77
Sehingga melalui kejadian itu semua ular merupakan pattangan dari marga Purba. Marga Purba yang masih kental dengan adat pasti tahu bahwa
mereka tidak boleh menyakiti ular apalagi memakannya. Mereka tidak akan membunuh dan memakan karena hal yang sederhana tetapi merupakan sebuah
prinsip. Meskipun ular hanya kutukan tetapi sebagai ularpun ia tetap
melindungi anaknya yaitu nenek moyang purba sampai menemukan pasangan hidup. Kepercayaan tersebut tentu memiliki ritual khusus untuk memperingati
ular tersebut, bahkan tidak jarang marga Purba meminta sesuatu kepada ular. Ritual yang dilakukan seperti pada umumnya, sirih dan jeruk purut.
Sirih dan jeruk purut ini diletakkan di sarang ular tersebut, ada tidaknya ular mereka tetap menyembah dan meninggalkan sesembahannya. Pada saat dulu
upacara ritual ini merupakan rutinitas dari marga Purba. Ritual ini merupakan bentuk solidaritas marga Purba terhadap asal
usul dari nenek moyang mereka. Kepercayaan pada masa lampau memang sudah semakin berkurang seiring perkembangan zaman. Akan tetapi, marga
Purba tetap harus mengetahui sejarah mereka.
4.2. Fungsi Pattangan di Marga Simalungun
4.2.1. Fungsi Pattangan Sebagai Pelindung
Pelindung artinya tempat untuk berlindung, tempat untuk bersembunyi, tempat untuk perlindungan. Menurut KBBI Pelindung adalah orang yang
melindungi, alat untuk melindungi. Pengertian melindungi ini lah yang
78
dimaksudkan pattangan sebagai pelindung. Dimana Hewan tersebut melindungi manusia dari orang lain atau dari ketakutan-ketakutan manusia itu
sendiri. Pattangan merupakan salah satu alasan seseorang dalam menentukkan
sikap apa yang ingin manusia lakukan. Ketika manusia mengerti apa yang menjadi pantangan maka manusia tersebut akan berfikir bahkan akan
menghindarinya. Pantangan Damanik untuk menganggu dan membunuh ular
Sibaganding Tua tentu dijalankan. Karena marga Damanik tidak ingin mendapat imbasnya dan ingin mendapatkan berkat dari ular tersebut. Pada saat
sekarang ini, manusia tentu lebih banyak menganggap ular Sibaganding Tua hanya sekedar cerita nenek moyang tanpa meyakini itu pernah terjadi, ujar
bapak Khairuddin. Seiring perkembangan zaman, wajar saja masyarakat apalagi marga
Damanik sebagian tidak menjalankan karena mereka belum merasakan bahkan belum melihat ular tersebut. Pernyataan bapak Khairuddin ini sesuai dengan
pengalamannya. Tetapi disini peneliti tidak hanya sekedar membahas kepercayaan masyarakat Simalungun saja. Peneliti juga membahas bagaimana
fungsi dari pattangan yang mereka jalankan. Fungsi dari pantangan tidak mengganggu ular Sibaganding Tua yaitu
masyarakat Damanik mendapatkan apa yang mereka inginkan. Saat masa kerajaan, teknologi belum secanggih sekarang. Bahkan dari segi kepercayaan,
79
masyarakat banyak menganut totemisme. Sehingga manusia hanya melakukan sesuai dengan kepercayaan dan kegunaan bagi manusia itu sendiri.
Ular Sibaganding Tua dinggap sebagai pelindung karena ular ini memang termasuk ular langka yang tidak memangsa manusia. Pada dasarnya
semua ular dalam posisi terjepit pasti akan mencatok manusia karena ketakutan. Tetapi ular sibaganding tua ini justru hannya diam ketika ada gerak
gerik dari sekitarnya. Fisik ular ini memang tidak memungkinkan untuk bergerak cepat hal ini juga lah yang membedakan dengan ular pada umumnya.
