Prospektus Implementasi Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran Saham Perdana

57

E. Prospektus

1. Pengertian Prospektus

Salah satu mekanisme agar keterbukaan informasi terjamin bagi investor atau publik adalah lewat keharusan menyediakan suatu dokumen yang disebut “prospektus” bagi suatu perusahaan dalam proses melakukan go public. 103 Prospektus adalah dokumen resmi yang dikeluarkan emiten dalam rangka menjual surat berharga atau efek kepada masyarakat. Prospektus menjadi sangat penting keberadaannya jika perusahaan baru pertama kali menjual surat berharga kepada masyarakat sebab hanya dari sinilah masyarakat bisa mendapatkan informasi. 104 Pasal 1 Angka 26 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengatakan bahwa prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek. 105 Suatu prospektus harus benar-benar berisikan informasi yang penting apa adanya. Banyak tuduhan sekarang bahwa emiten melakukan going public di pasar modal Indonesia banyak menyediakan prospektus secara tidak layak, yakni hanya untuk sekedar memenuhi kewajiban yuridisnya yang terbit dari peraturan- peraturan yang ada, hanya basa-basi saja serta hanya sekedar menjadi pengangkat image perusahaan. Bahkan, hanya sekedar iklan belaka bagi suatu perusahaan 103 Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 105. 104 Sarwidji Widoatmodjo ,1, Op.cit., hal. 61. 105 Pasal 1 Angka 26 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Universitas Sumatera Utara 58 emiten untuk dapat membuat saham-sahamnya menjadi laku di pasar modal, tidak ubahnya seperti fungsi iklan-iklan yang ada di media massa. 106 Seperti diketahui, transaksi pada surat berharga bukanlah transaksi riil, seperti halnya transaksi barang konvensional, di mana pembeli atau penjual dapat melihat kondisi barang yang ditransaksikan secara nyata. Transaksi pada surat berharga adalah transaksi abstrak. Jika pembeli atau penjual ingin mengetahui kualitas barang yang ditransaksikan dalam hal ini efek, satu-satunya sumber informasi yang bisa diperoleh adalah prospektus. Oleh karena itu, sepanjang investor tidak memiliki kecakapan membaca prospektus, maka investor tersebut tidak akan bisa mengetahui kualitas efek yang dibeli atau dijualnya. 107 Prospektus adalah gabungan antara profil perusahaan dan laporan tahunan yang menjadikannya sebuah dokumen resmi yang digunakan oleh suatu lembaga perusahaan untuk memberikan gambaran mengenai saham yang ditawarkannya untuk dijual kepada publik. Suatu prospektus umumnya berisikan informasi material tentang reksadana, saham, obligasi dan investasi lainnya seperti misalnya penjelasan tentang bidang usaha perseroan,laporan keuangan, biografi dari dewan komisaris dan dewan direksi, informasi terinci mengenai kompensasi mereka, perkara-perkara yang sedang dihadapi perseroan, daftar aset perseroan, dan lain- lain informasi yang bersifat material. 108 106 Adrian Sutedi, Loc.cit., hal. 105. 107 Sarwidji Widoatmodjo, 1, Loc.cit., hal. 61. 108 http:id.wikipedia.orgwikiProspektus, terakhir kali diakses tanggal 9 Maret 2014. Universitas Sumatera Utara 59 Pasal 78 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan bahwa: 109 1. Setiap Prospektus dilarang memuat keterangan yang tidak benar tentang Fakta Material atau tidak memuat keterangan yang benar tentang Fakta Material yang diperlukan agar Prospektus tidak memberikan gambaran yang menyesatkan. 2. Setiap Pihak dilarang menyatakan, baik langsung maupun tidak langsung, bahwa Bapepam telah menyetujui, mengizinkan, atau mengesahkan suatu Efek, atau telah melakukan penelitian atas berbagai segi keunggulan atau kelemahan dari suatu Efek. 3. Ketentuan mengenai Prospektus diatur lebih lanjut oleh Bapepam. Kemudian, dalam Penjelasan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal diterangkan bahwa: 110 1. Prospektus merupakan salah satu dokumen pokok dalam rangka Penawaran Umum. Oleh karena itu, informasi yang terkandung di dalamnya harus memuat hal-hal yang benar-benar menggambarkan keadaan Emiten yang bersangkutan sehingga keterangan atau informasi dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk menetapkan keputusan investasinya. Apabila informasi yang disajikan tidak benar tentang fakta yang material, atau tidak mengungkapkan informasi yang benar tentang fakta yang material, hal tersebut dapat mengakibatkan pemodal mengambil keputusan investasi yang tidak tepat. 2. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah adanya Pihak-Pihak yang menggunakan keterangan yang tidak benar dengan menyebutkan bahwa Bapepam telah memberikan persetujuan, izin, pengesahan, penelitian atau penilaian atas berbagai segi keunggulan suatu Efek dengan maksud untuk mempengaruhi masyarakat agar membeli Efek yang ditawarkan. 3. Yang dimaksud dengan “ketentuan mengenai prospektus” dalam ayat ini, antara lain mengenai bentuk dan isi prospektus. Prospektus tersebut sekurang-kurangnya memuat: a. Uraian tentang penawaran umum b. Tujuan dan penggunaan dana Penawaran Umum; c. Analisis dan pembahasan mengenai kegiatan dan keuangan; d. Risiko usaha; 109 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab IX Emiten dan Perusahaan Publik Bagian Ketiga Prospektus dan Pengumuman Pasal 78. 110 Penjelasan Pasal 78 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bab IX Emiten dan Perusahaan Publik Bagian Ketiga Prospektus dan Pengumuman. Universitas Sumatera Utara 60 e. Data keuangan; f. Keterangan dari segi hukum; g. Informasi mengenai pemesanan pembelian Efek; dan h. Keterangan tentang anggaran dasar. Pada kenyataannya, isi dari suatu prospektus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 111 1. Informasi banyak bersifat kualitatif. Umumnya informasi yang disajikan memang banyak yang bersifat kualitatif, yang diduga banyak berpengaruh terhadap jalannya suatu perusahaan. 2. Taksiran-taksiran. Kalaupun ada informasi yang kuantitatif, umumnya dibuat atas dasar taksiran-taksiran atau dengan menggunakan metode-metode penilaian. 3. Belum siap pakai. Banyak informasi dalam prospektus yang belum siap pakai, sehingga agar dapat dipakai untuk pengambilan keputusan perlu interpretasi dan analisis lebih lanjut. 4. Rentang waktu. Karena ada rentang waktu antara waktu pembuatan prospektus dengan waktu prospektus dibaca oleh publik, maka belum tentu informasi tersebut masih akurat, terutama informasi yang berkenaan dengan keadaan ekonomi secara makro. 111 Munir Fuady, Op.cit., hal. 85-86. Universitas Sumatera Utara 61 5. Risiko-risiko. Banyak risiko-risiko yang mungkin akan dihadapi oleh suatu perusahaan yang mesti pula diperhatikan dan risiko seperti ini disebutkan dalam suatu prospektus, seperti risiko terhadap bisnis, risiko lingkungan, risiko terhadap industri atau risiko mengenai tidak likuidnya saham. Selanjutnya, Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 memberikan rambu-rambu yuridis bagi suatu prospektus, yaitu sebagai berikut: 112 a. Keterangan yang tidak benar tentang fakta material. 1. Dilarang memuat hal-hal: b. Tidak memuat keterangan yang benar tentang fakta material. 2. Memuat semua rincian tentang fakta material yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal. 3. Fakta dan pertimbangan yang paling penting ditempatkan pada tempat yang paling awal. 4. Ekstra hati-hati dalam penggunaan foto, diagram atau tabel karena sangat potensial untuk terjadinya misleading. 5. Diungkapkan dalam bahasa yang jelas dan komunikatif. 6. Pengungkapan fakta material harus ditekankan sesuai bidang usaha atau sektor industrinya. 7. Mestilah terdapat pernyataan bahwa semua lembaga dan profesi penunjang pasar modal yang disebut dalam prospektus tersebut bertanggung jawab sepenuhnya atas data yang disajikan sesuai dengan fungsi mereka, sesuai 112 Ibid., hal. 83-85. Universitas Sumatera Utara 62 dengan peraturan yang berlaku di wilayah RI dan kode etik, norma serta standar profesi masing-masing. 8. Selanjutnya harus ada pula pernyataan bahwa sehubungan dengan penawaran umum, setiap pihak terafiliasi dilarang memberikan keterangan atau pernyataan mengenai data yang tidak diungkapkan dalam prospektus tanpa persetujuan tertulis dari emiten dan penjamin pelaksana emisi. 9. Menurut penjelasan atas Pasal 78 ayat 3 dari Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, maka suatu prospektus sekurang-kurangnya memuat: a. Uraian tentang penawaran umum. b. Tujuan dan Penggunaan Dana Penawaran Umum. c. Analisis dan Pembahasan mengenai kegiatan dan keuangan. d. Risiko usaha. e. Data keuangan. f. Keterangan dari segi hukum. g. Informasi mengenai pemesanan pembelian efek, dan h. Keterangan tentang Anggaran Dasar. 