88
Semua ritual
12
yang dilakukan setiap marga di Simalungun adalah sama. Akan tetapi apa yang mereka sembah lah yang berbeda, mereka
menyembah sesuai dengan apa yang mereka pantangkan. Mereka beranggapan bahwa hewan yang mereka mereka sembah memiliki roh yang berasal dari
pencipta bumi bahkan hewan tersebut adalah titisan dari pencipta.
4.2.3. Fungsi Pattangan sebagai Sistem Kepercayaan
Kepercayaan adalah suuatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai
kebenaran. Karena kepercayaan merupakan suatu sikap, maka kepercayaan seseorang tidak selalu benar atau keyakinan semata bukanlah jaminan
kebenaran. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis pada saat seseorang
menganggap suatu premise benar. Jika kita yakin dalam suatu hal maka kepercayaan akan muncul. Kepercayaan terhadap hewan yang di pantangkan
terlihat dari kedua aspek di atas. Hubungan erat antara makhluk sosial dan hewan tidak bisa terlepas
dari pandangan manusia tentang adanya roh atau dewa yang ada di dalam hewan tersebut. Marga Damanik sendiri menghormati hewan yang derajatnya
lebih rendah dari manusia karena adanya keuntungan.
12
Ritual adalah suatu hal yang berhubungan dengan keyakinan dan kepercayaan spiritual dengan suatu tujuan tertentu Situmorang, 2004:175
89
Keyakinan marga Damanik sendiri lah yang membuat ritual khusus untuk ular tersebut, bahkan ular tersebut tidak pernah meminta untuk di
sembah. Menurut Peneliti memberikan sirih dan sesajen lainnya tentu tidak di butuhkan ular, karena pada umumnya ular tidak akan memakan sirih, jeruk
purut. Bahkan, ular tidak akan mengerti ketika manusia meminta kepada ular tersebut.
Akan tetapi, peneliti juga melihat adanya keterbatasan pengetahuan tentang agamalah yang mempengaruhi pola pikir manusia pada masa lampau.
Saat peneliti melakukan wawancara, Khairuddin Damanik mengatakan bahwa apa yang di katakannya pun dia tidak mengerti. Khairuddin menjelaskan
bahwa ada roh nenek moyang yang menuntunnya bercerita. Pattangan yang merupakan bagian dari totemisme menurut marga
Damanik bukan karena hal yang direkayasa. Marga Damanik menginginkan hidup yang lebih sejahtera, ekonomi yang memadai, sehingga
menginterpretasikan ular sebagai hewan yang memberi keuntungan. Seperti yang dikatakan oleh Malinowski 1884-1942 dalam teori
fungsionalisme bahwa semua unsur kebudayaan merupakan bagian yang berguna bagi masyarakat. Setiap kepercayaan dan sikap merupakan bagian
dari kebudayaan dan memerankan fungsi dasar di dalam kebudayaan tersebut. Pada saat dulu pengetahuan manusia masih sangat minim dibanding
dengan sekarang. Manusia hanya mengikuti alam, demikian pula sama halnya
90
dengan marga Damanik. Mereka hanya berpatokan pada alam, kondisi yang terbatas yang menjadi halangan bagi mereka.
Bahkan menurut bapak Khairuddin Damanik, kepercayaan terhadap ular Sibaganding Tua ini sudah ada sebelum masehi. Sehingga dari sini bisa
kita lihat bahwa kepercayaan ini memang ada sebelum kepercayaan animisme. Kepercayaan ini dapat terlihat dari pola pikir manusia yang secara rutin
mengadakan upacara. Kepercayaan berasal dari adanya pengalaman, baik pengalaman
pribadi maupun pengalaman sosial. Pengalaman dari Saragihlah yang mendasari kepercayaan seluruh marga Saragih bahwa Perkutut adalah
penolong. Penelitian kualitatif tidak untuk di generalisasikan, sehingga tidak
semua marga Saragih telah meninggalkan kepercayaan itu dan sebaliknya. Alber Saragih tidak percaya lagi karena anaknya sendiri telah memakan tanpa
Alber ketahui. Bahkan Alber mengatakan bahwa anaknya bertambah sehat dan menjadi makanan favorit anaknya.