Ular ini tidak pernah merugikan marga Damanik, justru hewan ini banyak menguntungkan dan melindungi marga Damanik. Konon kata bapak
Khairuddin ular ini tidak segesit ular pada umumnya. Tetapi ketika ada orang lain ingin menyerang marga Damanik ular ini muncul dan orang lain tersebut
tidak jadi menyerang. Menurut prnuturan bapak Damanik Orang lain tersebut adalah bangsa lain yang tidak tahu tentang kesaktian ular ini.
Ular yang berukuran kecil tetapi memiliki diameter besar ini memang pantas dikatakana pelindung. Marga Damanik beranggapan ular ini memiliki
roh yang sama dengan manusia. Ular yang memiliki sifat untuk melindungi marga Damanik dari ancaman.
Perkutut adalah hewan yang bernilai lebih di marga Saragih, perkutut memiliki peranan di dalam marga saragih yaitu sebagai penolong. Penolong,
sahabat adalah nama hubungan antara perkutut dan Saragih. Saragih yang pernah di tolong oleh perkutut memberikan efek yang positif bagi hewan
80
unggas ini. Tidak banyak keuntungan yang didapatkan dari Saragih, bahkan Perkutut sering menganggu tanaman yang di tanam oleh petani.
Peneliti melihat bahwa burung Perkututlah yang lebih beruntung di banding Saragih seperti memakan benih padi di sawah, biji-bijian yang di
jemur oleh petani. Akan tetapi, Saragih menganggap perkutut adalah penolong sehingga hal ini dapat disebut dengan totemisme. Pertolongan yang di alami
Saragih menjadi perintah yang harus dituruti oleh keturunannya. Setelah meneliti dengan wawancara mendalam, peneliti tidak
menemukan banyak jasa yang diberikan oleh perkutut. Melainkan, hanya cerita kecil yang pada saat sekarang ini keturunan dari Saragih yaitu Alber
Saragih sendiri mengusir Perkutut jika menganggu padi yang ditanamnya. Perkutut tidak pernah di sembah oleh Saragih, baik memberi
sesembahan ataupun meminta kepada Perkutut. Pada masa lampau, tentu Saragih yang mengalami hal tersebut memiliki bentuk ucapan terimakasih
dengan cara setiap bertemu perkutut Saragihpun memberi hormat dengan tunduk.
Fungsi dari burung ini memang tidak begitu jelas terlihat tetapi burung ini tetap dikatakan memiliki sifat melindungi. Seperti yang sudah dijelaskan di
bab sebelumnya bahwa perkutut ini melindungi marga Saragih dari para penjajah atau bangsa asing yang memiliki niat jahat. Sehingga burung ini
menolong marga Purba dari ancaman tersebut.
81
Fungsi yang berarti berguna memang benar dirasakan oleh marga Saragih. Burung ini memang terlihat tidak sekuat hewan besar, bahkan burung
ini sangat gampang untuk di bunuh. Tetapi tanpa disadari burung ini memiliki fungsi yang sangat berguna bagi marga Saragih.
Sinaga memiliki pattangan yang lebih banyak dari marga Simangun lainnya. Sinaga memiliki tiga pantangan bahkan bisa lebih ketika marga
Sinaga menginginkan keberuntung yang lebih. Seperti yang dijelaskan sebelumnya ada tiga hewan yang marga Sinaga hargai yaitu Lembu sebagai
hewan pertama dan ular serta teringgiling. Pemahan Sinaga terhadap hewan sebagai kerabat lebih kaya dibanding ketiga marga lainnya yang ada di
Simalungun. Hewan yang marga Sinaga sembah tentu memiliki kegunaan yang penting bagi mereka.
Lembu yang awalnya berada di dekat istri Sinaga ternyata tidak memiliki kegunaan yang banyak. Marga Sinaga mengharagai lembu hanya
sebatas pernah melindungi akan tetapi tidak didewakan. Alasannya diperjelas oleh bapak Sinaga.
