Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)
Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal
(Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Dalam Bidang Antropologi Sosial
Oleh:
SHELLY ANDRIANI 100905056
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Shelly Andriani
Nim : 100905056
Judul : Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal
(Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)
Pembimbing Skripsi, Ketua Departemen
(Aida Fitria S.Sos, M.Si) (Dr. Fikarwin Zuska) NIP. 19621220 198903 1 005
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si ) NIP. 196805251992031002
(3)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan oleh:
Nama : Shelly Andriani
Nim : 100905056
Judul : Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal
(Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap
Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab.
Simalungun)
Pada ujian komprehensif yang dilaksanakan pada:
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Tim Penguji
1. Ketua Penguji : Aida Fitria Harahap S, Sos, Msi ( )
(4)
PERNYATAAN ORIGINALITAS
Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan
Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun) SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.
Medan, April 2014
(5)
ABSTRAK
Shelly Andriani, 2014. Judul Skripsi: Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 93 halaman, 5 tabel, dan 11 gambar.
Penelitian ini adalah mengenai persepsi masyarakat Desa Parbutaran terhadap pendidikan formal. Pendidikan merupakan sarana paling strategis untuk meningkatkan kualitas manusia. Artinya, melalui pendidikan, kualitas manusia dapat ditingkatkan. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal (PF) yang sering disebut pendidikan persekolahan berupa jenjang pendidikan yang telah baku.
Penelitian ini dilakukan di Desa Parbutaran Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun. Tingkat pendidikan di Desa Parbutaran tergolong rendah. Sebagian besar masyarakat Parbutaran hanya menamatkan sekolah sampai jenjang SMP.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penulisan dilakukan secara holistik, berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui observasi dan wawancara kepada masyarakat yang terkait dengan masalah penelitian.
Permasalahan yang dibahas adalah apa persepsi masyarakat Desa Parbutaran terhadap pendidikan formal, faktor apa saja yang menyebabkan anak-anak Desa Parbutaran sekolah/tidak melanjutkan sekolah dan apa harapan masyarakat Desa Parbutaran dikemudian hari setelah mengenyam pendidikan.
Kesimpulannya adalah bagi masyarakat Desa Parbutaran pendidikan formal itu penting. Akan tetapi, faktor ekonomi dan kesadaran para orang tua yang menganggap pendidikan di sekolah belum tentu menjamin masa depan membuat mereka memutuskan tidak melanjut sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
(6)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya sampaikan kepada Allah SWT, karena atas izin
dan kasih sayangnya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi dengan judul persepsi masyarakat Desa Parbutaran
terhadap pendidikan formal. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu
syarat untuk mencapai Sarjana S1 Antropologi Sosial di Departemen
Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang
tak terhingga kepada keluarga saya yang senantiasa mengasihi, mendidik,
dan memotivasi saya. Terutama kepada kedua orang tua saya yang sangat
tercinta yang juga sebagai motivator terbesar penyelesaian skripsi ini yaitu Amal dan Suratmi atas kasih sayang yang selama ini diberikan kepada
penulis. Terima kasih atas kerja keras bapak sehingga penulis bisa
merasakan duduk dibangku perkuliahan dan mendapatkan gelar S1. Juga
kepada adik tersayang Vita Sari yang selalu bertanya “kak kapan wisuda” membuat saya malu dan tidak ingin berlama-lama menyelesaikan skripsi.
Saya juga menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada
Ibu Aida Fitria Harahap S. Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi.
Kepada beliau saya ucapkan ribuan terima kasih atas kesabaran beliau
dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini menghadapi kelakuan
(7)
dan memberikan kritikan yang membangun dan masukan dalam penulisan
dan bersedia member ilmu pengetahuannya.
Pada kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam meyelesaikan
skripsi ini, antara lain kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,
Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Jurusan Departemen Antropologi
Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.
Agustrisno selaku dosen PA dan penguji. Terima kasih pak, atas saran dan
kebaikan bapak selama ini. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar
Departemen Antropologi FISIP USU yang telah memberikan begitu banyak
ilmu, wawasan serta pengetahuan baru bagi saya selama masa perkuliahan.
Demikian juga kepada staf administrasi Departemen Antropologi Kak
Nurhayati dan Kak Sofiana.
Terima kasih untuk kepada teman-teman mahasiswa/i Antropologi
FISIP USU angkatan 2010 atas pengalaman-pengalaman tak terlupakan
selama masa perkuliahan, terutama para sahabat. Terima kasih untuk Laura
Priscila dan Pricilia Harianja untuk masukkan-masukkannya selama saya
menegerjakan skripsi. Terima kasih untuk Zulham rusdi, Rina Berutu, Desy
Iriana, Lina Manalu, Andi Sasongko atas kebaikan kalian semuanya, dan
tentunya Debora Ginting kawan seperjuangan selama bimbingan. Dan
kawan kos yaitu kak Kone, Helena dan kak Prety yang selalu memberi
(8)
Dalam menulis skripsi ini telah dicurahkan segala kemampuan,
tenaga, pikiran dan juga waktu dalam penyelesaiannya. Namun demikian,
disadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, dengan
segala kerendahan hati diharapkan saran dan kritikan yang membangun dari
para pembaca. Besar harapan penulis ini bermanfaat bagi semua
pembacanya.
Medan,
2014
Penulis,
(9)
RIWAYAT HIDUP
Shelly Andriani lahir di Tanjungan, 20 Oktober 1992. Anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan Amal dan Suratmi.
Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Afdiling V Mayang pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Bosar Maligas pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar Perdagangan pada tahun 2010. Kemudian tahun 2010 melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dengan jurusan Antropologi Sosial di Universitas Sumatera Utara. Selama masa perkuliahan pernah mengikuti Training of Fasilitator (TOF), seminar Kota-Kota di Sumatera, Pencaplokan Budaya, Transformasi Nilai Pengorbanan Seorang Ibu. Pernah mendapatkan beasiswa BBM mahasiswa baru tahun 2010/2011, PPA tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014 dan mengikuti kegiatan organisasi UKMI pada tahun 2010-2011.
(10)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun
judul skripsi ini adalah : Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan
Formal di Desa Parbutaran Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna mendapatkan
gelar sarjana dari Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu
Politik, Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan hasil wawancara dan
observasi dengan masyarakat di Desa Parbutaran Kecamatan Bosar Maligas
Kabupaten Simalungun. Skripsi ini membahas mengenai persepsi
masyarakat Desa Parbutaran terhadap pendidikan formal.
Bagi masyarakat Parbutaran, pendidikan formal itu penting, tetapi
kenyataan bahwa seseorang yang menamatkan sekolah sampai Perguruan
Tinggi juga belum tentu dapat kerja atau apabila bekerja penghasilan belum
tentu besar, membuat mereka menganggap pendidikan bukanlah yang
dinomorsatukan. Pada skripsi ini, penulis juga membuat daftar pustaka dan
lampiran-lampiran seperti pedoman wawancara, daftar informan, surat
penelitian, surat balasan dari Kepala Desa Parbutaran, dan peta Desa
Parbutaran
Dalam penulisan skripsi ini, banyak hambatan yang dihadapi penulis
dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dalam menulis dan
masalah pribadi yang datang beramai-ramai. Namun, berkat pertolongan
(11)
skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, kritikan dan masukkan dari
berbagai pihak. Oleh karen aitu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada pihak yang telah membantu.
Medan, April 2014 Penulis,
(12)
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan……… i
Halaman Pengesahan………. ii
Abstrak……… iii
Ucapan Terima Kasih………... v
Riwayat Hidup………... viii
Kata Pengantar………... ix
Daftar Isi……….. xi
Daftar Tabel………... xiii
Daftar Gambar……… xiiii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……… 1
1.2 Tinjauan Pustaka………... 8
1.3 Rumusan Masalah………... 17
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 18
1.5 Metode Penelitian……… 18
1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian……… 18
1.5.2 Tekhnik Pengumpulan Data……….. 19
1.5.2.1 Observasi………... 19
1.5.2.2 Wawancara……… 20
1.5.2.3 Data Sekunder………... 21
1.6 Pengalaman Penelitian………... 22
BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Sejarah Desa Parbutaran……….. 25
2.2 Sistem Pemerintahan……… 27
2.3 Lokasi dan Lingkungan Alam………... 33
2.4 Pola Pemukiman……….. 35
2.5 Jumlah Penduduk……… 36
2.5.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama……….. 37
2.5.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur ……….. 37
2.5.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan……….. 38
2.6 Mata Pencaharian………... 39
2.7 Sarana dan Prasarana………... 40
2.7.1 Sarana Pendidikan………... 40
2.7.2 Sarana Ibadah……….. 45
2.7.3 Sarana Kesehatan……… 46
2.7.4 Sarana Transportasi dan Komunikasi…………. 47
2.8 Hubungan Sosial dan Organisasi Sosial……….. 49
(13)
BAB III. AKTIVITAS MASYARAKAT PARBUTARAN
3.1 Aktifitas di Pagi hari……….. 52
3.1.1 Aktifitas Orang Tua……….. 52
3.1.2 Aktivitas Anak-Anak……… 57
3.2 Aktifitas Siang Hari………... 58
3.2.1 Aktifitas Orang Tua……….. 58
3.2.2 Aktivitas Anak-Anak……… 59
3.3 Aktifitas Malam Hari………... 60
3.4 Tingkat Pendapatan………... 61
3.5 Biaya Hidup………... 64
3.6 Pola Hubungan Keluarga………... 68
BAB IV. PERSEPSI MASYARAKAT DESA PARBUTARAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL 4.1 Pemahaman Masyarakat Parbutaran Tentang Pendidikan Formal………. 72
4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Anak-anak Melanjutkan Sekolah atau Tidak……… 76
4.3 Alasan Memilih Sekolah……… 81
4.4 Harapan-harapan Masyarakat Parbutaran Setelah Mengenyam Pendidikan………. 83
4.5 Hubungan Persepsi Orang Tua Terhadap Minat Sekolah Anak………. 86
BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan………. 90
5.2 Saran………... 92 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Penduduk Menurut Agama yang Dianut
Tabel 2 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur
Tabel 3 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4 : Sarana Pendidikan di Desa Parbutaran
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Rumah di Parbutaran
Gambar 2 : Taman Kanak Albayan
Gambar 3 : Sekolah Dasar Alwasliyah
Gambar 4 : Anak SD pulang sekolah
Gambar 5 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Bosar Maligas
Gambar 6 : Madrasah Tsanawiyah Albayan
Gambar 7 : Suasana di Warung Tuak
Gambar 8 : Balita Sedang Bermain
Gambar 9 : Balita sedang berebut Mainan
Gambar 10 : Para Ibu yang Sedang Menggosip
(16)
ABSTRAK
Shelly Andriani, 2014. Judul Skripsi: Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 93 halaman, 5 tabel, dan 11 gambar.