Peneliti melihat bahwa Saragih menganggap Perkutut sebagai penolong karena adanya interpretasi bahwa Perkutut adalah titisan Tuhan
untuk menolong Saragih dan sebelum adanya agama sudah ada kepercayaan terhadap hewan ataupun tanaman yaitu totemisme. Menurut Durkheim dalam
Koentjoroningrat, 1980 : 95 Ada suatu sistem religi yang lebih azasi dan lebih tua dari animisme dan sistem religi yaitu totemisme.
91
Totemisme adalah suatu sistem kepercayaan terhadap hewan ataupun tanaman. Saragih memiliki sistem kepercayaan totemisme karena adanya
hubungan kekerabatan yang erat antara Saragih dan Perkutut. Sistem kekerabatan inilah yang menguatkan teori fungsionalis. Malinowski
menjelaskan bahwa adanya gambaran hubungan kekerabatan karena manusia membutuhkan lingkungannya.
Di dalam kepercayaan totemisme, Saragih membutuhkan Perkutut dalam keadaan terjepit. Perkutut yang hinggap di atasnya dan dipandang
sebagai penolong merupakan interpretasi dari Saragih yang diturunkan sampai saat ini. Alber Saragih yang hanya menganggap pattangan itu hanya sebagai
cerita lalu karena seiring perkembangan zaman, bukan berarti marga Saragih yang lainnya juga melupakan hal tersebut.
Kepercayaan bapak Sinaga sama seperti informan lainnya. Sinaga percaya bahwa hewan yang dia sembah adalah hewan yang memiliki roh.
Bukan hanya itu sistem kepercayaan ini ada karena mereka hanya percaya dengan apa yang mereka lihat. Bapak Sinaga yang menyembah ular ternyata
menyembah harimau juga. Harimau ini lah yang menemani bapak Sinaga sampai 20 tahun yang
lalu. Pengakuan bapak Sinaga saat dia menyembah ular dia mendapatkan rezeki yang melimpah, tetapi bapak Sinaga juga mencari hewan yang sesuai
dengan tubuhnya yaitu harimau. Istri dari bapak Sinaga juga mengatakan ketika bapak Sinaga marah, raut wajahnya seperti harimau.
92
Dulu sebelum bapak Sinaga tidak percaya, bapak Sinaga disegani banyak orang karena bapak Sinaga sangat berkarisma. Bapak Sinaga
mengatakan itu semua karena ada dua hewan yang dia pegang, bahkan beberapa helai kumis harimau selalu di dompetnya. Harta bapak Sinaga
dulunya sangat melimpah karena dia rajin mengadakan ritual. Bapak Sinaga mengatakan ada tujuh tingkatan untuk dapat menguasai seutuhnya, tapi
semakin tinggi tingkatan akan semakin sulit. Tingkatan tiap tingkatan memiliki kesulitannya sendiri, hal inilah yang
membuat bapak Sinaga enggan untuk meneruskannya. Makhluk yang disembah bapak Sinaga ini bukan hewan yang masih hidup tetapi hewan yang
sudah mati. Hewan yang sudah mati inilah yang dipercayai oleh bapak Sinaga. Karena Bapak Sinaga percaya bahwa Roh dari hewan tersebutlah yang
membantu dia. Bahkan Roh tersebut merupakan pemimpin bagi hewan yang masih hidup.