“kan kalau lembu itu terbawa dari India dan lagian menurutku nggak ada itu karena nggak ada lebihnya
dia. Lembu itu tidak pernah menunjukkan kekuatannya, bahkan lembu pun tidak ada memberi berkat. Hanya
saja nenek moyang dulu kan memperistri dari India juga, jadi itu hanya ajaran mereka. Kalau sekarang
lembu itu makanan yang enak, harganya pun mahal.”
Menurut kutipan wawancara tersebut diyakini bahwa lembu bukanlah seekor hewan yang memiliki nilai lebih. Ular dan teringgilinglah yang
82
merupakan sumber kekuatan bagi marga Sinaga. Ular dan teringgiling pun tidak bisa disembah sekaligus karena harus sesuai dengan keturunannya.
Hewan ini di percaya dapat memberikan rezeki bahkan kekuatan. Sinaga terkenal dengan ilmu peletnya, sehingga wajar lah ketika mereka
sangat mempercayai hewan dapat memberikan yang mereka inginkan. Sinaga mengatakan bahwa ketika dia menyembah ular dan
memberikan sesajen sesuai dengan syarat yang diberikan oleh leluhur maka permintaannya akan dipenuhi. Jika lembu tidak ada hubungannya dengan hal
gaib maka beda halnya dengan ular dan teringgiling. Bapak Sinaga yang menyembah ular ternyata menyembah harimau
juga. Harimau ini lah yang menemani bapak Sinaga sampai 20 tahun yang lalu. Tujuan bapak Sinaga agar dia terlindungi demikian dengan keluarganya.
Bapak Sinaga meminta perlindungan kepada hewan karena hal itu sudah menjadi rutinitas dari nenek moyang bapak Sinaga.
Sementara Purba memiliki pattangan yaitu tidak boleh membunuh atau memakan ular, karena ular dan marga Purba memiliki hubungan kekerabatan.
Hubungan kekerabatan sudah dijelaskan di bab sebelumnya. Bahwa nenek moyang dari marga Purba berasal dari anak Ular. Hal tersebutlah yang
menjadi alasan dari marga Purba untuk tidak membunuh ular. Ular ini merupakan ibu dari seorang bidadari yang di kutuk oleh
makhluk yang jahat. Sehingga bidadari dan keluarganya tinggal di hutan yang
83
cukup lebat dan tidak terjamah oleh manusia. Saat itu Purba yang juga di buang dari keluarganya berada di hutan yang sama dengan bidadari itu.
Akan tetapi Purba tidak pernah tahu dengan keberadaan bidadari. Hingga pada suatu ketika saat Purba ingin pergi dan memulai hidupnya,
diapun bertemu dengan perempuan itu. Saat itu juga perempuan tersebut mengajak Purba untuk datang kerumahnya.
Ketika sampai kerumah perempuan itu, Purba melihat ada ular dan burung kakak tua. Purba menerima keadaan itu karena si Ular tersebut dapat
berbicara layaknya manusia. Saat Purba memiliki keturunan diapun menceritakan tentang asal usul mereka. Hal inilah yang menjadi alasan untuk
marga Purba tentang kepercayaan terhadap ular sebagai pattangan mereka. Disini dapat dilihat bahwa marga Purba menghormati ular dan burung
kakak tua karena mereka adalah pelindung dari nenek moyang mereka. Nenek moyang mereka memiliki orangtua dari hewan tentu tugas orangtua adalah
melindungi anaknya. Marga Purba percaya kalau hewan tersebut akan tetap melindungi keturunan Purba. Demikian penjelasan dari bapak Purba.
Fungsi pattangan sebagai pelindung memang jelas terlihat dari keseluruhan informan. Setiap informan memiliki hewan yang dapat
melindungi mereka dan keturunannya. Pelindung yang berarti tempat berlindung memang benar dirasakan setiap marga di Saribudolok pada masa
lampau.
84
4.2.2. Fungsi Pattangan dari Aspek Ekonomi