10. Harus ada “Klausula Huruf Besar” yakni klausula yang dicetak dengan huruf besar yaitu terhadap hal-hal sebagai berikut: a. BAPEPAM TIDAK MEMBERIKAN PERNYATAAN MENYETUJUI ATAU TIDAK MENYETUJUI EFEK INI. TIDAK JUGA MENYATAKAN KEBENARAN ATAU KECUKUPAN ISI PROSPEKTUS INI. SETIAP PERNYATAAN YANG Universitas Sumatera Utara 63 BERTENTANGAN DENGAN HAL-HAL TERSEBUT ADALAH PERBUATAN MELANGGAR HUKUM. b. EMITEN DAN PENJAMIN EMISI EFEK jika ada BERTANGGUNG JAWAB SEPENUHNYA ATAS KEBENARAN SEMUA INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL, SERTA KEJUJURAN PENDAPAT YANG TERCANTUM DALAM PROSPEKTUS INI. c. Jika direncanakan untuk menstabilisasi harga efek tertentu, maka mesti ada klausula huruf besar sebagai berikut: DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN HARGA PASAR EFEK YANG SAMA, BAIK JENIS MAUPUN KELASNYA, DENGAN YANG DITAWARKAN PADA PENAWARAN UMUM INI, PENJAMIN EMISI DAPAT MELAKUKAN STABILISASI HARGA PADA TINGKAT HARGA YANG LEBIH TINGGI DARI YANG MUNGKIN TERJADI DI BURSA EFEK SEKIRANYA TIDAK DILAKUKAN STABILISASI HARGA. JIKA PENJAMIN EMISI MELAKUKAN STABILISASI HARGA, MAKA BAIK STABILISASI HARGA MAUPUN PENAWARAN UMUM TERSEBUT DAPAT DIHENTIKAN SEWAKTU-WAKTU. Peraturan perundang-undangan dan praktik di pasar modal Indonesia memperkenalkan tiga macam prospektus, yaitu sebagai berikut: 113 113 Tjiptono Darmadji dan Hendy M.Fakhruddin, Op.cit., hal. 86. Universitas Sumatera Utara 64 a. Prospektus Biasa Adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek. b. Prospektus ringkas wajib dimuat dalam dua surat kabar. Adalah ringkasan informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum agar pihak lain membeli efek. c. Prospektus dalam rangka penawaran umum oleh perusahaan menengah atau kecil. Dalam ilmu hukum pasar modal, sering dipersoalkan tentang kedudukan hukum dari suatu prospektus, misalnya sebagai akibat adanya prospektus yang tidak benar, seorang terpancing untuk membeli suatu efek dan karenanya ia menderita kerugian, maka secara hukum, pihak investor dapat menggugat ganti kerugian. UU No. 8 Tahun 1995 dengan tegas memberlakukan prinsip bahwa prospektus adalah merupakan suatu dokumen. Konsekuensinya, apabila ada seseorang yang menawarkan atau menjual suatu efek dengan menggunakan prospektus yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui hal yang bersangkutan, maka dia wajib bertanggung jawab secara hukum atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari perbuatan tersebut. 114 Untuk dapat membebankan tanggung jawab secara hukum perdata kepada pihak penyedia prospektus yang tidak benar tersebut, hukum mensyaratkan bahwa sewaktu membeli efek, pihak pembeli efek yang bersangkutan tidak mengetahui 114 Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 108. Universitas Sumatera Utara 65 ketidakbenaran isi prospektus tersebut. Jika dia mengetahui ketidakbenaran tersebut, tetapi masih mau membeli efek, tentunya ia tidak dapat meminta ganti kerugian sebab berarti pembeli tersebut sewaktu membeli efek telah melakukan risk assumption, yaitu siap untuk ambil risiko. Jadi, ini merupakan a part of the game baginya. 115 Pasal 80 UU No. 8 Tahun 1995 mengatakan bahwa yang mesti bertanggung jawab jika ada pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari adanya prospektus yang menyesatkan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama adalah: 116 a. Setiap pihak yang menandatangani pernyataan pendaftaran. b. Direktur dan komisaris emiten pada waktu pernyataan pendaftaran menjadi efektif. c. Penjamin pelaksana emisi efek. d. Profesi penunjang pasar modal atau pihak lain yang memberikan pendapat atau keterangan dan atas persetujuannya dimuat dalam pernyataan pendaftaran. Dengan demikian, kemudian muncul teori yang menyatakan bahwa sebaiknya pembuatan suatu prospektus dilakukan oleh orang-orang yang profesional atau para ahli, mengingat orang kebanyakan tidak akan pernah mau membaca prospektus. 117 115 Ibid. 116 Ibid. 117 Ibid. Universitas Sumatera Utara 66

2. Membaca Prospektus

