Potensi Alam MASYARAKAT DI SARIBUDOLOK

30 Tabel 6 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No. Mata Pencaharian Jumlah Presentase 1 PNS 471 6,0 2 Pegawai Swasta 289 3,8 3 Petani 3.620 47,0 4 Pengrajin 31 0,4 5 Pedagang 254 3,3 6 Penjahit 34 0,4 7 Montir 18 0,2 8 Supir 114 1,4 9 Pengemudi Becak 82 1,0 10 TNIPolri 37 0,4 11 Dokter 16 0,2 12 Pengusaha 60 0,7 13 Tukang kayu 8 0,1 14 Tukang Batu 20 0,2 15 Pensiunan 23 0,2 16 Usia Sekolah 2.570 33,4 17 Lain – lain 45 0,6 Jumlah 7.692 100 Sumber: Data Kelurahan Saribudolok, 2014 Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar penduduk di Kelurahan Saribudolok hidup dari sektor pertanian yaitu sekitar 49 . Akan tetapi perlu diketahui walaupun sebagian lagi penduduknya hidup di sektor jasa, pegawai, dan sebagainya, mereka tetap merangkap sebagai petani. Hal ini terbukti pada dasarnya atau setiap penduduk yang ada di Kelurahan Saribudolok rata-rata memiliki juma ladang untuk digarap sebagai lahan pertaian. Oleh sebab itu, Saribudolok dikenal sebagai daerah pertanian tanaman hortikultura.

