Apabila persetujuan tersebut tidak
diberikan, Penilai seharusnya menolak penugasan dimaksud.
213
Lingkup penugasan seorang Penilai harus tertuang di dalam atau dibuktikan oleh dokumen penawaran proposal danatau perjanjian kerja kontrak
penugasan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak Penilai dan Pemberi Tugas, sebelum mengeluarkan laporan penilaian.
214
Dalam melaksanakan pekerjaan penilaian, apabila informasi yang relevan tidak tersedia karena kondisi
penugasan membatasi inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analisis, tetapi penugasan diterima, maka pembatasan dan setiap asumsi, atau asumsi khusus
yang diperlukan harus diungkapkan dalam Lingkup Penugasan dan disetujui oleh Pemberi Tugas.
215
Kemudian, Penilai harus melakukan konfirmasi bahwa penilaian telah dilakukan sesuai dengan Kode Etik Penilaian Indonesia KEPI dan Standar
Penilaian Indonesia SPI. Apabila ada kondisi tertentu dimana tujuan penilaian dilakukan tidak sesuai dengan SPI, kemudian kondisi tersebut tidak diidentifikasi
oleh Penilai dan Pemberi Tugas dan dilakukan dengan benar, maka suatu
213
SPI 103 Pasal 5.5.1
214
SPI 103 Pasal 5.2
215
SPI 103 Pasal 5.3.1.9
Universitas Sumatera Utara
127
penilaian yang dilakukan tidak sesuai dengan SPI tersebut tidak dapat dibenarkan jika menghasilkan penilaian yang menyesatkan.
216
Persetujuan Penilai harus didapatkan atas setiap publikasi terhadap keseluruhan atau sebagian laporan, atau
referensi yang dipublikasikan, termasuk referensi mengenai laporan keuangan perusahaan, danatau laporan direksipimpinan perusahaan, danataupernyataan
atau kajian lainnya atau pernyataanedaran apapun dari perusahaan.
217
Tidak ada penyimpangan yang diperbolehkan kecuali dapat dibuktikan bahwa adanya keterbatasan danatau penyimpangan untuk menggunakan setiap
persyaratan dalam Lingkup Penugasan sesuai SPI. Adanya keterbatasan danatau penyimpangan yang dapat dibenarkan, harus diungkapkan dalam setiap penugasan
penilaian.
218
B. Pelaksanaan Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan Jasa Penilai