Dalam praktik, dokumen prospektus cukup tebal dan memuat banyak informasi. Bagi investor besar, terutama yang ingin menguasai perusahaan tentu harus membaca semua isi prospektus. Tetapi untuk investor minoritas atau investor publik yang tidak bermaksud membeli saham untuk menguasai, tidak perlu membaca seluruh isi prospektus. Kepentingan investor minoritas adalah untuk mengetahui bahwa efek yang ditawarkan berasal dari perusahaan yangs ehat keuangannya dan dikelola oleh orang-orang yang memiliki reputasi baik, mengetahui bahwa harga suatu efek terlalu murah atau terlalu mahal, dan kapan harus membeli atau menjual efek yang berkaitan dengan jadwal go public. Untuk kepentingan ini, informasi yang perlu diketahui, di antaranya diuraikan berikut ini: 118 1. Harga perdana, yaitu harga ketika pertama kali saham dijual kepada masyarakat. Harga ini yang berlaku di pasar perdana. a. Jadwal Emisi Informasi jadwal emisi diperlukan untuk mengetahui: 2. Periode penawaran. Di pasar perdana, penawatan saham dari penjamin emisi dibatasi dalam waktu tertentu, misalnya satu bulan. 3. Total saham atau obligasi yang ditawarkan. 4. Waktu penjatahan, yaitu pembagian kepada masing-masing investor karena terbatasnya jumlah saham atau obligasi yang dijual. 118 Sarwidji Widoatmodjo, 1, Op.cit., hal. 65-68. Universitas Sumatera Utara 67 5. Waktu pengembalian uang pesanan refund jika pemesan tidak mendapat jatah. 6. Waktu listing. b. Sejarah Singkat Perusahaan Informasi sejarah singkat perusahaan diperlukan untuk mengetahui reputasi perusahaan, apakah selama ini memiliki citra yang bagus atau tidak. c. Komisaris dan Direksi Informasi tentang komisaris dan direksi diperlukan untuk mengetahui reputasi para pengelola perusahaan. Jika perusahaan dikelola oleh profesional yang bereputasi baik, maka perusahaan memiliki prospek yang cerah dan saham atau obligasi perusahaan ini bisa dipertimbangkan untuk dibeli. d. Laporan Keuangan Informasi laporan keuangan diperlukan untuk mengetahui tingkat kesehatan keuangan perusahaan. Jika kondisi keuangan perusahaan sehat, maka memiliki peluang besar untuk mencetak laba di masa-masa mendatang sehingga bisa diharapkan untuk membagi dividen atau membayar Bungan obligasi dan harga saham atau obligasi juga bisa meningkat. e. Proyeksi Dalam prospektus, biasanya emiten menyajikan proyeksi keuangan ke depan. Amati, proyeksi ini apakah pertumbuhannya masuk akal, misalnya, dicantumkan proyeksi laba akan meningkat 100 pada tahun berikutnya dari laba yang berjalan sekarang. Apakah ini bisa diterima akal sehat ataukah tidak. Jika Universitas Sumatera Utara 68 emiten membuat proyeksi yang tidak bisa diterima nalar normal, berarti tidak layak untuk dibeli saham ataupun obligasinya. f. Kebijaksanaan Dividen Informasi yang diperlukan untuk menilai kepedulian emiten terhadap pemegang sahamnya. Selain itu, juga untuk mengukur komitmen emiten terhadap janjinya sendiri. Jika perusahaan memiliki kebijaksanaan yang bagus, misalnya, akan memberikan dividen yang jumlahnya cukup besar dan secara konsisten, maka saham ini layak untuk dikoleksi sebagai investasi. Demikian pula, seandainya kelak pada saatnya membagi dividen ternyata emiten tidak konsisten, yaitu tidak melaksanakan kebijaksanaan dividen yang telah dicantumkan di prospektus, investor bisa meninggalkan emiten demikian, dengan melepas sahamnya, kecuali laba yang tidak dibagi sebagai dividen digunakan untuk memperbesar perusahaan, yang ditandai naiknya asset dan harga saham. Universitas Sumatera Utara 69 BAB III PELAKSANAAN PEKERJAAN PROFESI PENILAI DALAM KEGIATAN PENAWARAN SAHAM PERDANA A. Profesi Penilai

1. Pengertian Profesi Penilai

Secara singkat, Penilai appraiser diartikan sebagai orang yang melakukan penilaian atau disebut juga juru taksir. 119 Penilai adalah seseorang yang memiliki kualifikasi, kemampuan, dan pengalaman dalam melakukan kegiatan praktek penilaian untuk mendapatkan nilai ekonomis sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. 120 Yang dimaksud dengan tenaga penilai adalah seseorang yang telah lulus pendidikan di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai, lembaga pendidikan lain yang diakreditasi oleh Asosiasi Profesi Penilai, atau lembaga pendidikan formal. 121 Menurut Kode Etik Penilaian Indonesia 2013, Penilai Bersertifikat adalah seseorang yang telah lulus ujian sertifikasi di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh asosiasi profesi penilai. 122 Sedangkan yang dimaksud dengan Penilai Publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan. 123 Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu obyek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan 119 Joni Emirzon, Op. cit., hal. 8. 120 Kode Etik Penilaian Indonesia 2013 Pasal 3.7.1 121 Kode Etik Penilaian Indonesia 2013 Pasal 3.7.1.1 122 Kode Etik Penilaian Indonesia 2013 Pasal 3.7.1.2 123 Kode Etik Penilaian Indonesia 2013 Pasal 3.7.1.3 Universitas Sumatera Utara 70 Standar Penilaian Indonesia SPI dan peraturan-peraturan yang berlaku. 124 Dalam bahasa Inggris, kata penilaian tertulis “appraisal”, yang artinya penilaian, penaksiran, atau penghargaan. 125 Dalam Black Law Dictionary, kata Appraisal: A valuation or an estimation of value of property by disinterested persons or suitable qualification. The process of ascertaining a value of an asset or liability that ivolves expert opinion rather than explicit market transection. Lebih lanjut dijelaskan dalam kamus Black Law: Appraise: To fix or set a price or value upon; to fix and state the true value of a thing, and usually, in writing. To value property at what it is worth. 126 Kemudian, yang dimaksud dengan Usaha Jasa Penilaian adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas PT yang memberikan jasa penilaian atas suatu properti, baik berwujud maupun tidak berwujud, atas permintaan pemberi amanat dengan menerima imbalan. 127 Berdasarkan pengertian penilai dan usaha jasa penilai di atas, usaha jasa penilai diharuskan memiliki keahlian khusus, integritas, kejujuran dan objektivitas dalam memberikan pendapat mengenai nilai aset. Sedangkan ruang lingkup kegiatan usaha jasa penilai mencakup segala kegiatan yang meliputi penilaian terhadap nilai ekonomis harta benda berwujud dan tidak berwujud, penilaian terhadap proyek, penilaian terhadap kelayakan teknis, penilaian rekayasa, manajemen harta benda, bantuan terhadap proses jual-belipenyewaan atas suatu 124 Kode Etik Penilaian Indonesia 2013 Pasal 3.7.2 125 Joni Emirzon, Op. cit., hal. 9. 126 Ibid. 127 Ibid., hal. 12. Universitas Sumatera Utara 71 aktiva property agent, penilaian kelayakan usulan proyek serta jasa lainnya yang ada kaitannya dengan kegiatan penilaian dalam arti seluas-luasnya. 128

2. Bentuk-bentuk Usaha Jasa Penilai

Penolakan pejabat-pejabat di Departemen Keuangan sekarang Kementerian Keuangan untuk memberikan izin kepada perusahaan jasa penilai pertama yang akan berpraktek di Indonesia yang menyebabkan usaha jasa penilaian akhirnya berada di bawah pembinaan dan pengawasan Departemen Perdagangan. Namun, andai saja ketika itu Kementerian Keuangan langsung memutuskan agar usaha jasa penilai berada di bawah kewenangannya, juga belum jelas benar apakah perkembangan usaha jasa penilai akan seperti kondisinya saat ini atau lebih baik lagi. 129 Adalah Asian Appraisal dari Filipina yang merupakan perusahaan jasa penilai pertama yang secara resmi mengajukan izin untuk berpraktek di Indonesia. Asian Appraisal masuk ke Indonesia pada tahun 1973, ketika perkembangan perekonomian nasional mulai membutuhkan peran dari jasa profesi penilai. Ketika itu, di Indonesia belum ada perusahaan nasional yang bergerak di bidang penyediaan jasa penilaian. Juga belum ada orang Indonesia yang berpraktek atau berprofesi sebagai penilai. Karena para pejabat di Kementerian Keuangan belum mengenal adanya usaha jasa penilai dan profesi penilai, pengajuan izin oleh Asian Appraisal tersebut ditolak. Asian Appraisal disarankan mengajukan perizinan ke Departemen Perdagangan. Di Departemen Perdagangan, Asian Appraisal diberi 128 Joni Emirzon, Op. cit., hal. 13. 129 Doli D. Siregar, Op.cit., hal. 115. Universitas Sumatera Utara 72 izin berpraktek di Indonesia dan diperlakukan seperti perusahaan pada umumnya, tak ubahnya seperti perusahaan dagang. Sebab, saat itu juga belum ada aturan khusus yang mengatur perusahaan penyedia jasa penilaian. Ketika mulai beroperasi Assian Appraisal Filipina ini membentuk perusahaan baru, PT Asian Appraisal Indonesia. Inilah perusahaan penyedia jasa penilai pertama yang secara resmi berpraktek di Indonesia. Setelah itu, barulah bermunculan perusahaan- perusahaan penyedia jasa penilai, baik yan didirikan oleh orang asing maupun orang-orang Indonesia sendiri. 