2.3. Potensi Alam

Lahan pertanian yang subur dan luas menjadi modal utama perekonomian Simalungun dan menjadikan daerah ini lumbung padi terbesar 31 kedua Sumatera Utara setelah Kabupaten Deli Serdang. Terletak pada ketinggian 369 meter di atas permukaan laut, Simalungun mampu menarik perhatian masyarakat luar daerah sejak zaman kolonial. Kehadiran pemerintahan kolonial memberi arti penting bagi perkembangan pertanian. Irigasi yang bersumber dari bendungan, salah satu bentuk pembangunan zaman kolonial, dimanfaatkan petani untuk mengairi sawah. Lahan sawah, termasuk ladang, tersebar merata di setiap kecamatan. Tahun 2001 misalnya, petani Simalungun memproduksi beras 293.179 ton, 190 persen dari kebutuhan lokal. Simalungun setiap tahun surplus beras yang disalurkan ke daerah sekitarnya melalui Dolog maupun pasar tradisional. Swasembada pangan Simalungun teruji puluhan tahun dan masih akan terus berlangsung. Dalam beberapa kesempatan, niat petani menanam padi tidak begitu kuat. Tahun 1995, petani bersemangat menanam kelapa sawit sehingga tidak sedikit lahan sawah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Alih fungsi lahan ini tidak mengganggu Simalungun sebagai penghasil beras. Produksi beras Simalungun tahun 1995 surplus 149.255 ton. Selain padi, daerah ini juga penghasil utama palawija. Jagung, ubi jalar, ubi kayu, dan kacang tanah menempati urutan pertama dan kedua produksi terbesar di Sumatera Utara. Dukungan tenaga kerja pertanian tanaman pangan sangat besar. Kecamatan Dolok Panribuan dan Tanah Jawa yang berbatasan dengan Kabupaten Asahan di timur serta delapan kecamatan lainnya di barat merupakan daerah-daerah dengan tenaga kerja pertanian tanaman pangan lebih dari 50 persen. Kecamatan Dolok Silau yang berbatasan 32 dengan Kabupaten Karo di barat menjadi penyedia tenaga kerja pertanian tanaman pangan terbesar 83,4 persen. Sementara Kecamatan Tapian Dolok yang berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang menjadi daerah dengan sebaran penduduk merata dalam lapangan pekerjaan: pertanian tanaman pangan, perkebunan, pertanian lainnya, industri pengolahan, serta jasa. Potensi perkebunan semakin memantapkan pertanian sebagai sektor unggulan. Kegiatan ekonomi daerah tahun 2001 Rp 4,2 triliun, 62 persen disumbang oleh pertanian. Di sektor pertanian, hampir 50 persen ditunjang hasil perkebunan. Kelapa sawit menjadi komoditas utama. Tahun 2001 tak kurang 489.335 ton dihasilkan dari areal 24.787 hektar. Kelapa sawit merupakan produksi perkebunan rakyat terbesar kedua di Sumut setelah Kabupaten Labuhan Batu. Perkebunan besar dengan lahan hampir 70.000 hektar kelapa sawit memproduksi sekitar satu juta ton tahun 2001. Karet dan cokelat menjadi pendukung kontribusi perkebunan. Saat ini ada dua badan usaha besar yang dikelola pemerintah dan swasta. Jumlah tenaga kerja perkebunan tidak merata di setiap kecamatan. Ada tiga kecamatan dengan tenaga kerja setidaknya 20 persen, yakni Dolok Batu Nanggar, Jorlang Hataran, dan yang terbesar Sidamanik 28,5 persen berbatasan langsung dengan Danau Toba. Fluktuasi produksi karet dialami oleh perkebunan yang dikelola pemerintah lima tahun terakhir. Setelah penurunan produksi tahun 1997, tahun 2001 meningkat 38 persen dari tahun sebelumnya menjadi 8.608 ton. Peningkatan produksi sangat 33 tajam juga terjadi pada komoditas cokelat. Tahun 2000 perkebunan hanya memproduksi 2.076 ton kakao. Setahun berikutnya naik menjadi 13.630 ton. Namun, ini masih di bawah produksi tahun 1999 yang mencapai 16.032 ton.Tanaman yang membuat prihatin adalah teh. Produksi teh yang terpusat di Kecamatan Raya dan Sidamanik ini mulai anjlok. Penurunan produksi secara tajam dimulai tahun 2000, dari 100.498 ton tahun sebelumnya menjadi 75.796 ton, dan tinggal 15.340 ton tahun 2001. Dalam menjual hasil panen, petani Simalungun sangat bergantung pada pedagang dan tengkulak, yang sebagian besar dari luar daerah. Kehadiran industri besar, seperti PT Good Year Sumatra Plantations yang didirikan tahun 1970, cukup membantu petani memasarkan hasil panen mereka. Meskipun memiliki perkebunan sendiri, perusahaan pengolahan karet ini mampu menampung karet hasil perkebunan rakyat. Setelah diolah menjadi bahan setengah jadi, produknya dijual ke luar daerah dan ekspor. Melihat produksi pertanian yang melimpah, sepantasnya Pemerintah Kabupaten Simalungun memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan industri pengolahan. Meski masih belum maksimal, aktivitasnya mampu memberikan kontribusi Rp 721,6 miliar. Jumlah tenaga kerja yang terserap dalam bidang ini di berbagai kecamatan memang masih sedikit, satu sampai empat persen. Satu-satunya kecamatan dengan jumlah tenaga kerja besar dalam bidang ini adalah Tapian Dolok, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang, dengan 12,7 persen tenaga kerja. 34 Perpaduan pengembangan antara pertanian sebagai sumber bahan baku, industri sebagai wahana pemberi nilai tambah, dan perdagangan akan menjadikan Simalungun sebagai daerah agroindustri, agrobisnis, dan juga agrowisata.

2.4. Sarana dan Prasarana

Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)

8 111 119

PATTANGAN (Studi Etnografi Mengenai Kepercayaan Marga Besar pada Masyarakat Simalungun di Saribudolok terhadap Hewan)

4 37 112

PATTANGAN (Studi Etnografi Mengenai Kepercayaan Marga Besar pada Masyarakat Simalungun di Saribudolok terhadap Hewan)

0 0 11

PATTANGAN (Studi Etnografi Mengenai Kepercayaan Marga Besar pada Masyarakat Simalungun di Saribudolok terhadap Hewan)

0 0 1

PATTANGAN (Studi Etnografi Mengenai Kepercayaan Marga Besar pada Masyarakat Simalungun di Saribudolok terhadap Hewan)

0 0 18

PATTANGAN (Studi Etnografi Mengenai Kepercayaan Marga Besar pada Masyarakat Simalungun di Saribudolok terhadap Hewan)

0 0 20

PATTANGAN (Studi Etnografi Mengenai Kepercayaan Marga Besar pada Masyarakat Simalungun di Saribudolok terhadap Hewan)

0 0 2

BAB II GAMBARAN UMUM - Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)

0 1 27

BAB I PENDAHULUAN - Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)

0 2 24

Persepsi Masyarakat Desa Parbutaran Terhadap Pendidikan Formal (Studi Etnografi Mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Pendidikan Formal di Desa Parbutaran Kec. Bosar Maligas Kab. Simalungun)

0 0 15