Penelitian ini adalah mengenai persepsi masyarakat Desa Parbutaran terhadap pendidikan formal. Pendidikan merupakan sarana paling strategis untuk meningkatkan kualitas manusia. Artinya, melalui pendidikan, kualitas manusia dapat ditingkatkan. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal. Pendidikan formal (PF) yang sering disebut pendidikan persekolahan berupa jenjang pendidikan yang telah baku.
Penelitian ini dilakukan di Desa Parbutaran Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun. Tingkat pendidikan di Desa Parbutaran tergolong rendah. Sebagian besar masyarakat Parbutaran hanya menamatkan sekolah sampai jenjang SMP.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penulisan dilakukan secara holistik, berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui observasi dan wawancara kepada masyarakat yang terkait dengan masalah penelitian.
Permasalahan yang dibahas adalah apa persepsi masyarakat Desa Parbutaran terhadap pendidikan formal, faktor apa saja yang menyebabkan anak-anak Desa Parbutaran sekolah/tidak melanjutkan sekolah dan apa harapan masyarakat Desa Parbutaran dikemudian hari setelah mengenyam pendidikan.
Kesimpulannya adalah bagi masyarakat Desa Parbutaran pendidikan formal itu penting. Akan tetapi, faktor ekonomi dan kesadaran para orang tua yang menganggap pendidikan di sekolah belum tentu menjamin masa depan membuat mereka memutuskan tidak melanjut sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Penelitian ini adalah mengenai persepsi masyarakat terhadap
pendidikan formal di Desa Parbutaran Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten
Simalungun. Pendidikan adalah situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam arti sempit pendidikan
adalah pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal. Sedangkan para ahli psikologi memandang
pendidikan adalah pengaruh orang dewasa terhadap anak yang belum
dewasa agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh
terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosialnya dalam
bermasyarakat1.
Di awal abad ke-21 ini, prestasi pendidikan di Indonesia tertinggal
jauh di bawah negara-negara Asia lainnya, seperti Singapura, Jepang, dan
Malaysia. Lemahnya sumber daya manusia (SDM) hasil pendidikan juga
mengakibatkan lambannya Indonesia bangkit dari keterpurukan sektor
ekonomi yang merosot secara signifikan2 di tahun 1998. Namun saat
negara-negara ASEAN3 lainnya pulih, Indonesia masih belum mampu
1
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Alpabeta, Bandung 2009), hal 1
2
Sesuatu atau hal yang berarti, sifatnya penting, dan patut diperhatikan 3
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geo-politik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melaluiDeklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
(18)
melakukan recovery dengan baik. Dody Heriawan Priatmoko, dengan mengutip pernyataan Schutz dan Solow, menegaskan bahwa pendidikan
merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi4 melalui
peningkatan kualitas SDM. Hal ini dapat dilihat pada negara Jepang, dimana
kemajuan ekonomi yang didapatnya sekarang tak lepas dari peranan
pendidikan5.
Sistem pendidikan Jepang yang baik telah menghasilkan
manusia-manusia berkualitas sehingga walaupun hancur setelah kekalahan dalam
Perang Dunia II, mereka dapat cepat bangkit maju dan bersaing dengan
negara yang mengalahkannya dalam perang. Negara Asia lainnya seperti
Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura juga memperlihatkan
fenomena yang tidak jauh berbeda dari negeri matahari terbit ini, dimana
kemajuan ekonomi yang mereka dapatkan adalah karena tingginya kualitas
SDM-nya. Keadaan Indonesia berbeda jauh sekali dengan negara-negara
tersebut6.
Indikator lain yang menunjukkan betapa rendahnya mutu pendidikan
di Indonesia dapat dilihat dari data UNESCO (United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization) tahun 2000 tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia ( Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan per kepala
yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia di Indonesia
makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan
4
Proses perubahan kondisi perekonomian suatu Negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
5
Dede Rosyada, Paradigama Pendidikan Demokratis (Kencana, Jakarta 2004), hal 1
6
(19)
ke-102 pada tahun 1996, ke-97 tahun 1997, ke-105 tahun 1998, dan ke-109
tahun 1999, dan menurun ke urutan 112 pada tahun 20007.
Saat ini telah terjadi ketidakmerataan mutu pendidikan di berbagai
daerah di Indonesia. Di satu kondisi, orang tua berusaha keras mendaftarkan
anaknya di sekolah terbaik, disisi lain masih banyak orang tua yang tak acuh
terhadap dunia pendidikan. Ditambah lagi adanya perbedaan antara fasilitas
pendidikan di daerah kota dan di daerah pedesaan . Fasilitas pendidikan
yang lebih baik dan lebih lengkap di wilayah perkotaan menyebabkan
orang perkotaan mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Banyaknya anak yang putus sekolah disebabkan karena masalah
ekonomi. Tingkat pendidikan rumah tangga miskin ternyata jauh lebih
rendah dari rumah tangga bukan miskin. Rasio partisipasi dan rasio tamat
dari setiap tingkat pendidikan (SD, SMP, SMA, Akademi, dan Universitas)
didalam penduduk miskin selalu lebih rendah dibanding pada penduduk
bukan miskin.
Untuk tingkat SD, rasio partisipasi dan rasio tamat dari penduduk
miskin sebesar 90%, sedangkan penduduk bukan miskin sebesar 93,4%.
Untuk tingkat SMP, penduduk miskin sebesar 53,5% ,sedangkan penduduk
bukan miskin sebesar 64,55%. Untuk tingkat SMA, penduduk miskin adalah
21,2%, sedangkan bukan miskin adalah 42,7%. Untuk tingkat akademi,
penduduk miskin sebesar 14,4%, sedangkan penduduk bukan miskin
sebesar 23,1%, dan untuk tingkat universitas, penduduk miskin 23,1%,
7
(20)
sedangkan penduduk bukan miskin sebesar 25,5%8. Di sini terlihat bahwa
lebih tinggi tingkat pendidikan, lebih rendah rasio partisipasi dan rasio tamat
belajar. Tingkat pendidikan penduduk miskin lebih rendah bila
dibandingkan penduduk bukan miskin. Walaupun ada juga penduduk miskin
yang menamatkan sampai jenjang SMA, Diploma dan universitas, akan
tetapi penduduk miskin lebih banyak hanya menamatkan sekolah sampai
jenjang SD dan SMP.
Sekalipun kemiskinan berpengaruh besar terhadap anak-anak yang
tidak bersekolah, kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang
berpengaruh. Dalyono mengatakan:
“Rendahnya minat orang tua terhadap pendidikan disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya faktor pribadi (tingkat kesadaran), faktor ekonomi, faktor sosial budaya (social cultur), dan faktor letak geografis sekolah. Faktor sosial budaya berkaitan dengan kultur masyarakat yang berupa persepsi/pandangan, adat istiadat, dan kebiasaan. Peserta didik selalu melakukan kontak dengan masyarakat. Pengaruh-pengaruh budaya yang negatif dan salah terhadap dunia pendidikan akan turut berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak. Peserta didik yang bergaul dengan teman-temannya yang tidak sekolah atau putus sekolah akan terpengaruh dengan mereka9.
Rendahnya minat orang tua akan pendidikan bukan hanya
disebabkan oleh faktor ekonomi, akan tetapi faktor sosial budaya dan letak
geografis juga menjadi faktor yang cukup berpengaruh. Lingkungan sosial
budaya adalah semua orang yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan
8
Sutyastie Soemitro Remi dan Prijono Tjiptoherijanto, Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia (Rineka Cipta, jakarta, 2002) hal 19
9
http://hmpfuntan.wordpress.com/2013/02/11/rendahnya-tingkat-mutu-pendidikan-di-daerah-pedesaan/ (diakses tanggal 16 September 2013)
(21)
anak. Pengaruh sosial tersebut dapat dilihat secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh secara langsung, seperti terjadi di dalam pergaulan anak
sehari-hari dengan teman sebayanya atau orang lain. Ketika si anak bergaul
dengan temannya, maka si anak pun akan terikut dengan temannya.
Pengaruh secara tidak langsung dapat terjadi melalui jalur informasi, seperti
radio atau televisi.
Letak geografis daerah pedesaan membuat akses pendidikan sulit
untuk dijangkau. Pada umumnya hanya ada SD dan SMP, sehingga apabila
ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi si anak harus
menempuh jarak jauh atau menyewa rumah/kamar didaerah tersebut yan
tentunya lebih banyak membutuhkan biaya. Akan tetapi, ada juga beberapa
daerah yang terpencil bahkan tidak ada SD, sehingga anak harus menempuh
jarak yang jauh. Berbeda dengan daerah perkotaan yang letak
SD,SMP,SMA, Diploma, dan universitas yang saling berdekatan sehingga
memudahkan anak di perkotaan untuk mengenyam pendidikan dengan jarak
yang relatif dekat.
Anak-anak yang dibesarkan di kota pola pikirnya berbeda dengan
anak di desa. Pada umumnya anak yang tinggal di kota lebih bersikap aktif,
bila dibandingkan dengan anak desa yang selalu bersikap statis. Banyak
fasilitas yang memang mendukung untuk anak yang berada di perkotaan
lebih bersikap aktif yaitu adanya tempat les. Sedangkan kalau di desa jarang
ada tempat les. Ditambah lagi fasilitas yang disediakan di sekolah yang
berada di perkotaan lebih lengkap dibandingkan dengan sekolah yang
(22)
Ada pendapat masyarakat yang memandang bahwa menyekolahkan
anak hanya akan menambah pengangguran. Hal ini disebabkan oleh para
lulusan sekolah yang belum mampu memenuhi dunia kerja. Sekolah adalah
salah satu tempat yang bukan hanya berfungsi untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, tetapi juga tempat untuk seseorang bisa menjadi pribadi yang
lebih baik lagi. Gunawan mengatakan bahwa:
“Sekolah sebagai lembaga pendidikan sangat berperan dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarakat yang bermakna bagi masyarakatnya.” Melalui pendidikan formal akan terbentuk kepribadian seseorang yang diukur dari perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor seperti terdapat dalam teori Bloom10.
Konsep taksonomi bloom mengklasifikasikan tujuan pendidikan
dalam tiga ranah (kawasan atau domain). Ketiga ranah yang dimaksud, yaitu
: pertama, ranah kognitif (cognitive domain) meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah ini berisi
perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,
pengertian, dan keterampilan berpikir. Kedua, ranah afektif (affective domain) meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Domain ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Ketiga, ranah
psikomotorik (psyomotor domain) berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik. Kawasan ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan
10
http://tarmizi.wordpress.com/2010/03/01/faktor-sosial-budaya-penyebab-rendahnya-minat-terhadap-pendidikan/ (diakses tanggal 16 September 2013)
(23)
aspek keterampilan motorik, seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin11.
Masyarakat yang tidak menyadari pentingnya pendidikan formal
akan menjadi masyarakat yang minim pengetahuan, kurang keterampilan,
dan kurang keahlian. Mereka akan menjadi masyarakat yang tertinggal dan
terbelakang. Dalam persaingan, mereka akan kalah bersaing dengan
masyarakat lain yang pendidikannya sudah maju, terlebih-lebih bersaing
pada era globalisasi dan informasi pada saat ini. Yang akan terjadi di
kemudian hari, anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan formal akan
menjadi beban bagi masyarakat bahkan sering menjadi pengganggu
ketentraman masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pendidikan
atau pengalaman intelektualnya, serta tidak memiliki keterampilan yang
menopang kehidupan sehari-hari12.
Hal ini juga terjadi di Desa Parbutaran, terlihat dari rendahnya
persentase anak-anak yang menamatkan sekolah tingkat SMA sebesar
12,49%, Diploma sebesar 1,12 %, dan Universitas sebesar 0,59% . Dari
hasil observasi sementara rendahnya tingkat pendidikan di Desa Parbutaran
bukan hanya disebabkan karena masalah ekonomi melainkan karena
sebagian besar masyarakat di Desa Parbutaran beranggapan pendidikan di
sekolah bukanlah hal penting yang harus dinomorsatukan. Oleh karena itu
peneliti pun tertarik untuk meneliti tentang “Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten Simalungun.
11
Ibid 12
(24)
1.2
Tinjauan Pustaka
Kebudayaan adalah suatu sistem pengetahuan yang diperoleh
manusia melaui proses belajar, yang mereka gunakan untuk
menginterpretasikan dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk
menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka.
Asumsinya adalah bahwa setiap masyarakat mempunyai satu sistem yang
unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena material,
seperti benda-benda, kejadian, perilaku dan emosi. Karena itu, objek
kajiannya bukanlah fenomena material tersebut, tetapi tentang cara
fenomena material tersebut diorganisasikan dalam pikiran (mind) manusia (Spradley dalam Amiruddin: 1997).
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. Ciri-ciri masyarakat adalah (1) interaksi antar warga-warganya; (2) adat-istiadat, norma, hukum, dan
aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga Negara
kota atau desa; (3) kontinuitas waktu; (4) dan rasa identitas kuat yang
mengikat semua warga. Dengan memeperhatikan ciri-ciri tersebut maka
secara khusus dapat dirumuskan definisi mengenai masyarakat yaitu
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama13.
13
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Edisi revisi (Rineka Cipta, Jakarta 2009), hal 116
(25)
Pendidikan adalah sebenarnya proses pembudayaan. Tidak ada suatu
proses pendidikan tanpa kebudayaan dan tanpa masyarakat, dan sebaliknya
tidak ada suatu proses kebudayaan tanpa pendidikan. Proses pendidikan
hanya dapat terjadi di dalam hubungan antar manusia didalam suatu
masyarakat. Proses pendidikan merupakan suatu proses dan sekaligus suatu
kata benda. Pendidikan sebagai suatu proses merupakan suatu interaksi
antara pendidik dan peserta didik di dalam suatu masyarakat. Pendidikan
adalah suatu proses menaburkan benih-benih budaya dan peradaban
manusia yang hidup dan dihidupi oleh nilai-nilai atau visi yang berkembang
dan dikembangkan di dalam suatu masyarakat. Inilah pendidikan sebagai
suatu proses pembudayaan14.
Proses pendidikan senantiasa berlangsung bagi setiap manusia, baik
yang masih bersekolah maupun tidak, yang berusia muda maupun tidak,
yang perempuan maupun tidak. Menurut Yustina Rostiawati, pendidikan
adalah:
Suatu proses mendidik seseorang manusia menjadi manusia yang dapat menghargai martabat setiap manusia baik perempuan maupun laki-laki. Implikasinya, seseorang manusia yang terdidik akan berusaha untuk senantiasa memperluas cakrawala wawasannya, memperdalam pengetahuannya, dan berisikan adil terhadap manusia lain tanpa memperhatikan jender, ras maupun etnis. Pendidikan bukan suatu proses pengolahan masukan (input) menjadi luaran (output) yang efektif, efisien, dan sikap pakai untuk dunia kerja dan kebutuhan pasar. Dengan kata lain, sistem pendidikan dan proses pendidikan tidak sama dengan sistem dan proses produksi dalam pabrik (Yayasan Toyota dan astra, 2004 : 438).
14
Tilaar. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia ( PT Remaja Rosdakarya, Bandung,1999), hal 7
(26)
Pendidikan adalah suatu proses mendidik seseorang agar menjadi
pribadi yang lebih baik. Seseorang yang berpendidikan bukan hanya saja
lebih memperdalam ilmu pengetahuannya, akan tetapi juga harus lebih bisa
menghargai orang lain. Pendidikan tidak seperti pabrik produksi yang
mengolah dari barang mentah menjadi barang jadi/siap pakai. Pendidikan
belum tentu menjamin seseorang akan mendapatkan pekerjaan kalau tidak
diimbangi dengan keterampilan.
Pendidikan membantu dan memberdayakan manusia untuk
membangun daya kekuatan yang kreatif, dan mampu melakukan sesuatu.
Salah satu aspek individual dari pemberdayaan adalah agar manusia
memiliki kemampuan berpikir, menguasai ilmu penegetahuan dan
tekhnologi, mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan membangun
berbagai keterampilan. Pendidikan juga membantu dan memberdayakan
manusia untuk membangun kekuatan bersama, solidaritas atas dasar
komitmen pada tujuan dan pengertian yang sama, untuk memecahkan
persoalan yang dihadapi guna menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan
kata lain, pendidikan juga memberdayakan manusia untuk membangun
komunitas, memperkuat hubungan antar manusia15.
Pendidikan merupakan sarana paling strategis untuk meningkatkan
kualitas manusia. Artinya, melalui pendidikan, kualitas manusia dapat
ditingkatkan. Dengan kualitas meningkat, produktivitas individual manusia
pun akan meningkat pula. Selanjutnya, jika secara individual produktivitas
manusia meningkat maka secara komunal produktivitas bangsa akan
15
(27)
meningkat. Bahwa untuk meningkatkan produktivitas bangsa, diperlukan
dana besar memang demikian hukum ekonominya16.
Sejalan dengan itu, kalangan antropolog dan ilmuwan sosial lainnya
melihat bahwa pendidikan merupakan upaya untuk membudayakan dan
mensosialisasikan manusia sebagaimana yang kita kenal dengan proses
enkulturasi (pembudayaan) dan sosialisasi (proses membentuk kepribadian
dan perilaku seorang anak menjadi anggota masyarakat sehingga anak
tersebut diakui keberadaanya oleh masyarakat yang bersangkutan). Dalam
pengertian ini, pendidikan bertujuan membentuk agar manusia dapat
menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu
bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, baik secara
pribadi, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan17.
Daoed Joesoef memandang pendidikan sebagai bagian dari
kebudayaan karena pendidikan adalah upaya memberikan pengetahuan
dasar sebagai bekal hidup. Pengetahuan dasar untuk bekal hidup yang
dimaksudkan di sini adalah kebudayaan. Dikatakan demikian karena
kehidupan adalah keseluruhan dari keadaan diri kita, totalitas dari apa yang
kita lakukan sebagai manusia, yaitu sikap, usaha, dan kerja yang harus
dilakukan oleh setiap orang, menetapkan suatu pendirian dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat yang menjadi ciri kehidupan manusia sebagai
makhluk bio-sosial18.
16
Ibid
17
http://fikrienas.wordpress.com/budaya-dan-pendidikan/ 18
(28)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
susasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk meiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara19.
Selanjutnya menurut Poerbakawatja Harahap (1981), pendidikan
adalah
“…usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya…orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang tua yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik misalnya guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kepala asrama dan sebagainya20.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik,
luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan
pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap
kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
segenap kegiatan pendidikan21.
Makna dan tujuan dari pendidikan adalah untuk memerdekakan,
membudayakan, dan memanusiakan manusia termasuk di dalamnya proses
sosialisasi nilai-nilai transenden dan kultural yang diharapkan dapat
senantiasa membantu manusia dalam proses menjadi manusia (on the process of becoming human), seperti diungkapkan oleh Sastrapratedja. Fuad
19
UU Sistem Pendidikan Nasional (Pustaka Pelajar, Yogyakarta2005)
20
Muhibbinsyah. Psikologi Pendidikan (PT Rosdakarya, Bandung 2010), hal 11 21
Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan edisi revisi (Rineka Cipta, Jakarta 2005), hal 33
(29)
Hassan lebih lanjut mengungkapkan, manusia tidak akan pernah berhenti
berproses melalui pendidikan yang bukan hanya terbatas sebagai sistem
persekolahan dalam pendidikan formal, melainkan juga di dalam arti dan
makna yang lebih luas. ( Yayasan Toyota dan Astra, 2004: 438)
Secara tradisional, pendidikan dipandang sebagai kegiatan yang
bertujuan, sebagai jalan menuju pencapaian tujuan yang terletak di luar
proses pendidikan adalah untuk membantu mencapai kehidupan yang baik,
kebahagiaan, keadaan yang final. Bukan hanya pendidikan yang menjadi
penopang upaya mencapai tujuan itu. Anggapan bahwa pendidikan adalah
cara atau alat menyebabkan diaturnya unsur-unsur pendidikan mengikuti
arus zaman dan tempat ini, seperti kini pendidikan dianggap sebagai cara
mencapai penyesuaian sosial, mencapai profesi yang memadai, atau
mencapai kepemimpinan dalam masyarakat22.
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan
informal. Pendidikan formal (PF) yang sering disebut pendidikan
persekolahan berupa jenjang pendidikan yang telah baku. Mulai dari jenjang
sekolah dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi (PT). Pendidikan taman
kanak-kanak masih dipandang sebagai pengelompokkan belajar yang
menjembatani anak dalam suasana hidup dalam keluarga dan di sekolah
dasar. Biasa juga disebut pendidikan prasekolah dasar (Pra-Elementary School). Menurut UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, dinyatakan setiap warga Negara diwajibkan mengikuti pendidikan
22
(30)
formal minimal sampai tamat SMP23. Pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur keluarga dan lingkungan.
Sekolah adalah salah satu saluran atau media dari proses
pembudayaan media lainnya adalah keluarga dan institusi lainnya yang ada
di masyarakat. Sekolah adalah media sosialisasi yang lebih luas dari
keluarga. Sekolah mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar dalam
pembentukan sikap dan perilaku seorang anak, serta mempersiapkannya
untuk penguasaan peranan-peranan baru di kemudian hari di kala anak atau
orang tidak lagi menggantungkan hidupnya pada orang tua atau keluarganya
(J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2010: 94).
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia pendidikan, faktor
budaya menjadi faktor yang menentukan keberhasilan. Faktor budaya ini
berkaitan dengan kultur masyarakat yang berupa paradigma atau
persepsi/cara pandang. Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku
seseorang terhadap objek dan situasi lingkungannya. Manusia akan selalu
dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya, tingkah laku dan cara berfikir untuk
menanggapi sesuatu peristiwa yang terjadi dilingkungannya.
Istilah persepsi sering disebut juga dengan pandangan, gambaran,
sebab dalam persepsi terdapat tanggapan seseorang mengenai satu hal atau
objek. Persepsi mempunyai banyak pengertian, menurut Leavit persepsi
dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat
sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau
23
Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan edisi revisi (Rineka Cipta, Jakarta 2005), hal 76
(31)
pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan
sesuatu. Persepsi menurut Desiserato adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan24.
Menurut Moskowitz dan Ogel persepsi merupakan proses integrasi
dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau
individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas
yang integrated dalam diri individu25.
Persepsi menurut Fielman adalah proses konstruktif ketika kita
menerima stimulus yang ada dan berusaha memahami situasi. Sedangkan
menurut Morgan, persepsi mengacu pada carakerja, suara, rasa, selera, atau
bau. Dengan kata lain, persepsi dapat didefinisikan apa pun yang dialami
oleh seseorang. Persepsi adalah proses pengolahan informasi dari
lingkungan yang berupa stimulus, yang diterima melalui alat indera dan
diteruskan ke otak untuk diseleksi, diorganisasikan sehingga menimbulkan
penafsiran atau penginterpretasian yang berupa penilaian dari penginderaan
atau pengalaman sebelumnya. Persepsi merupakan hasil interaksi antara
dunia luar individu (lingkungan) dengan pengalaman individu yang sudah
diinternalisasi dengan sistem sensorik alat indera sebagai penghubung, dan
dinterpretasikan oleh sistem syaraf di otak26.
24
http://www.psychologymania.com/2011/08/pengertian-persepsi.html?m=1 (diakses tanggal 5 september
25 Ibid 26
(32)
Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono adalah
proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh
informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba,
dan sebagainya). Sebaliknya alat untuk memahami adalah kesadaran27.
Secara umum menurut Sondang P.Siagian ada 3 faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang yaitu:
1. Faktor pelaku persepsi yaitu diri orang yang bersangkutan sendiri.
Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan
interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh
karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif,
kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.
2. Faktor sasaran persepsi yaitu sasaran itu mungkin berupa orang,
benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh
terhadap persepsi orang yang melihatnya. Dengan perkataan lain,
gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri lain dari sasaran
persepsi turut menentukan cara pandang orang yang melihatnya.
3. Faktor situasi persepsi yaitu persepsi harus dilihat secara
kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul
perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut
berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang28.
27
Ibid
28
Sondang P.Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya (PT Rineka Cipta, Jakarta 1995), hal 101
(33)
1.3
Rumusan Masalah
Penelitian ini akan dilakukan di Desa Parbutaran Kecamatan Bosar
Maligas Kabupaten Simalungun. Alasan peneliti memilih Desa Parbutaran
karena tingkat pendidikan yang rendah29. Berdasarkan observasi sementara
tingkat pendidikan yang rendah disebabkan faktor ekonomi dan persepsi
anak ataupun orang tua yang menganggap sekolah tidak menjamin masa
depan. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah ada maka yang menjadi
pokok permasalahan penelitian adalah “Persepsi Masyarakat Desa
Parbutaran Terhadap Pendidikan formal”.
Pokok permasalahn tersebut akan dirumuskan dengan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi masyarakat Desa Parbutaran terhadap
pendidikan formal.
2. Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi anak-anak Desa
Parbutaran sekolah/tidak melanjutkan sekolah.
3. Adakah hubungan antara persepsi orang tua terhadap
pendidikan formal dengan minat anak untuk bersekolah.
29
Indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik
(34)
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perspsi
masyarakat Desa Parbutaran terhadap pendidikan formal. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara praktis maupun akademis.
Secara praktis, penelitian ini dapat memberi masukan bagi mahasiswa
Universitas Sumatera Utara. Secara akademis, dapat juga bermanfaat untuk
menambah wawasan dan kepustakaan di bidang Antropologi ataupun
ilmu-ilmu pendidikan yang berhubungan dengan penelitian ini.
1.5
Metode Penelitian
1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Menurut Moleong (2005:6) penenlitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa yang yang
terjadi dan dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode kualitatif yaitu berupa
pengamatan, wawancara dan studi kepustakaan. Dengan tahapan penelitian
pra lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan diakhiri dengan tahap
penelitian laporan penelitian peneliti.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi etnografi. Penelitian
(35)
bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atau hasil penelitian lapangan
(field work) selama sekian bulan atau sekian tahun30.
1.5.2 Tekhnik Pengumpulan Data 1.5.2.1 Observasi
Observasi adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejolak
(tindakan atau peristiwa atau peninjauan secara cermat dan langsung di
lapangan atau lokasi penelitian dengan cara mengamati). Dengan observasi
kita dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial dan budaya yang
sukar untuk diketahui dengan metode lainnya.