130 Empat tahun kemudian, tepatnya pada 1977, barulah Departemen Perdagangan menerbitkan beleid khusus yang mengatur tentang perusahaan jasa penilai berupa Surat Keputusan SK Menteri Perdagangan Nomor 161KPVI1977 tertanggal 07 Juli 1977 tentang Ketentuan Perizinan Usaha Penilaian. Dalam klausul Menimbang, misalnya, disebutkan bahwa, “ Jasa-jasa usaha penilai yaitu penaksiran nilai riil atas kekayaan atau harta benda yang dapat dijadikan dasar dan syarat untuk pelbagai transaksi perdagangan.” Lingkup pekerjaannya diatur dalam Pasal 1, yaitu “Usaha penilai adalah usaha penilaian atau harta benda baik berupa barang berwujud maupun tidak berwujud dari pemberi amanat dengan menerima imbalan.” Berikutnya, Pasal 2 mengatur kode etiknya, yaitu “Penilai harus memberikan pendapatnya secara jujur, obyektif, dan tidak memihak dengan mengeluarkan laporan hasil penilaian.” Semua perusahaan penyedia jasa penilaian harus memperoleh izin dari Menteri 130 Ibid., hal. 116. Universitas Sumatera Utara 73 Perdagangan, seperti diatur dalam Pasal 5, yaitu “Izin Usaha Perusahaan Penilai diberikan kepada perusahaan Nasional yang berbentuk Perseroan Terbatas.” 131 Dengan demikian, jelas sudah bahwa perusahaan jasa penilai yang beroperasi di Indonesia untuk pertama kali harus berbentuk PT dan tunduk pada undang-undang PT yang berlaku saat itu. Peraturan tentang bentuk tunggal usaha jasa penilai berbadan hukum PT ini berlangsung cukup lama, hampir dua dekade, dan berakhir pada 1996 ketika Kmenterian Keuangan ikut mengatur usaha jasa penilai. Pada 1996, Menteri keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 57KMK.0171996 tentang jasa Penilai Publik. Sejak dikeluarkannya PMK ini, bentuk usaha jasa penilai yang diatur dalam PMK tersebut adalah Usaha Sendiri, Usaha Kerja Sama, dan PT. Dan sejak saat itulah mulai dikenal istilah Usaha Jasa Penilai UJP, baik merupakan Usaha Sendiri maupun Usaha Kerja Sama, dan Perusahaan Jasa Penilai PJP, yaitu usaha jasa penilai yangberbadan hukum PT. UJP yang merupakan usaha sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 Huruf a pada PMK tersebut, penanggungjawabnya adalah penilai yang mendirikan UJP tersebut. Sedangkan, UJP yang merupakan Usaha Kerja Sama, sedikitnya harus didirikan oleh dua orang penilai dengan ketentuan satu orang bertindak sebagai Rekan dan seorang lagi bertindak sebagai Rekan Pimpinan. Namun, semua memikul tanggung jawab secara bersama-sama. 132 Sejak terbitnya PMK, terjadi dualisme dalam pengaturan usaha jasa penilai hingga 2004 ketika muncul Surat Keputusan Bersama SKB Menteri 131 Ibid., hal. 116-117. 132 Ibid., hal. 118. Universitas Sumatera Utara 74 Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Keuangan Nomor 423MPPKep72004 dan Nomor 327KMK.062004 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Menteri Perindustrian dan Perdagangan mengenai Pembinaan dan Pengawasan Usaha Jasa Penilai kepada Menteri Keuangan. Setelah keluarnya SKB ini, secara bertahap Kementerian Keuangan menghilangkan usaha jasa penilai yang berbadan hukum PT, dan per 1 Januari 2010 semua usaha jasa penilai berbentuk PT tidak diizinkan lagi memberikan dan melakukan kegiatan jasa penilaian berdasarkan PMK Nomor 01PMK.012010 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 406KMK.062004 tentang Usaha Jasa Penilai Berbentuk Perseroan Terbatas. 133

3. Transisi Bentuk Usaha dan Problematikanya

Penataan usaha jasa penilai mulai tuntas pada Januari 2010 ketika seluruh kegiatan jasa penilaian sepenuhnya sudah mengacu pada PMK Nomor 125PMK.012008 tentang Jasa Penilai Publik. PMK ini mengatur baik bentuk usaha jasa penilai maupun praktek profesi penilainya. Setelah terbitnya PMk Nomor 01PMK.012010 tersebut, misalnya bentuk usaha jasa penilai yang wajib dimiliki oleh setiap penilai public dalam memberikan jasa penilaian adalah Kantor Jasa Penilai Publik KJPP, baik berupa KJPP Perseorangan maupun KJP Persekutuan. Pendeknya, bentuk usaha sebagai wadah penilai publik yang diizinkan dalam memberikan jasa penilaian hanyalah KJPP. Tidak dimungkinkan lagi adanya bentuk usaha berbadan hukum PT. 134 133 Ibid., hal. 119. 