1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kebudayaan dapat menunjukkan derajat dan tingkat peradaban manusia. Kebudayaan juga bisa menunjukan ciri kepribadian manusia atau
masyarakat pendukungnya. Kebudayaan yang merupakan ciri pribadi manusia, di dalamnya mengandung norma-norma, tatanan nilai atau nilai-nilai yang
perlu dimiliki dan dihayati oleh manusia atau masyarakat pendukungnya Sunjata, 1996:2.
Kepercayaan berkaitan dengan pandangan tentang bagaimana dunia ini berproses. Kepercayaan itu bisa berupa pandangan-pandangan atau
interpretasi-interpretasi tentang masa lampau, bisa berupa penjelasan- penjelasan tentang masa sekarang, bisa berupa prediksi-prediksi tentang masa
depan, dan bisa juga berdasarkan akal sehat, kebijaksanaan suatu bangsa, agama, ilmu pengetahuan, atau suatu kombinasi antara semua hal tersebut
Maran, 2003:38. Kepercayaan membentuk pengalaman, baik pengalaman pribadi
maupun pengalaman sosial. Pattangan menyerupai Totem, yang dapat dipercayai oleh manusia sebagai dasar dalam bertindak atau bersikap. Setiap
suku bangsa biasanya memiliki kepercayaan tersendiri terhadap totem. Para penganut kepercayaan totemisme meyakini bahwa mereka diturunkan dari satu
leluhur totem yang mistis, atau bahwa mereka dan para anggota dari totem
2
sejenis merupakan “saudara”. Mereka menggunakan totem sebagai simbol kelompok dan menganggapnya sebagai “pelindung” kelompok secara
keseluruhan. Totem dipercayai dapat membantu dan menjaga manusia dari gangguan ataupun serangan, totem juga dijadikan sebagai simbol yang
menguntungkan
1
. Pattangan merupakan kata yang menggambarkan bahwa manusia dan
hewan memiliki hubungan kekerabatan atau hubungan kekeluargaan. Masyarakat beranggapan bahwa ada hubungan istimewa antara manusia
dengan hewan. Hubungan yang terjadi antara hewan dan menusia adalah saling menguntungkan.
Masyarakat Simalungun merupakan salah satu suku bangsa yang berasal dari Sumatera Utara. Suku bangsa Simalungun memiliki berbagai
marga, dan marga pertama suku bangsa Simalungun yaitu marga Damanik
2
. Sementara ada tiga marga pendatang yaitu Saragih, Sinaga, dan Purba.
Kemudian marga-marga inilah yang menjadi empat marga besar di Simalungun.
Masyarakat Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantera-mantera dari “Datu” atau dukun
disertai persembahan kepada nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada tiga Dewa yang disebut Naibata.
Naibata Atas dilambangkan warna putih, Naibata Tengah dilambangkan warna merah, dan Naibata bawah dilambangkan warna
1
Dhavamony, Mariasusai. 2010. Fenomenologi Agama. cet. ke-11 Yogyakarta: Kanisius
2
Damanik merupakan marga pertama dan merupakan marga asli Simalungun
3
hitam. Bukan hanya itu saja, ajaran Hindu-Budha juga pernah mempengaruhi kehidupan di Simalungun Sinaga 2008 : 35.
Hal ini terbukti dari peninggalan berbagai patung dan arca yang ditemukan di beberapa tempat di Simalungun yang menggambarkan makna
Trimurti Hindu, sang Buddha yang menunggangi gajah Budha. Akan tetapi, jauh sebelum kepercayaan ini memperngaruhi masyarakat Simalungun,
mereka sudah percaya akan “Pattangan”
3
. Pergaulan hewan dengan manusia telah membentuk suatu tanggapan
yang religius, hewan lebih banyak memiliki kelebihan dibanding manusia, seperti mata hewan yang lebih tajam, pendengaran hewan yang lebih tajam
dibanding manusia. Masyarakat menganggap bahwa hewan tersebut adalah nenek moyang mereka.
Masyarakat yang menganggap hewan adalah bagian dari dirinya, maka dari situlah akan terdapat kekuatan dari hewan tersebut
4
. Hewan dipercayai dapat membantu manusia di dalam kesusahan maupun kesulitan. Dari hewan
itulah manusia percaya dan menganggapnya sebagai kekuatan dari dewa. Di India, sapi merupakan salah satu hewan yang dianggap suci dan sebagai
pelindung. Menurut seorang antropolog Marvin Harris, alasan pragmatis untuk
tidak membunuh sapi adalah karena alasan ekonomis di mana sapi sangat dibutuhkan untuk melalukan pekerjaan-pekerjaan berat, penghasil susu dan
sangat membantu dari sisi tenaga.
3
Pattangan merupakan istilah lain dari totem yang berasal dari suku bangsa Simalungun
4
www.tuanguru.com201210kepercayaan-totemisme.html
4
Tetapi bagi umat Hindu sapi adalah hewan yang suci. India sebagai negara dengan mayoritas pemeluk Hindu terbesar memberlakukan
perlindungan kepada hewan ini dengan mengesahkannya melalui peraturan undang-undang yang melarang pembantain terhadap sapi dan anak sapi.
Pemimpin perjuangan India seperti Mahatma Gandhi sangat menghormati hewan ini dan menganggap sapi sebagai hewan yang
merepresentasikan salah satu bentuk perlawanan yang diajarkan oleh Gandhi yaitu Ahimsa. Pada perayaan Keagamaan Hindu, Krisna dilambangkan sedang
menunggang sapi maka dari itu Krisna adalah pelindung Sapi, sehingga sapi harus dilindungi oleh manusia terkhusus bagi masyarakat India.
5
Masyarakat Simalungun terbagi atas empat marga besar, setiap marga di Simalungun memiliki hewan larangan karena di anggap nenek moyang
mereka. Damanik sebagai marga tertua memiliki pattangan yaitu Ular Sibaganding Tua. Ular Sibaganding Tua ini tidak bisa di pelihara ataupun di
bunuh karena ular ini merupakan sumber keberuntungan bagi masyarakat bermarga Damanik.
Saragih dipantangkan untuk memakan burung perkutut. Marga Sinaga juga tidak dapat memilihara ataupun membunuh ular dan teringgiling, karena
hewan tersebut sangat berjasa bagi marga Sinaga. Demikian pula halnya dengan marga Purba. Purba memiliki larangan untuk membunuh ular, karena
ular merupakan nenek moyang dari marga Simalungun. Purba dilarang membunuh ular karena Purba pernah menikahi perempuan yang mengaku
sebagai anak ular dan dibesarkan oleh ular tersebut.
5
http:www.academia.edu5002694Asas-asas_Antropologi_Dr._Abdullah_Taib._DBP_1985
5
Kepercayaan masyarakat Simalungun ini memiliki pro-kontra, ada yang mengatakan dongeng dan ada juga yang mengatakan bahwa cerita itu
adalah sejarah. Akan tetapi, penelitian ini bukan membahas kebenarannya melainkan bagaimana pandangan masyarakat Simalungun terhadap totem
tersebut. Peneliti untuk meneliti bagaimana pandangan masyarakat Simalungun
pada masa kini terhadap sistem kepercayaan masyarakat terhadap hewan dan menjadikan hewan sebagai nenek moyang atau sebagai salah satu pelindung.
Dimana pada saat sekarang melihat bahwa teknologi semakin canggih serta pemikiran manusia yang semakin berkembang, sehingga penelitian ini penting
untuk dilakukan.
1.2. Tinjauan Pustaka