Peneliti mengawali terlebih dahulu dengan observasi. Dalam hal ini,
peneliti mencoba untuk mengamati saja, yakni dengan mengamati tanpa ikut
terlibat langsung dengan objek yang sedang diteliti. Melihat aktifitas dan
gambaran pendidikan masyarakat desa Parbutaran. Selanjutnya, peneliti
akan melakukan observasi partisipasi (participant observation) yang artinya metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan penginderaan dimana observer atau peneliti benar-benar melihat dalam keseharian informan (Bungin, 2007).
30
(36)
1.5.2.2 Wawancara
Wawancara mendalam (indepth interview) merupakan metode pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif.
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan wawancara (interview guide), pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relative
lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah
keterlibatannya dalam kehidupan informan. Dengan metode ini, peneliti
akan menggunakan pedoman wawancara.
Peneliti berusaha menjalin rapport31dengan informan. Pengembangan rapport dilakukan dengan cara hidup beradaptasi dan mengikuti kegiatan sehari-hari masyarakat di Desa Parbutaran dan menjalin hubungan yang
baik dengan penduduk setempat sehingga ketika melakukan wawancara,
data yang diperoleh benar-benar atau mendekati fakta yang sesungguhnya.
Hasil-hasil wawancara akan dicatat dalam catatan lapangan untuk
memudahkan pemahaman akan disertakan foto, rekaman suara dan video
yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Pada tulisan ini, peneliti akan membedakan antara informan kunci dan
informan biasa. Informan kunci adalah orang-orang memahami
permasalahan yang diteliti dan yang menjadi fokus peneliti yang meliputi
keluarga yang anaknya tidak bersekolah atau bersekolah sampai jenjang SD
31
Rapport adalah hubungan antara peneliti dan subjek yang sudah melebur sehingga seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah anatara keduanya.
(37)
atau SMP . Informan biasa sebagai pembanding meliputi keluarga yang
anaknya bersekolah sampai SMA, PT dan guru sekolah di Desa Parbutaran.
1.5.2.3 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi
memiliki keterkaitan fungsi sebagai salah satu aspek pendukung bagi
keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau
referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, data
sekunder dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan sebagai tekhnik
oengumpulan data selanjutnya, dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana
pendukung untuk mencari dan mengumpulkan data dari beberapa buku,
jurnal, majalah, Koran dan hasil penelitian para ahli lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian guna lebih menambah pengertian dan wawasan
(38)
1.6
PENGALAMAN PENELITIAN
Awal mula peneliti melakukan wawancara adalah dengan salah
seorang teman peneliti sendiri. Setelah informan bersedia diwawancarai,
peneliti pun tidak mebuang-buang waktu untuk langsung
mewawancarainya. Diawal wawancara kami pun tertawa-tawa kecil karena
tidak biasa melakukan tanya jawab seperti itu. Butuh waktu sekitar 5 menit
untuk menetralkan suasana. Akhirnya peneliti pun mulai mewawancarainya
dan informan pun mulai terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan peneliti.
Setelah peneliti mewawancarainya kami pun pulang kerumah
masing-masing karena hari sudah sore.
Tidak kalah sulitnya dengan awal mula peneliti melakukan wawancara
pertama, wawancara selanjutnya kepada informan-informan yang telah
peneliti tentukan pun lumayan sulit. Walaupun sudah peneliti jelaskan
maksud wawancara peneliti akan tetapi ada beberapa informan yang
beranggapan akan menerima uang setelah diwawancarai. Ditambah lagi
terkadang informan kurang mengerti maksud dari pertanyaan peneliti,
sehingga peneliti harus bertanya dengan kalimat yang lebih dimengerti oleh
informan.
Ada perbedaan ketika peneliti bertanya kepada informan yang hanya
tamat SD dengan informan yang SMA, D3 dan S1. Kalau bertanya kepada
yang tamat SD biasanya peneliti harus mengulang-ulang dengan kalimat
yang lebih sederhana, sedangkan kalau bertanya kepada yang tamat SMA,
(39)
Pemilihan informan tidak terlalu sulit untuk peneliti dikarenakan
penelitian ini di desa peneliti sendiri, sehingga peneliti sudah bisa
menetapkan informan sesuai kebutuhan informan. Walaupun lokasi
penelitian ini di desa peneliti sendiri akan tetapi bukan berarti peneliti tidak
mengalami kesulitan saat mewawancarai informan. Ada beberapa informan
yang peneliti pilih akan tetapi tidak mau untuk diwawancarai sehingga
peneliti harus mencari informan lain. Biasanya informan yang tidak mau
diwawancarai adalah anak muda yang hanya tamat SD atau SMP.
Ada rasa malu yang peneliti tangkap dari penolakan mereka. Mereka
mungkin malu karena hanya tamat SD atau SMP. Selain itu, mereka juga
takut tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peneliti karena dalam
pikiran mereka wawancara ini berhubungan dengan pelajaran, padahal
sudah peneliti jelaskan diawal bahwa pertanyaan-pertanyaannya tidak
berhubungan dengan pelajaran melainkan pendapat mereka yang terlepas
dari benar atau salah. Ada sebagian informan yang memang teman peneliti
sendiri, sehingga ketika peneliti mewawancarai mereka peneliti dapat
langsung menangkap apa yang mereka rasakan. Rasa cemburu itu sudah
pasti. Rasa sedih lebih pasti karena terlihat dari sorotan mata maupun cara
mereka menjawab. Mereka cemburu dan sedih dikarenakan peneliti bisa
kuliah sedangkan mereka hanya bisa menamatkan SMP, seperti yang pernah
mereka ucapkan pada peneliti. Sehingga terkadang peneliti mencoba
mengalihkan pembicaraan untuk menyegarkan suasana.
Bukan hanya itu saja, ketika peneliti mewawancarai beberapa orang
(40)
garuk-garuk kepala. Sakit kepala, bingung, itulah yang terkadang peneliti
rasakan. Ketika ditanya mereka terkadang hanya menjawab gak ada uang, menggeleng, mengangguk, dan bahkan tertawa. Sungguh membutuhkan
kesabaran ekstra untuk memperoleh data dari mereka.
Berbeda dengan informan yang tamat jenjang SMA, D3, S1, informan
yang tergolong di kategori ini lebih mudah untuk diwawancarai dan lebih
mudah untuk menjawab pertanyaan yang peneliti berikan. Dari wawancara
yang peneliti lakukan setidaknya peneliti bisa memahami sesuatu yaitu
memang pendidikan seseorang mempengaruhi seseorang itu untuk
(41)
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 Sejarah Desa Parbutaran
Menurut sejarah dahulu kala sekitar tahun 1800-an ada seorang yang
bernama Mandis Purba yang berasal dari Pematang Raya ke daerah yang
sekarang disebut Parbutaran. Kedatangan Tuan Mandis ke daerah tersebut
dikarenakan perkelahiannya dengan saudara tirinya sehingga Tuan Mandis
memutuskan untuk pergi ketempat lain untuk mencari rotan dan damar.
Akhirnya sampailah beliau ke daerah yang sekarang bernama Parbutaran.
Ketika Tuan Mandis masuk ke daerah tersebut beliau membuat rumah yang
beratapkan bambu (atap butar).
Lambat laun Tuan Mandis Purba pun mengajak kawan-kawannya
yang bermarga Saragih, Sinaga, Sitorus dan Manurung untuk datang ke
daerah tersebut dan orang-orang mulai memanggil daerah tersebut dengan
Parbutaran (asal mula atap bambu = butar). Awal mula dibentuknya
Parbutaran terdiri dari anak kampung Halagoi (sekarang kampung Lalang),
Batu Hopit, Turunan, Marihat Tanjung (sekarang Tanjungan), Butar Lembu
(sekarang Marihat Butar).
Pada zaman dulu Parbutaran disebut kerajaan dengan Tuan Mandis
sebagai rajanya. Tuan Mandis sangat suka berkawan sehingga beliau sangat
senang kalau di Parbutaran banyak orang sehingga pada masa penjajahan
Belanda Tuan Mandis sering mengajak orang Jawa yang bekerja dengan
Belanda untuk tinggal di Parbutaran. Orang Jawa pun banyak yang
(42)
kembali orang yang lari ke Parbutara Karena takut pada Tuan Mandis.
Barang siapa yang sudah menetap di Parbutaran maka tidak akan ada yang
berani mengusiknya karena mitosnya Tuan Mandis ini mempunyai kekuatan
gaib sehingga orang Belanda pun tidak berani.
Tapi ada 1 hal yang menarik, Tuan Mandis hanya menerima orang
Simalungun dan orang Jawa untuk menetap di Parbutaran karena orang
Jawa dianggap sebagai orang yang patuh sehingga ada sebutan Pak enggeh untuk orang Jawa yang artinya “Pak iya”.
Di luar kedua suku bangsa itu tidak akan diterima masuk ke
Parbutaran. Tuan Mandis menganggap orang suku Jawa itu baik. Setiap
orang yang mau memasuki Parbutaran harus melapor terlebih dahulu pada
Tuan Mandis dan apabila tidak melapor atau diam-diam masuk akan diberi
sangsi dan apabila tetap tidak mau pergi maka resikonya akan bertarung
dengan salah seorang warga Parbutaran dan biasanya akan berakhir dengan
kematian dan itu sudah terjadi sekitar 5 kali.
Pada tahun 1920 Tuan Mandis pun meninggal dan kemudian
posisinya digantikan oleh anaknya yang bernama Imbang Purba. Setelah
merdeka maka Parbutaran menjadi sebuah Kelurahan dan pada masa orde
baru ada peraturan yang mengatakan apabila di suatu wilayah sudah ada 400
kepala keluarga maka harus dibuat sebuah Desa sehingga jadilah Desa
(43)
2.2. Sistem Pemerintahan
Parbutaran adalah salah satu Desa yang dikepalai oleh seorang
Kepala desa. Dalam menjalankan tugasnya Lurah dibantu oleh
perangkat-perangkat pemerintahan kelurahan dan kepal-kepala lingkungan. Untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat kedudukan, tugas, dan fungsi kepala keluparan
dan perangkat kelurahan sebagai berikut:
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA
A. Kedudukan Kepala Desa
Kepala Desa berkedudukan sebagai alat pemerintah yang berada
langsung di bawah Camat.
B. Tugas Kepala Desa
Tugas kepala Desa adalah sebagai penyelenggara dan penanggung
jawab utama dibidang pemerintahan dan kemasyrakatan.
C. Fungsi Kepala Desa:
1. Menggerakkan partisipasi masyarakat
2. Melaksanakan tugas dari pemerintah
3. Melaksanakan koordinasi terhadap jalannya pemerintahan Desa
4. Melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawabnya dibidang
pembangunan dan kemasyarakatan
5. Melaksanakan tugas-tugas dalam rangka pembinaan dan
(44)
D. Kedudukan Sekretaris Desa
Sekretaris Desa berkedudukan sebagai staf yang membantu
kelancaran pelaksanaan tugas Kepala Desa.
E. Tugas Sekretaris Desa
Sekretaris Desa adalah menyelenggarakan pembinaan pemerintahan
Desa dan memberikan pelayanan staf kepada kepada Kepala Desa.
F. Fungsi Sekretaris Desa
1. Melaksanakan urusan surat-menyurat, kearsipan dan pelaporan.
2. Melaksanakan urusan keuangan, urusan pemerintahan, urusan
pembangunan dan urusan kemasyarakatan.
3. Melaksanakan tugas dan fungsi kepala Desa apabila kepala Desa
berhalangan.
G. LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat)
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) adalah perubahan nama
dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) sesuai dengan
keputusan temu LKMD tingkat nasional tanggal 21 Juli 2001. Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) adalah Lembaga Kemasyarakatan
yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat, merupakan wahana
(45)
pengendalian pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) berkedudukan di Desa / Kelurahan.
H. Tugas LPM
1. Menyusun rencana pembangunan yang berpartisipatif
2. Menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat
3. Melaksanakan pengedalian pembangunan
I. Fungsi LPM
1. Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat
desa / kelurahan
2. Pengkoordinasian perencanaan pembangunan
3. Sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pelaksanaan dan pengendalian pembangunan
4. Menggali serta memanfaatkan potensi dan menggerakkan swadaya
gotong royong masyarakat untuk pembangunan
5. Sebagai media komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah
dan antar masyarakat itu sendiri
6. Memberdayakan dan menggerakkan potensi pemuda dalam
pembangunan
7. Mendorong mendirikan dan memberdayakan peran wanita dalam
(46)
8. Membangun kerjasama antar lembaga yang ada di masyarakat dalam
rangka meningkatkan pembangunan ekonomi kerakyatan untuk
meningkatkan taraf hidup
J. Maujana
Maujana adalah tokoh masyarakat yang berkedudukan di Desa.
Maujana adalah orang yang memang disegani dan memang
mempunyai karakter yang baik.
K. Maujana mempunyai tugas mengayomi warganya.
L. Fungsi Maujana
1. Sebagai panutan yang mampu merekatkan hubungan antar
sesama masyarakat di suatu wilayah atau hubungan dengan
masyarakat di luar wilayah tersebut.
2. Menuangkan pikiran, tenaga dan meluangkan waktunya
masyarakatnya.
M. Kedudukan Gamot/ Kepala Dusun
Kepala Dusun berkedudukan sebagai perangkat pembantu Kepala
Desa dan unsur pelaksana penyelenggaraan Pemerintah Desa di
(47)
N. Tugas Gamot/ Kepala Dusun
Kepala Dusun mempunyai tugas membantu Kepala Desa dalam
menyelenggarakan pemerintahan ,pembangunan , kemasyarakatan
diwilayah kerjanya sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku.
O. Fungsi Gamot/ Kepala Dusun
1. Melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan
,kemasyarakatan,ketentraman dan ketertiban diwilayah kerjanya.
2. Membantu Kepala Desa dalam kegiatan penyuluhan,pembinaan dan
kerukunan diwilayah kerjanya .
3. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
P. Kedudukan Kaur (Kepala Urusan)
Kaur berkedudukan sebagai unsur pembantu Sekrekatis Desa dalam
bidang tugasnya.
Q. Tugas Kaur (Kepala Urusan)
Kaur bertugas menjalankan kegiatan Sekretaris Desa dalam bidang
tugasnya.
R. Fungsi Kaur (Kepala Urusan)
Melaksanakan kegiatan-kegiatan urusan pembangunan,
(48)
STRUKTUR PEMERINTAHAN
NAGORI : PARBUTARAN
KECAMATAN : BOSAR MALIGAS
KABUPATEN : SIMALUNGUN
Sumber : Kantor Kelurahan Parbutaran (2014)
PANGULU Waljino MAUJANA Samiadi Manurung LPM Sumarwan Saragih SEKRETARIS Suriani
KAUR PEMERINTAH & KEMASYARAKATAN
Siti Hazizah KAUR PEMBANGUNAN
& PEREKONOMIAN Suzanna Damanik KAUR ADMINISTRASI &
KEUANGAN Adelia Pratiwi Purba GAMOT HUTA II
LORONG BAKTI Moses Sirait GAMOT HUTA I
PENGKOLAN Radiman
GAMOT HUTA III TANJUNGAN I Ibin Hardani Purba GAMOT HUTA IV
TANJUNGAN II Sarwono HUTA V TURUNAN Harun Panjaitan HUTA VI AFD. V MAYANG Baringin Tambunan
(49)
2.3. Lokasi dan Lingkungan Alam
Desa Parbutaran berada di Kecamatan Bosar Maligas Kabupaten
Simalungun dengan luas dan batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah utara : Nagori Marihat Butar
- Sebelah selatan : Nagori Marihat Mayang
- Sebelah timur : Kecamatan Hutabayu Raja
- Sebelah barat : Nagori Marihat Tanjung
Desa Parbutaran dibagi menjadi 6 Huta sebagai berikut:
1. Huta I Pengkolan
2. Huta II Lorong Bakti
3. Huta III Tanjungan I
4. Huta IV Tanjungan II
5. Huta V Turunan
6. Huta VI AFD. V Mayang
Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan desa/ kelurahan) adalah sebagai
berikut:
- Jarak dari ibukota DATI I : 180 KM
- Jarak dari ibukota Negara : 20.000 KM
Dari Medan untuk sampai langsung ke Desa Parbutaran kita dapat
menggunakan alat transportasi mini bus yaitu Bayu. Ada juga alternatif
transportasi lain menuju Parbutaran yaitu mini bus KUPJ akan tetapi tidak
(50)
menjemput di Maligas yang berjarak sekitar 10 km dari Desa Parbutaran
karena tidak ada angkutan umum masuk ke Parbutaran.
Desa Parbutaran terletak di tengah-tengah Siantar dan Perdagangan
sehingga untuk menuju ke Parbutaran bisa dari Siantar atau dari
Perdagangan dengan lama perjalanan 5 jam. Oleh sebab itu, kita bisa naik
mini bus KUPJ dan berhenti di Maligas Sebenarnya untuk sampai ke Desa
Parbutaran hanya dibutuhkan waktu 4 jam akan tetapi karena kondisi jalan
yang rusak sehingga perjalanan bisa 5 jam atau terkadang lebih.
Pada tahun 1990-an ada angkutan umum menuju Siantar yang biasanya
disebut Ganda yang memasuki Parbutaran dan kebetulan pemiliknya adalah
orang Parbutaran, akan tetapi semakin lama masyarakat Parbutaran semakin
sedikit yang naik Ganda karena mereka lebih memilih naik kendaraan motor
pribadi yang dirasa lebih hemat dan lebih cepat. Sehingga pada tahun
2000-an G2000-anda tidak lagi jal2000-an karena b2000-angkrut. Itulah sebabnya di Parbutar2000-an
tidak ada angkutan umum.
Kondisi jalan yang rusak membuat akses ke Parbutaran agak melelahkan
ditambah lagi tidak adanya lampu jalan membuat suasana malam di
Parbutaran sangat seram karena gelap, hanya mengandalkan lampu teras
rumah warga.
Luas daerah Parbutaran adalah 1380 Ha. Sebagian besar wilayah ini
adalah untuk pemukiman warga. Penggunaan tanah lain adalah untuk
perkebunan Negara, jalan dan tanah wakaf atau perkuburan. Suhu udara
rata-rata di Parbutaran sekitar 20-30 derajat. Panasnya udara di Parbutaran
(51)
pohon-pohon rindang di Parbutaran tidak seperti dulu karena sudah banyak
ditebang untuk dijadikan rumah sehingga membuat desa ini agak sedikit
gersang.
2.4
Pola Pemukiman
Pola pemukiman di Parbutaran cukup padat. Banyak rumah warga
yang jaraknya hanya 1 meter dengan rumah warga lainnya bahkan ada juga
yang tanpa pemisah, namun ada juga yang jarak antar rumah agak jauh.
Bila ditinjau dari bangunan, banyak rumah warga yang tergolong
semi permanen, permanen dan masih ada juga yang menggunakan papan.
Bangunan rumah di Desa Parbutaran bisa menggambarkan tingkat ekonomi
seseorang. Sekitar kurang lebih 10 tahun lalu masih ada beberapa rumah
warga yang beratapkan daun rumbia sebagai atap dan anyaman bambu atau
yang sering disebut gedek sebagai dinding rumahnya. Namun sekarang
sebagian rumah warga bangunannya bergaya mewah dan biaya yang
dikeluarkan tidaklah murah, akan tetapi bangunan semi permanen masih
(52)
Gambar 1 Rumah di Parbutaran
Dokumentasi pribadi
2.5
Jumlah Penduduk
Menurut data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Parbutaran
jumlah penduduk Parbutaran adalah 3233 jiwa. Dari jumlah penduduk
tersebut yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada jenis
kelamin perempuan dengan perincian penduduk laki-laki yang berjumlah
1622 jiwa, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 1611 jiwa.
Keseluruhan penduduk merupakan Warga Negara Indonesia. Untuk lebih jelas tentang keadaan penduduk Desa Parbutaran, dibawah ini akan dipaparkan tentang jumlah penduduk berdasarkan agama, tingkat umur, tingkat dan pendidikan.
(53)
2.5.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Hanya agama Islam dan Kristen yang ada di Desa Parbutaran.
Penduduk Desa Parbutaran mayoritas memeluk agama Islam. Jumlah
penganut agama Islam mencapai 3024 jiwa dari keseluruhan jumlah
penduduk. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL 1
PENDUDUK MENURUT AGAMA YANG DIANUT
No. Agama Jumlah (jiwa) Persentase
1. Islam 3024 93,54
2. Kristen Protestan 209 6,46
Jumlah 3233 100
Sumber : Kantor Kelurahan Parbutaran (2014)
2.5.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur
Penduduk Desa Parbutaran terbagi lagi dalam beberapa kelompok
umur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 2
JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN TINGKAT UMUR
N Tingkat Umur Jumlah Persentase
1. 00-04 Tahun 286 8.85
2. 05-09 Tahun 252 7.79
(54)
4. 15-19 Tahun 293 9.06
5. 20-24 Tahun 256 7.92
6. 25-29 Tahun 307 9.50
7. 30-34 Tahun 281 8.69
8. 35-39 Tahun 357 11.04
9. 40-44 Tahun 320 9.90
10. 45-49 Tahun 428 13.24
11. 50 ke atas 229 7.08
Jumlah 3233 100
Sumber : Kantor Kelurahan Parbutaran (2014)
2.5.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk Desa Parbutaran tergolong rendah. Hal ini
terlihat dari banyaknya penduduk yang hanya menamatkan sekolah sampai
jenjang SD dan SMP . Untuk lebih jelas tentang jumlah penduduk Desa
Parbutaran berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat dalam tabel berikut
ini:
TABEL 3
JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
No. Tamatan Jumlah Persentase
1. Tamat SD 939 32,75
2. Tamat SMP 1521 53,05
(55)
4. Tamat Diploma 32 1,12
5. Tamat Perguruan Tinggi 17 0,52
Total 2867 100
Sumber : Kantor Kelurahan Parbutaran (2014)
Dari tabel tersebut terlihat bahwa banyak warga Desa Parbutaran yang
hanya menamatkan pendidikan sampai jenjang SD dan SMP. Setelah
menamatkan SMP hanya sedikit orang yang mau melanjutkan sekolah ke
jenjang yang lebih tinggi lagi.
2.6
Mata Pencaharian
Sebagian besar masyarakat Desa Parbutaran bermata pencaharian
sebagai petani. Mereka bertani kelapa sawit yang terletak sedikit jauh dari
Desa Parbutaran bahkan ada yang menanamkan aset kelapa sawitnya sampai
ke luar Provinsi misalnya saja Pekanbaru karena banyak lahan yang baru
buka dan harga yang sedikit murah karena letak lahan yang agak pedalaman.
Selain bertani masyarakat Desa Parbutaran juga bermata pencaharian
sebagai PNS, karyawan perkebunan, buruh lepas, pekerja serabutan,
berdagang dan operator32 . Sedikitnya lapangan pekerjaan di Desa Parbutaran membuat penduduk yang berpendidikan rendah memilih pergi
merantau sebagai operator ke luar kota maupun provinsi dengan alasan guna memenuhi kebutuhan hidup. Biasanya para laki-laki lebih memilih
32
Seseorang yang mengoperasikan alat berat untuk memotong atau memindahkan kayu-kayu besar
(56)
merantau ke Pekanbaru dan para perempuan memilih bekerja sebagai
pembantu dan pelayan di rumah makan di kota besar seperti Kota Medan.
2.7
Sarana dan prasarana
2.7.1 Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan di Desa Parbutaran belum cukup lengkap karena
hanya ada TK,SD dan SMP yang letaknya tidak jauh dari pemukiman
penduduk. Hanya ada 1 TK yaitu TK Albayan di Desa ini yang letaknya
sama dengan SD dan Tsanawiyah. TK ini baru berdiri sekitar 5 tahun yang
terdiri dari 1 kelas karena jumlah muridnya yang lumayan banyak, maka
ada yang masuk pagi dan ada yang masuk siang . Biasanya anak-anak
diantar jemput oleh orang tuanya menuju TK atau jika orang tuanya sibuk
maka biasanya si anak akan dititipkan kepada tetangga yang kebetulan
anaknya TK juga. Tak jarang orang tua menunggu si anak selama 3 jam
(57)
Gambar 2 Taman Kanak Albayan
Dokumentasi Pribadi
Berbeda dengan TK pada umumnya yang memiliki banyak mainan
atau pun gambar-gambar kartun yang lucu yang ditempelkan di dinding
bangunannya untuk menambah daya tarik anak-anak, di TK Albayan ini
bisa dilihat tidak ada mainan maupun gambar kartun lucu.
Terdapat beberapa SD di Parbutaran ini yaitu ada 5 yang meliputi SD
Negeri Afd V Mayang, SD Negeri 1, SD Negeri 2, SD Inpres dan SD
Al-Wasliyah. Letak SD Negeri Afd V Mayang cukup jauh dari ke empat SD
lainnya. Anak SD biasanya memilih sekolah yang dekat dengan tempat
tinggal mereka sehingga mereka bisa pergi sekolah dengan berjalan kaki.
Ada juga yang diantar jemput oleh orang tuanya, bahkan ada anak SD yang
mengendarai sendiri sepeda motornya ke sekolah. Untuk SD terdiri dari 6
(58)
Gambar 3
Sekolah Dasar Alwasliyah Dokumentasi pribadi
Gambar 4
Anak SD pulang sekolah Dokumentasi pribadi
(59)
Gambar 5
Sekolah menengah Pertama Negeri 2 Bosar maligas Dokumentasi Pribadi
Gambar 6
Madrasah Tsanawiyah Albayan Dokumentasi Pribadi
(60)
Sekolah tingkat SMP ada 2 yaitu SMP Negeri 2 Bosar Maligas dan
Madrasah Tsanawiyah Albayan yang letaknya berdekatan. Untuk tingkat SD
1 guru mengajar 1 kelas. Sedangkan untuk SMP guru mengajar sesuai
dengan mata pelajaran masing-masing. Di SMP Negeri 2 Bosar Maligas
sudah ada fasilitas seperti komputer walaupun ada 2 unit dan laboratorium.
SMP Negeri 2 Bosar Maligas terdiri dari 10 kelas.
Bukan hanya anak Desa Parbutaran saja yang bersekolah di desa ini
melainkan dari desa lain juga. Untuk menuju sekolah biasanya anak-anak
naik sepeda motor, dan berjalan kaki bagi murid yang rumahnya dekat
dengan sekolah. Untuk lebih jelasnya tentang jumlah sarana pendidikan di
Desa Parbutaran dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 4
SARANA PENDIDIKAN DI DESA PARBUTARAN
No. Jenis Sekolah Jumlah
1. TK 1
2. SD 5
3. SMP 2
4. SMA -
5. Perguruan Tinggi -
Jumlah 8
(61)
2.7.2 Sarana Ibadah
Bagi pemeluk agama di Desa Parbutaran tidak ada kendala untuk
menjalankan ibadah menurut agamanya masing-masing. Di desa ini sarana
ibadah tiap-tiap agama tersedia dengan lengkap. Untuk tempat beribadah
penduduk yang beragama Islam terdapat 6 Mesjid serta 1 Musholla. Untuk
yang beragama Kristen Protestan dan Kristen Katolik terdapat 1 Gereja.
Mesjid sebagai sarana beribadah bagi umat Islam, mereka pergunakan
terutama untuk melaksanakan ibadah sholat lima waktu. Hal yang sama juga
terjadi untuk Musholla. Perbedaanya hanyalah dalam pelaksanaan sholat
jumat. Musholla tidak pernah digunakan untuk melaksanakan sholat jumat.
Pelaksanaan sholat jumat dipusatkan di mesjid-mesjid yang ada. Selain itu
mesjid juga digunakan untuk melaksanakan pengajian, terutama untuk
mendengarkan ceramah-ceramah tentang keagamaan. Seluruh mesjid dan
musholla ini dibangun dan dikelola dengan dana swadaya masyarakat
sendiri.
Hanya terdapat 1 gereja di desa ini karena memang tidak banyaknya
penduduk yang beragama Kristen di Desa Parbutaran ini. Bukan hanya
penduduk Parbutaran saja yang datang untuk beribadah di gereja akan tetapi
ada juga beberapa orang dari desa seberang yang juga beribadah di gereja
(62)
2.7.3 Sarana Kesehatan
Untuk sarana kesehatan terdapat 1 Puskesmas yang dikelola beberapa
Bidan akan tetapi penduduk lebih memilih berobat ke tempat praktek Bidan
dirumahnya dari pada ke Puskesmas yang disebabkan kurang aktifnya
kegiatan di Puskesmas. Jika penyakitnya cukup parah maka Bidan akan
merujuk ke RS yang ada di Siantar yang jaraknya kurang lebih 2 jam.
Sebenarnya ada juga 1 RS di Perdagangan yang jaraknya lebih dekat yaitu
kurang lebih 1 jam, akan tetapi Bidan dan masyarakat Desa Parbutaran lebih
percaya pada RS yang di Siantar.
Ada 3 Posyandu di desa ini dengan kegiatan seperti penimbangan
bayi, penyuntikan imunisasi, pemberian obat dan pemberian vitamin pada
balita. Posyandu biasanya berada di rumah Kepala Dusun dan hampir
sebulan sekali Bidan yang bertugas datang dengan jadwal yang tidak tentu
dan sebagai tanda Posyandu dimulai biasanya akan ada bedug di
Mesjid/Musholla di kampung tempat Posyandu akan dilaksanakan.
Walaupun sudah ada Bidan dan Puskesmas masih ada warga yang
bersalin dengan menggunakan jasa dukun beranak. Padahal biaya yang
digunakan tidak jauh beda akan tetapi sebagian masyarakat masih
(63)
2.7.4 Sarana Transportasi dan komunikasi
Selain mini bus tidak ada lagi angkutan umum di desa ini karena
masyarakat Desa Parbutaran lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi
miliknya dengan alasan lebih hemat dan cepat kecuali apabila mereka ingin
ke Medan atau luar provinsi baru mereka menggunakan transportasi umum.
Jalan di desa cukup rusak karena banyak jalan yang berlubang dan berbatu
dan sangat menyusahkan warga yang hendak pergi. Hanya huta IV
Tanjungan II yang jalannya disemen itu pun karena adanya PNPM Mandiri.
PNPM Mandiri adalah program nasional yang berbasis pemberdayaan
masyarakat. Dana PNPM diberikan secara bergilir di Desa Parbutaran ini,
sedangkan huta lain menggunakan dana PNPM untuk membuat parit dan
sebagainya.
Sumber informasi yang utama di Parbutaran adalah TV yang dapat
menghibur dengan segala macam acara dan berita yang ditawarkan di
tengah melepas penat setelah bekerja seharian. Hampir setiap rumah warga
terdapat TV. Siaran yang paling sering ditonton adalah RCTI dan MNCTV
karena banyak sinetron yang digemari para orang tua dan anak-anaknya.
Siaran yang menjadi favorit warga Parbutaran adalah Tukang Bubur Naik
Haji, Anak-anak Manusia dan Raden Kian Santang. Alasan mereka lebih
menyukai siaran tersebut karena di anggap peran yang dimainkan pemain
sinetron tersebut seperti kehidupan sehari-hari, enak ditonton, lucu, dan
tidak seperti sinetron yang lainnya yang bercerita tentang percintaan remaja.
(64)
beberapa orang saja. Mereka malas menonton berita karena terlalu sering
pemberitaan tentang pejabat yang korupsi.
Selain TV masyarakat Parbutaran masih ada juga yang memakai
radio untuk mendengarkan lagu ketika mereka sedang masak pagi ataupun
sedang santai. Lagu yang sering didengarkan adalah lagu dangdut dan
biasanya penikmatnya adalah orang tua. Tidak jarang orang tua dan anak
mereka agak berselisih paham ketika akan memutar lagu karena si anak
yang cenderung memilih aliran musik pop.
Sumber informasi lain yang digunakan di Desa Parbutaran adalah
koran. Walaupun ada pengantar koran tapi tidak banyak masyarakat
Parbutaran yang berlangganan koran biasanya hanya warung makan atau
warung tuak yang berlangganan koran itu pun karena pembeli yang
mengusulkannya karena sambil minum tuak biasanya mereka menghabiskan
waktu dengan mengobrol dan ada juga yang membaca. Biasanya mereka
suka membaca berita kriminal dari pada berita tentang permasalahan di
negeri ini. Tidak banyak warga yang suka membaca koran karena memang
budaya membaca di desa ini sangat kurang.
Masyarakat Desa Parbutaran juga tidak terlepas dari penggunaan HP
baik orang tua maupun anak SD. Penggunaan Hp di desa ini sudah menjadi
hal yang sangat biasa karena anak SD pun sudah memiliki Hp pribadi
walaupun pemakaiannya tidak terlalu sering. Para anak SD biasanya
menggunakan HP ketika ingin bertanya PR kepada temannya selebihnya
(65)
posisi tower yang agak jauh, hanya kartu tertentu yang memiliki sinyalnya cukup bagus yaitu AS dan Simpati.
2.8
Hubungan Sosial dan Organisasi Sosial
Hubungan sosial penduduk di Desa Parbutaran ini cukup baik.
Terkadang terjadi juga perselisihan antara warga yang satu dengan warga
yang lainnya, akan tetapi tidak butuh waktu lama untuk kembali berdamai.
Apabila ada pertengkaran yang sudah sangat parah yaitu sudah mengancam
nyawa maka biasanya masalah itu akan di musyawarahkan dengan Kepala
Desa dan Maujana, kemudian membuat perjanjian dengan menggunakan
materai, sehingga suatu saat apabila ada pihak yang masih mengancam
maka akan dibawa ke kantor Polisi.
Ibu-ibu di Desa Parbutaran ini sering berkumpul dengan para tetangga
yang lain sambil menghabiskan waktu luang. Biasanya kegiatan ini mereka
lakukan setelah mereka selesai membereskan pekerjaan rumah yaitu disiang
dan sore hari. Biasanya topic cerita adalah tentang orang lain. Bahasa yang
dipakai adalah bahasa Jawa, Indonesia, dan Batak. Akan tetapi banyak
orang Batak yang juga menggunakan bahasa Jawa karena lingkungan
mereka memang banyak yang memakai bahasa Jawa.
Sedangkan para bapak biasanya berkumpul di warung tuak yang ada.
Ada yang memesan tuak, teh,kopi, pudar33, holat34 sambil
berbincang-bincang.
33
Pudar adalah makanan yang terbuat dari daging ayam atau daging bebek yang dimasak dengan dicampur darah ayam atau bebek tersebut.
(66)
Gambar 7
Suasana di Warung Tuak Dokumentasi pribadi
Dari aktifitas ibu-ibu dan bapak-bapak inilah yang terkadang tanpa
mereka sadari menjadi penyebab timbulnya perselisihan. Cerita yang
awalnya dianggap biasa kemudian bisa menjadi bumerang untuknya dilain
waktu. Sehingga ada sebagian orang yang jarang berkumpul-kumpul karena
mereka merasa nantinya akan menimbulkan dosa karena membicarakan
orang lain.
Organisasi sosial di Desa ini cukup beragam. Ada perkumpulan
marga, STM, perwiritan, partaiangan35. Akan tetapi tidak semua penduduk
34
Holat adalah makanan yang terbuat dari ayam yang dibakar yang dipotong kecil-kecil yang diberi santan yang sudah dibumbui.
35
(1)
8. Anda tamat apa?
9. Apa harapan anda setelah anak anda mengenyam pendidikan?
10.Bagaimana anda mengatasi masalah keuangan ketika anak anda membutuhkan uang untuk sekolahnya?
mengenyam pendidikan? 9. Ada tidak pengaruh
pemikiran orang tua terhadap minat sekolah anda?
(2)
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Ngaisem Umur : 53 tahun
Pekerjaan : pembantu rumah tangga
2. Nama : Boiman Umur : 55 tahun Pekerjaan : buruh lepas
3. Nama : Ayu Umur : 33 tahun Pekerjaan : guru
4. Nama : Inun Umur : 12 tahun Status : murid SD
5. Nama : Aris Umur : 17 tahun
Pekerjaan : operator alat berat
6. Nama : Topik Umur : 22 tahun
(3)
7. Nama : Frista Umur : 22 tahun Pekerjaan : belum bekerja
8. Nama : Suarmi Umur : 23 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
9. Nama : Reni Umur : 22 tahun Pekerjaan : buruh pabrik
10.Nama : Sidol Umur : 37 tahun Pekerjaan : buruh
11.Nama : Putra Umur : 22 tahun
Pekerjaan : operator alat berat
12.Nama : Poniem Umur : 35 tahun Pekerjaan : buruh
(4)
13.Nama : Janah Umur : 35 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
14.Nama : Munasri Umur : 53 tahun Pekerjaan : penjahit
15.Nama : Baen Umur : 60 tahun Pekerjaan : bertani
16.Nama : Kamini Umur : 51 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
17.Nama : Fitri Umur : 33 tahun Pekerjaan : buruh
18.Nama : Slamet Umur : 56 tahun Pekerjaan : bertani
(5)
(6)