134 Ibid., hal. 120. Universitas Sumatera Utara 75 Jika dirunut kebelakang, bentuk akhir usaha jasa penilai yang diatur dalam PMK Nomor 125PMK.012008 tersebut merupakan buah dari pergulatan yang sangat panjang dari seluruh stake holder usaha jasa penilaian. Ada beberapa kondisi yang menjadi latar belakang yang menuntut dilakukannya perubahan bentuk usaha jasa penilai ini. Pertama, berkaitan dengan pembatasan atau penyaringan penguasaan usaha jasa penilai. Sebab, seperti yang terjadi pada masa- masa awal kemunculan perusahaan penyedia jasa penilaian yang ketika itu masih berbadan hukum PT, kepemilikan dan penguasaan usaha jasa penilai berada di tangan para pemodal. Hal ini terlihat, ketika itu, siapa saja adal memiliki modal yang cukup bisa mendirikan dan mengelola perusahaan jasa penilai tersebut dimiliki dan sepenuhnya dikendalikan oleh para pemodal, tidak peduli apakah mereka memiliki latar belakang atau memahami bidang jasa penilaian atau tidak. Tidak peduli apakah mereka memahami standar penilaian dank ode etik penilai atau tidak. Di perusahaan-perusahaan seperti ini, status seorang penilai tak ubahnya sebagai karyawan biasa yang tidak memiliki akses dan hak untuk turut serta mengendalikan arah dan kebijakan perusahaan. 135 Kedua, berkaitan dengan tanggung jawab profesi. Seperti profesi-profesi lain pada umumnya, tanggung jawab atas hasil kegiatan penilaian juga melekat pada pribadi-pribadi orang yang menyandang profesi penilai tersebut. Dengan demikian, jika terjadi kesalahan pada proses, kegiatan, dan hasil penilaian tidak 135 Ibid., hal. 121-122. Universitas Sumatera Utara 76 seharusnya tanggung jawab dan resiko dibebankan kepada orang atau pihak yang tidak turut serta melakukan kegiatan penilaian. Pada usaha jasa penilai yang berbentuk PT, karena tunduk pada Undnag-Undang Perseroan Terbatas, jika penilai melakukan kesalahan, maka tanggung jawab dan risikonya dibebankan kepada direksi atau pengendali perusahaan. Sedangkan, penilai yang melakukan kesalahan bisa terbebas dari tenggung jawab dan risiko atas kesalahan yang dilakukan. Kenyataan ini bisa dinilai sebagai ketidakadilan dan sangat berbahaya karena sebagai profesional seorang penilai bisa terbebas dari tanggung jawab dan risiko atas kesalahan yang diperbuat. Padahal, sebagai profesional, seorang penilai tidak bisa lepas dan bebas dari tanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan dan kesalahan yang diperbuat. 136 Kenyataan-kenyataan itulah yang melatarbelakangi lahirnya kebijakan yang mengubah bentuk usaha jasa penilai dari PT menjadi KJPP. Namun, sayangnya, kebijakan ini tidak didukung oleh persiapan yang benar-benar matang dan komprehensif sehingga transisinya tidak berjalan mulus dan perubahan itu masih menyisakan banyak masalah. 137 Sesuai aturan dalam PMK tersebut, selain didirikan sedikitnya oleh dua orang penilai publik, KJPP Persekutuan dimungkinkan didirikan oleh sedikitnya dua orang yang salah satunya bukan penilai publik dengan syarat 60 persen dari modal Persekutuan dimiliki oleh penilai publik. Namun, beleid ini tidak menjamin 136 Ibid., hal. 122. 137 Ibid. Universitas Sumatera Utara 77 adanya kecukupan modal bagi Persekutuan. Dan, yang banyak terjadi justru sebaliknya. Banyak penilai publik berkantung tipis menggandeng pemodal besar untuk mendirikan KJPP. Artinya, meskipun secara resmi KJPP tersebut dikendalikan oleh penilai publik, dalam prakteknya di lapangan pengendali adalah rekan persekutuan yang bukan penilai publik. 138 Di saat yang sama, seringkali terjadi proses “kawin paksa” dan “kawin cerai” dalam hal pendirian dan pengelolaan KJPP. Misalnya, karena adanya kondisi yang memaksa, tanpa melalui perencanaan matang, dua orang penilai publik begitu saja mendirikan KJPP. Karena perusahaan jasa penilai yang berbentuk PT telah beku operasi, seorang penilai publik yang semula bekerja di perusahaan tersebut “harus” menemukan pasangan baru untuk “kawin” dan mendirikan KJPP. Tak lama kemudian terjadi “pecah kongsi” atau terjadi “perceraian”, sebab salah satu dari dua penilai publik di KJPP tersebut akhirnya mengakhiri persekutuan untuk kemudian membuat persekutuan baru dengan penilai publik lain. Lahirlah KJPP baru lagi. Kenyataan-kenyataan dan kecenderungan-kecenderungan yang mengiringi proses muncul dan tenggelamnya KJPP tersebut merupakan sesuatu yang tidak sehat bagi pengembangan usaha jasa penilai dan masa depan profesi penilai di Indonesia. 139 Jika dibandingkan begitu luasnya bidang jasa KJPP yang dikendalikan oleh penilai publik, pengembangan usahanya bisa dibilang masih jalan di tempat atau 138 Ibid., hal. 125. 139 Ibid., hal. 125-126. Universitas Sumatera Utara 78 bahkan stagnan. Tentang luasnya bidang jasa penilai publik tergambar dalam PMK Nomor 125PMK.012008 pada Bab II Pasal 2. Disitu disebutkan bahwa bidang jasa penilai publik meliputi penilaian properti dan penilaian bisnis. Untuk penilaian properti, antara lain meliputi tanah dan bangunan beserta kelengkapannya, serta pengembangan lainnya atas tanah; instalasi dan peralatan yang dirangkai dalam satu kesatuan danatau berdiri sendiri yang digunakan dalam proses produksi; alat transportasi, alat berat, alat komunikasi, alat kesehatan, alat laboratorium dan utilitas, peralatan dan perabotan kantor, dan peralatan militer; pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan; dan pertambangan. Sedangkan untuk bidang jasa penilaian bisnis diantaranya meliputi entitas bisnis; penyertaan, surat berharga termasuk derivasinya; hak dan kewajiban perusahaan; aktiva tidak berwujud; kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa tertentu economic damage untuk mendukung berbagai tindakan korporasi atau atas transaksi material; dan opini keawajaran. Di luar kedua bidang jasa penilaian tersebut, seperti disebutkan dalam Pasal 2 Ayat 4, penilai publik juga dapat memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penilaian, di antaranya meliputi konsultasi pengembangan properti, desain sistem informasi aset, pengelolaan properti, studi kelayakan usaha, jasa agem properti, dan pengawasan pembiayaan proyek. 140 140 Ibid., hal. 127-128. Universitas Sumatera Utara 79 Namun, kebanyakan KJPP justru masih berkutat dan berebut pasar di bidang jasa penilaian properti dan kemudian penilaian bisnis. Dan untuk bidang jasa penilaian properti pun kebanyakan masih berkutat pada penilaian kolateral di perbankan. Jika boleh dipersempit lagi, semua berebut pasar KPR. Seakan, penilai publik sudsh merasa puas hanya dengan memperoleh penugasan untuk penilaian KPR. Karena lingkup bisnis yang demikian dipersempit, wajar jika kemudian timbul persaingan tidak sehat, salah satunya berupa sengitnya tariff di antara para penilai guna memperebutkan pasar. Jarang sekali terdengar, bahkan memang nyaris tak pernah terdengar ada KJPP yang sukses mengembangkan bisnisnya di bidang-bidang jasa lainnya, seperti melakukan kegiatan konsultasi pengembangan properti, desain sistem informasi aset, pengelolaan properti, studi kelayakan usaha, jasa agen properti, dan pengawasan pembiayaan proyek. Dengan demikian, kapasitas pasar juga tidak berkembang. 141 Kondisi seperti ini akan membawa KJPP pada dampak lanjutan yang kurang baik. Dengan lingkup dan skala bisnis yang sempit dan pendapatan yang relatif rendah, dengan sendirinya KJPP tidak akan memiliki modal yang cukup untuk meningkatkan dan mengembangkan kapasitas bisnisnya business capacity. Kondisi ini akan terus menyeret KJPP dalam lingkaran setan daya saaing rendah. Daya saing KJPP dan juga penilai publik yang rendah pada gilirannya juga akan menempatkan industri jasa penilaian Indonesia berdaya saing rendah. Kondisi 141 Ibid., hal. 128-129. Universitas Sumatera Utara 80 seperti ini tidak hanya akan merugikan kalangan pelaku industry jasa penilaian sendiri, melainkan juga kurang kondusif bagi kepentingan perekonomian nasional. Di satu sisi, dengan daya saing yang rendah para pelaku usaha penilai Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk merebut pasar yang sangat luas. Di sisi lain, pembangunan perekonomian nasional kurang memperoleh dukungan dari peran yang bisa dimainkan oleh para pelaku usaha jasa penilai dalam negeri. Sebab, kebutuhan akan jasa penilai yang besar dan potensi pasar yang begitu terbuka justru akan dinikmati oleh pihak-pihak lain, atau perusahaan-perusahaan jasa penilaian asing yang sudah bersiap-siap memasuki pasar Indonesia ketika kran pasar bebas mulai dibuka. Apapun sebab musababnya, ketika pasar industry jasa penilaian dikuasai asing, akan sangat tidak menguntungkan bagi kepentingan ekonomi nasional. 142

B. Peraturan Jasa Penilai Berdasarkan Ketentuan Bapepam-LK Otoritas