Hewan yang dipercayai dapat memberikan berkat ini adalah salah satu bentuk dari totemisme. Hewan yang dianggap penolong dan akhirnya
membentuk hubungan kekerabatan ini memiliki tujuan yaitu seperti yang dijelaskan diatas. Adanya keinginan manusia yang tidak pernah puas dengan
apa yang dia milikilah yang mendasari penyembahan tersebut. Ketika lingkungan memberikan dampak positif dan apa yang inginkan
menjadi kenyataan maka hal tersebut lah yang terjadi turun menurun. Tetapi pada saat sekarang rutinitas tersebut mulai ditinggalkan perlahan karena
93
agama semakin berkembang dan manusia lebih mempercayai agama saat ini di banding hewan.
Akan tetapi, penyembahan terhadap hewan bukanlah hal yang salah. Karena setiap manusia berhak menentukan dan menjalankan apa yang
dipercayai. Menurut bapak Sinaga ini merupakan ritual yang ditinggalkan leluhur sebagai salah satu bentuk keindahan. Karena aturan dari totem
tersebutlah yang meminimkan pembunuhan terhadap hewan. Fungsi dari totemisme bukan hanya dirasakan oleh manusia tetapi
hewan pun merasakannya. Hubungan kekerabatan timbul dari rasa percaya manusia. Hal inilah yang peneliti lihat bahwa hubungan kekerabatan ini saling
menguntungkan. Manusia dan hewan bersahabat pada saat dulu sehingga hewan dapat dilestarikan dengan baik.
Begitu pula halnya dengan manusia, mereka dapat hidup berdampingan dengan baik bahkan mereka dapat saling menolong satu dengan
yang lain. Manusia dan hewan saling berfungsi satu dengan yang lain, tidak seperti pada saat sekarang. Bahkan tidak sedikit manusia takut terhadap
hewan, mereka takut tersakiti oleh hewan. Pattangan ada karena adanya sistem kepercayaan terhadap hewan
sebagai kerabat manusia pada masa dulu. Pattangan terhadap hewan merupakan bentuk yang sangat konkret yang memiliki fungsi menguntungkan
satu dengan yang lain.
94
Ular mendapatkan untung dari sejarah ini, karena ular masih bisa berkembang biak dengan leluasa sampai saat ini. Ular tidak akan di bunuh
oleh marga Purba karena kepercayaan mereka tentang nenek moyang. Sementara marga Purba disini juga mendapatkan fungsi yaitu mereka
mendapatkan hasil panen yang baik ketika menyembah ular. “ sebenarnya ular ini kan hewan biasanya nya kan,
tapi tanpa disadari dari mereka nya dulu makanya kami marga Purba ini bisa punya rezeki yang baik,
terus punya putri yang cantik. Memang ini kayak cerita dongeng tapi memang seperti itulah saat
masa dulu. akupun waktu kecil menganggap dongeng tapi setelah kulihat memang itu lah
sejarah nya marga kami. Ular itu sendiri yang menolong kami, kan awalnya kami hanya
menghormati karena dia ibu dari nenek moyang kami rupanya dia menolong kami terus.”
Jelas bapak Purba.
Ular merupakan penolong bagi marga Purba karena banyak memberikan bantuan kepada mereka. Tidak dipungkiri bahwa saat ini
kepercayaan terhadap ular sebagai kerabat sudah mulai punah. Seiring perkembangan zaman, perkembangan pengetahuan dan perkembangan
kepercayaan bahwa Tuhan ada manusia lebih percaya kepada Tuhan. Bahkan mereka dapat datang ke rumah ibadah untuk memuja Tuhan
mereka. Ini jugalah yang menjadi alasan bahwa kepercayaan terhadap hewan ini semakin berkurang pada saat sekarang. Aktivitas dari kebudayaan ini
sebenarnya memuaskan sebuah rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan kehidupan mereka.
95
Kebutuhan yang dimaksudkan ialah kebutuhan primer atau biologis, sekunder atau psikologis yaitu kebutuhan mendasar yang muncul dari
kebudayaan itu sendiri. Pandangan fungsionalis atas kebudayaan menekankan bahwa setiap pola tingkah laku, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan
bagian dari kebudayaan suatu masyarakat, memerankan fungsi dasar di dalam kebudayaan yang bersangkutan.
95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN