24
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka peneliti dapat merumuskan masalah yang menjadi titik perhatian penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan keseimbangan risiko dan pengembalian
risk-return tradeoff investasi yang antara Jakarta Islamic Index dan LQ45 pada Bursa Efek Indonesia BEI.
2. Apakah terdapat apakah terdapat hubungan jangka panjang diantara
Jakarta Islamic Index dengan LQ45.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Untuk menganalisis perbedaan keseimbangan risiko dan pengembalian risk-return tradeoff saham dari indeks saham syariah dan
konvensional yaitu Jakarta Islamic Index dan LQ45 pada Bursa Efek Indonesia BEI.
b. Untuk menganalisis hubungan jangka panjang diantara Jakarta Islamic
Index dengan LQ45.
25
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Bagi Akademisi atau Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa dan akademisi lainnya yang ingin tahu lebih lanjut tentang
perkembangan pasar modal syariah di Indonesia.
b. Manfaat Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para pelaku pasar modal syariah khususnya bagi investor dalam negeri maupun luar
negeri untuk mempermudah dalam pemilihan investasi pada saham yang sesuai dengan syariah.
c. Manfaat Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Pemerintah khususnya Bursa Efek Indonesia BEI dalam
mengeluarkan kebijakan – kebijakan untuk mendorong perkembangan pasar modal syariah khususnya bagi perusahaan – perusahaan yang
termasuk dalam Jakarta Islamic Index JII. d.
Manfaat Bagi Investor
Mengenai manfaat yang akan investor dapatkan dari investasinya di pasar modal syariah dan seberapa besar ‘biaya’ yang
harus dikeluarkan ketika investor beralih dari pasar modal konvensional ke pasar modal syariah.
26
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan investor adalah investor yang memakai logika atas keputusan berinvestasi di pasar
modal syariah,bukan investor yang paham bahwa pasar modal syariah adalah sesuai dengan ketentuan agama dan dapat berbuah berkah
dunia akhirat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasar Modal Syariah
1. Pengertian Pasar Modal Syariah
Dalam www.idx.co.id
, Pasar Modal Syariah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain.
Menurut Agustianto 2008. Dalam Islam investasi merupakan
kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain.
Al-Quran dengan tegas melarang aktivitas penimbunan iktinaz terhadap harta yang dimiliki Q.S 9:33. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW
bersabda,”Ketahuilah, siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta, maka hendaklah ia menginvestasikannya membisniskannya,
janganlah ia membiarkan harta itu didiamkan, sehingga harta itu terus berkurang lantaran zakat”. Untuk mengimplementasikan seruan investasi tersebut, maka
27
harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi. Banyak pilihan orang untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi
adalah menanamkan hartanya di pasar modal. Pasar modal pada dasarnya merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau surat-surat berharga
jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Institusi pasar modal syariah merupakan salah satu
pengejawantahan dari seruan Allah tentang investasi tersebut. Pasar modal merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian
dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat
posisi keuangannya. Menurut Irfan Syauqi Beik 2007. Secara faktual, pasar modal telah menjadi financial nerve-centre saraf finansial dunia dalam dunia
ekonomi modern. Bahkan, perekonomian modern tidak akan mungkin eksis tanpa adanya pasar modal yang terorganisir dengan baik. Setiap hari terjadi
transaksi triliunan rupiah melalui institusi ini. Menurut Metwally 1995, 177 fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :
1 Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis
dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya. 2
Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas
3 Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk
membangun dan mengembangkan lini produksinya
28
4 Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada
harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional 5
Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.
29
Sedangkan karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah Metwally, 1995, 178-179 adalah sebagai berikut :
1 Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek
2 Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat
diperjualbelikan melalui pialang. 3
Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan
account keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan
4 Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi HST tiap-tiap
perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali 5
Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST 6
Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST 7
Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah
8 Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu
periode perdagangan setelah menentukan HST 9
Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan, dan dengan harga HST
Menurut Iggi H Akhsien 2000 : 1, dalam Islam, syariah dikenal sebagai hukum Allah yang mengatur muamalah dan ibadah, dimana tujuan paling
dasarnya adalah memajukan kesejahteraan manusia yang terletak pada jaminan atas keyakinan, intelektual, masa depan, dan harta milik. Kehidupan social
30
ekonomi, termasuk di dalamnya system keuangan dan instrumentasinya, tidak pula luput dari syariah. Islamic Finance adalah Sharia Based Finance, keuangan
yang secara logis menggunakan prinsip,prosedur, asumsi sekaligus instrumentasi dan aplikasi dari nilai epistomologi sumber pengetahuan Islam. Epistomologi
Islam yang utama adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Islamic Equity Fund berbeda dengan fund konvensional dalam
operasionalnya, dan yang paling tampak adalah proses screening dalam mengkonstruksi portfolio. Filterisasi menurut prinsip syariah akan mengeluarkan
aktivitas haram seperti riba, gharar ketidakpastian, spekulasi, minuman keras, judi, daging babi, rokok dan seterusnya.
Islamic Equity Fund pertama kali di luncurkan pada tahun 1995.yang pertama adalah National Commercial Bank di Saudi Arabia, dengan bantuan
Wellington. Management company of Boston Massachussets, berdasakan syariah. Equity Investment didasarkan pada system bagi hasil atau mudharaba
profitsharing-loss dimana imbal hasil return secara teoritis merefleksikan profitabilitasnya baik dalam bentuk capital gain dari harga saham yang meningkat
maupun dalam bentuk dividen, alih-alih membayarkan bunga kepada pemilik modal Equity funds adalah bentuk yang ideal sejalan dengan prinsip Islamic
Finance yang sangat mendorong alokasi produktif sumber daya ekonomi, partisipasi modal, dan pembagian risiko. Dengan prinsip bagi hasil ini, Islam lebih
mendorong surplus unit muslim untuk menjadi investor daripada menjadi kreditor. Dengan demikian, investor berhadapan dengan risiko atau ketidakpastian, berbeda
dengan kreditor yang meminta certain return.
31
Menurut Iggi H Akhsien 2000 : 3, Islamic Equity Funds adalah juga intermediaries yang membantu unit surplus melakukan penempatan investasi.
Islamic Equity Funds ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor yang peduli dengan isu public dan keadilan sosial, yang juga menginginkan
memperoleh earning dari sumber yang bersih serta dapat dipertanggung jawabkan secara religius.
Menurut Iggi H Akhsien 2000 : 62, secara umum bursa efek dalam ekonomi Islam harus melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut12 :
1 Memungkinkan para penabung berpartisipasi penuh pada pemilikan
kegiatan bisnis, dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
2 Memungkinkan para pemegang saham mendapatkan likuiditas dengan
menjual sahamnya sesuai dengan aturan bursa efek. 3
Memungkinkan kegiatan bisnis dari meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan bisnisnya.
4 Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada
harga saham yang merupakan ciri umum pasar modal non islami 5
Memungkinkan investasi pada ekonomi ini ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.
Menurut Adiwarman Karim 2008. Perbedaan fundamental antara shariah atau Islamic index dan index-index yang lain adalah seluruh saham-saham yang
yang tergabung dalam index ini harus sesuai dengan syariah atau yang lebih dikenal dengan shariah compliant . Sehingga dengan jelas dan mudah kita akan
32
mengambil kesimpulan bahwa hubungan nya ada pada saham screening. Screening ini diperlukan untuk menentukan apakah saham-saham tersebut bisa
disebut dengan saham “halal”. Untuk menyeleksi suatu saham apakah saham tersebut bisa dikategorikan sebagai saham syariah, bisa dilakukan dengan 2
pendekatan. Pendekatan pertama bisa kita kategorikan sebagai pendekatan jual beli. Kita bisa mengambil pendekatan ini dengan asumsi bahwa saham adalah
asset dan dalam jual beli ada pertukaran asset ini dengan uang. Atau kita juga bisa mengasumsikan dan juga bisa kita kategorikan sebagai sebagai sebuah kerja sama
yang memakai prinsip bagi hasil profit-loss sharing. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan yang berdasarkan ciri dasar
sebuah aktivitas keuangan atau produksi. Dengan menggunakan pendekatan produksi ini, sebuah saham bisa diklaim sebagai saham yang halal ketika produksi
dari barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan bebas dari element-element yang haram yang secara explicit disebut di dalam Al-Quran seperti riba, Judi,
Minuman yang memabukkan, zina, babi dan semua turunanturunannya. Sehingga semua perusahaan yang menjalankan bisnisnya dan berhubunga dengan
aktivitasaktivitas yang disebutkan diatas tidak akan pernah bisa dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki saham syariah. Akan tetapi pendekatan diatas
adalah pendekatan yang sangat dasar dan sangat fundamental. Dan hal ini belum cukup untuk menseleksi saham saham syariah ini. Ada metode-metode lain yang
ditambahkan untuk melengkapi apakah saham tersebut bisa dikategorikan sebagai saham-saham syariah.
33
2. Pasar Modal Syariah Indonesia
a Sejarah Pasar Modal Syariah Indonesia
Dalam Syari’ah News 2007 : 8, Pasar Modal yang berdasarkan pada ekonomi syariah mulai berkembang pesat dalam tujuh 7 tahun
terakhir. Dimulai ketika manjemen Danareksa Securities menerbitkan Islamic Equity Funds Reksadana Syariah pada tahun 1997. Tiga tahun
kemudian, Bursa Efek Indonesia BEI menerbitkan Jakarta Islamic Index JII, yang terdiri dari perusahaan public yang mengelola perusahaan yang
tidak melanggar syariah. Pada akhir tahun 2002, Indosat menunjuk AAA Securities sebagai underwriter, menerbitkan obligasi syariah berdasarkan
mudharabah, yang diikuti Berlian Laju Tanker Inc., Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan berbagai perusahaan lain.
b Instrumen Pasar Modal Syariah di Indonesia
1 Obligasi Syariah
Menurut Iggi H. Akhsien 2000 : 37. Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada pendapat bahwa bunga
adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga keluar dari investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif yang
dinamakan obligasi syariah. Jika merujuk kepada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No :
32DSN-MUIIX2002, “Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten
kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk
34
membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasilmarginfee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo”. Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk
menerbitkan Obligasi Syariah, beberapa persyaratan berikut yang harus dipenuhi.
1. Aktivitas utama core business yang halal, tidak
bertentangan dengan substansi Fatwa No : 20DSN- MUIIV2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis
kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah : i usaha perjudian dan permainan yang
tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; ii usaha lembaga keuangan konvensional ribawi, termasuk
perbankan dan asuransi konvensional; iii usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makan
dan minuman haram; iv usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang ataupun jasa
yang merusak moral dan bersifat mudarat. 2.
Peringkat Investasi : i memiliki fundamental usaha yang kuat; ii memiliki fundamental keuangan yang kuat; iii
memiliki citra yang baik bagi publik 3.
Keuangan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index JII
35
2 Saham Syariah
PT. Bursa Efek Indonesia BEI bersama dengan PT. Danareksa Investment Management DIM telah meluncurkan indeks saham yang
dibuat berdasarkan syariah Islam, yaitu Jakarta Islamic Index JII. Jakarta Islamic Index terdiri atas tiga puluh jenis saham yang dipilih dari saham-
saham yang sesuai dengan syariah Islam. Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur benchmark untuk
mengukur kinerja investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui indeks diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk
menembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah. Dalam
www.republika.co.id 2006, Penentuan kriteria pemilihan
saham dalam Jakarta Islamic Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT. Danareksa Investment Management. Sedangkan untuk
menetapkan saham-saham yang akan masuk dalam perhitungan JII dilakukan dengan urutan seleksi sebagai berikut :
1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan kecuali termasuk dalam sepuluh 10 kapitalisasi besar.
2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah
tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90
3. Memilih 60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan urutan rata-
rata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir.
36
4. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-
rata nilai perdagangan regular selama satu tahun terakhir. Pengkajian ulang akan dilakukan enam bulan sekali dengan
penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan
dimonitoring secara terus menerus berdasarkan data-data public yang tersedia.
Menurut Adiwarman Karim 2006 : 58, perhitungan JII dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan metode perhitungan
indeks yang telah ditetapkan Bursa Efek Indonesia, yaitu dengan bobot kapitalisasi pasar market cap weight. Perhitungan indeks ini juga
mencakup penyesuaian-penyesuaian adjustment akibat berubahnya data emiten yang disebabkan oleh aksi korporasi. JII menggunakan tanggal
awal perhitungan 1 Januari 1995 dengan nilai awal sebesar 100. Adiwarman Karim dari Karim Business Consulting pada bulan Mei
2006 mengumumkan akan menerbitkan Karim Index di tiga Negara, dengan tahapan penyaringan yang lebih baik dibandingkan JII dan terdiri
dari lima puluh saham. Menurut Adiwarman Karim 2006 : 58, pada periode Juni 2008
sampai dengan Desember 2008, Daftar perusahaan yang termasuk dalam Jakarta Islamic Index adalah sebagai berikut :
1. BUMI Bumi Resources Tbk tetap
2. ANTM Aneka Tambang persero Tbk tetap
37
3. TLKM Telekomunikasi Indonesia Tbk tetap
4. PTBA Tambang Batubara Bukit Asam Tbk tetap
5. ELTY Bakrieland Development Tbk tetap
6. UNSP Bakrie Sumatra Plantations Tbk masuk
7. INCO International Nickel Indonesia Tbk tetap
8. TINS Timah Tbk tetap
9. ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk masuk
10. UNTR United Tractors Tbk tetap
11. AALI Astra Agro Lestari Tbk tetap
12. SGRO Sampoerna Agro Tbk masuk
13. LSIP PP London Sumatera Tbk masuk
14. TRUB Truba Alam Manunggal Engineering Tbk tetap
15. ELSA Elnusa Tbk masuk
16. KIJA Kawasan Industri Jababeka Tbk tetap
17. SMGR Semen Gresik Persero Tbk tetap
18. LPKR Lippo Karawaci Tbk masuk
19. CTRA Ciputra Development Tbk tetap
20. MNCN Media Nusantara Citra Tbk masuk
21. KLBF Kalbe Farma Tbk tetap
22. CTRP Ciputra Property Tbk masuk
23. WIKA Wijaya Karya Persero Tbk masuk
24. UNVR Unilever Indonesia Tbk tetap
25. BISI Bisi Internasional Tbk masuk
38
26. BKSL Sentul City Tbk masuk
27. INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk tetap
28. ASRI Alam Sutera Realty Tbk masuk
29. BMTR Global Mediacom Tbk tetap
30. TOTL Total Bangun Persada Tbk masuk
3 Pasar Modal Syariah di Negara Lain
Menurut Adiwarman Karim 2006 : 58, Indonesia masih jauh tertinggal dari sisi volume, baik reksadana syariah maupun obligasi
syariah dibanndingkan dengan Negara tetangga Malaysia. Malaysia saat ini menguasai 62 dari seluruh obligasi syariah yang diterbitkan di dunia,
sedangkan Indonesia baru 1. Sementara itu di sisi saham syariah dimana indeks syariah
dijadikan sebagai tolak ukur investasi berbasis syariah terjadi pula peningkatan di level global. Saat ini bursa global juga mulai diramaikan
dengan penerbitan index syariah. Pada Februari 2006, SGX bekerja sama dengan FTSE Group dan Lembaga Riset Yasir meluncurkan indeks saham
syariah yang bernama FTSE Global Islamic Index. Indeks syariah milik SGX tersebut dirancang menggunakan standar keuangan internasional.
Selain itu, di Malaysia, Dow Jones bekerja sama dengan RHB Islamic Malaysia menyusun indeks syariah di Kuala Lumpur.
Menurut Adiwarman Karim 2006 : 58. Dari sisi penyaringan saham syariah, Indonesia yang memiliki JII sebagai indeks saham syariah
juga hanya melalui satu tahap dari tiga tahap yang seharusnya dijalankan.
39
Dan ini, jika dibandingkan dengan indeks syariah di Negara lain, akhirnya mengakibatkan JII kurang bersaing. Dua tahap yang tidak dijalankan oleh
JII diawal terbentuknya disebabkan oleh kondisi ekonomi dan pasar modal Indonesia yang saat itu tidak memungkinkan.
Tabel 2.1 Tahapan Penyaringan Saham Syariah
Proses Penyaringan Saham Syariah Secara Umum Tahap I Prinsip Syariah
Tahap II Rasio Keuangan Dan Indikator Pasar
Tahap III lainnya
Industri Non Syariah 1.
Makanan dan minuman haram 2.
Produk berbahaya 3.
Judi 4.
Lembaga keuangan konvensional 5.
Hiburan Rasio Keuangan
1. Likuiditas Asset 17-49
2. Pemasukan dengan bunga 5-15
3. Rasio hutang atas modal 30-33
4. Indikator Pasar
Citra Perusahaan
Big Market Capital Top 60
40
Tabel 2.2 Perbandingan Indeks Syariah
3. Indeks
a Konsep Kerja Indeks
Pada dasarnya, kinerja indeks sama dengan kinerja portfolio, yang dapat dilihat dari dua hal : risiko dan imbal hasil atau return. Hanya saja
yang menjadi perbedaan adalah bahwa portfolio, ada diversifikasi yang bisa dilakukan dan tidak pada indeks.
b Konsep Perhitungan Kinerja Indeks
Dalam penelitian ini akan menggunakan CAPM, dimana saat ini masih menjadi standar perhitungan bagi imbal hasil dan risiko yang
dihadapi.
Perbandingan Antar Indeks Syariah
Indeks Syariah Tahap I
Tahap II Tahap III
1. Jakarta Islamic Index JII
Ya Tidak
Tidak 2.
Securities Commision Malaysia
Ya Ya Ya
3. Dow Jones Islamic Index
Ya Ya
Tidak 4.
FTSE Global Islamic Index Ya
Ya Tidak
5. Karim Regional Islamic
Market Index Ya Ya
Tidak
41
ERi = Rf + β [ERm – ERf
Diamana ERi adalah expected return dari asset dan dalam penelitian ini berarti indeks i = JII atau LQ45, Rf adalah Risk free rate
yang diukur dari SBI dan Rm adalah expected return dari pasar yang diukur dari IHSG.
Menurut Douglas R Emery 2004 : 299, β beta adalah ukuran
linear dari beberapa banyak asset individu berkontribusi kepada standar deviasi pasar resiko sistematis. Menurut Douglas R Emery 2004 : 300,
beta juga mengindikasikan seberapa sensitif imbal hasil portfolio pasar. Menurut Aswath Damodaran 1996 : 33, CAPM dibangun dengan
premis bahwa varians dalam imbal hasil adalah alat pengukuran yang tepat bagi risiko, tapi hanya varians yang tidak terdiversifikasi yang dihitung.
Model CAPM mengukur varians yang tidak terdiversifikasi itu menggunakan estimasi beta dan berhubungan dengan imbal hasil yang
diharapka. Implikasi umum dari CAPM : 1.
Semua investor akan mengalokasikan kekayaan mereka lewat dua asset-asset yang tanpa risiko dan portfolio pasar
dari semua asset yang beresiko, didasarkan pada nilai pasar mereka.
2. Risiko dari semua asset akan diukur dengan seberapa
banyak risiko yang bertambah dalam portfolio pasar, dan risiko yang bertambah ini dapat diukur dengan
42
menggunakan kovarians antara imbal hasil asset dan imbal hasil pasar. Kovarians ini dapat distandarisasi dengan
membagi varians pasar dengan beta asset. Ross et al. 2003 : 285
Yang jika dalam penelitian ini : β = Cov[Ri,Rm]
Var[Rm] Di
mana βI = Beta saham
Cov =
Covarian Var = Varians
Ri = Return saham JII dan LQ45 Rm = Return Pasar IHSG
3. Imbal hasil dari asset secara linear berhubungan dengan
beta, semakin besar beta, maka semakin besar imbal hasil yang diharapkan.
Menurut Aswath Damodaran 1996 : 33, hubungan antara Beta dan Imbal hasil yang diharapkan digambarkan
digambarkan dalam gambar 3-1. Jika CAPM benar, semua asset harus ada di Security Market Line SML, di mana
menyediakan imbala hasil yang diharapkan untuk setiap beta yang ada. Gradient dari SML adalah nilai dari imbal
hasil per unit dari risiko pasarrisiko non diversifikasi.
43
Gambar 2.1 Beta dan Imbal hasil yang diharapkan : Security Market Line
Security Market Line
Rf
Beta
Sumber: Ross, et al. 2003 Menurut Aswath Damodaran 1996 : 33, model CAPM ini
juga mempunyai banyak kelemahan dan sudah hampir tiga dekade menjadi perdebatan. Roll,pada tahun 1977,
menyarankan bahwa sejak portfolio pasar tidak akan pernah bisa diobservasi,maka CAPM tidak akan pernah bisa di
terapkan, sehingga semua tes yang ada di CAPM dilakukan secara joint test dan portfolio pasar digunakan dalam tes.
44
4. Resiko dan Tingkat Pengembalian Risk – Return Tradeoff
a Pendekatan Risiko
Menurut Jogiyanto 2008 : 214 hanya menghitung return saja suatu investasi tidaklah cukup. Risiko menurut Emery 2004 : 303, Risiko secara
sederhana adalah terjadinya sesuatu yang tidak kita harapkan atau tidak teradinya sesuatu yang kita harapkan. Ada dua jenis risiko yang umumnya kita
ketahui : 1.
Risiko Sistematis. Ini adalah risiko yang ada dalam setiap investasi yang kita lakukan dan besarnya adalah tetap. Disebut juga sebagai risiko yang
tidak terdiversifikasi. 2.
Risiko Tidak Sistematis. Ini adalah risiko yang ada dalam tiap investasi namun memiliki besar risiko yang berbeda-beda untuk setiap asset.
Disebut juga sebagai risiko yang dapat didiversifikasi, karena semakin banyak diversifikasi jenis investasi dan investasi dalam portfolio kita,
maka semakin berkurang risiko tidak sistematis yang kita hadapi.
45
Gambar 2-2 Risiko
Risiko Tidak Sistematis
Risiko Sistematis
Jumlah Risiko Sistimatis
Sumber: Ross, et al. 2003:274 Menurut Bodie 1999 : 685, metode penyesuaian menggunakan
criteria mean-varians dikembangkan secara simultan dengan Capital Asset Pricing Models CAPM. Jack Treynor 1966 termasuk ilmuwan yang sangat
cepat mengaplikasikan CAPM untuk memberi rating dari kinerja manajer. dalam CAPM, varians adalah pengukur risiko.
Menurut Bodie 1999 : 686, Treynor Index menunjukkan hubungan antara portfolio excess return dan risiko sistematis yang ada. Diasumsikan
bahwa unsystematic risk nya minimum melalui diversifikasi portfolio, sehingga indeks ini menunjukkan risk premium per risiko sistematis.
46
Dimana :
Ri : Return dari Index Harga Saham JII atau LQ45
Rm : Return Pasar dari Indeks Harga Saham Gabungan IHSG βi : beta dari Index Harga Saham JII atau LQ45
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan portfolio adalah indeks.
b Pendekatan Imbal Hasil
Imbal hasil adalah keuntungan atau selisih positif yang didapat dari perbandingan harga saat ini dengan sebelumnya.
Imbal hasil secara sederhana dapat dihitung dengan dua cara : 1.
Diskrit
2. Kontinu
Di mana : P
t+1
adalah harga pada waktu t + 1, P
t
adalah harga pada waktu t dan ln adalah logaritma natural.
Pada penelitian ini akan digunakan cara kontinu karena akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan diskrit.
47
B. Penelitian Terdahulu
Sesuai dengan tema dalam penelitian ini, maka pasar modal syariah akan lebih difokuskan dalam perbandingan antara indeks syariah dan indeks
konvensional dalam hal kinerja risiko dan imbal hasil. Harus diakui belum banyak penelitian yang dilakukan tentang hal ini. Penelitian yang pernah dilakukan adalah
sebagai berikut : Hakim dan Rashidian 2002 : 10 melihat risiko dan imbal hasil dari
indeks syariah dengan melihat hubungan antara DJIMI, Wilshire 5000 dan TIBILLS 3 bulanan periode Desember 1999 sampai dengan April 2002. DJIMI
adalah indeks syariah di Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh Dow Jones dan Wilshire 5000 adalah kumpulan dari 5000 perusahaan terbesar di Amerika
Serikat. DJIMI adalah bagian dari Wilshire 5000. Sekitar 75 saham di Wilshire 5000 tidak memenuhi kriteria syariah. Hakim dan Rashidian menggunakan
Statistik Deskriptif, Unit Root Test, Cointegration Test, Causality Test dan VECM. Hasilnya adalah Indeks syariah memiliki karakteristik risiko dan imbal
hasil yang unik, yaitu indeks syariah kurang terdiversifikasi dari pada Wilshire 5000 namun memiliki imbal hasil yang lebih kecil dan disiko yang lebih kecil
pula dibandingkan Wilshire 5000. Penelitian dengan obyek pasar modal syariah dilakukan oleh Aruzzi dan
Bandi 2003. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana variable tingkat suku bunga, rasio profitabilitas dan beta akuntansi dapat
mempengaruhi risiko sistematik atau beta saham syariah yang tergabung dalam
48
Jakarta Islamic Index JII di Bursa Efek Jakarta BEJ secara bersama-sama ataupun secara parsial pada periode pengamatan yang diambil dalam penelitian
tersebut. Adapun obyek yang diteliti adalah saham perusahaan yang termasuk ke dalam JII dalam periode Januari 2008– Desember 2009. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara bersama-sama maupun parsial variabel-variabel tingkat suku bunga, rasio profitabilitas dan beta akuntansi tidak mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap beta saham syariah. Koefisien determinasi adalah sebesar 7,1 ini berarti variabel-variabel tingkat suku bunga, rasio
profitabilitas dan beta akuntansi hanya dapat menjelaskan beta saham syariah sebesar 7,1, sedangkan 92,9 dijelaskan oleh variabel-variabel lain.
Hinsa Siahaan Maret 2007 : 1, Setiap investasi selalu membandingkan besarnya risiko dengan pengembalian yang diharapkan. Investasi disebut juga
sebagai the trade off between Risk and return. Hampir semua investor tidak suka dengan risiko, kalau boleh menghindarinya. Untuk mengharapkan agar investor
bersedia mengambil risiko tinggi, maka kepada mereka harus ditawarkan tingkat pengembalian yang tinggi. Dengan kata lain apabila seorang investor
menghendaki tingkat pengembalian yang lebih tinggi, dia harus berani atau bersedia mengambil risiko yang lebih tinggi. High risk high return.
Hinsa Siahaan Maret 2007: 15. Pada dasarnya , proses investasi di pasar keuangan di pasar uang dan pasar modal adalah meliputi; tahapan menentukan
tujuan investasi set investment policy, tahapan penilaian sekuritas secara individual perform security analysis, tahapan membentuk portfolio construct a
49
portfolio, tahapan merivisi portfolio, dan tahapan penilaian kinerja portofolio Evaluate the performance of the portfolio.
Di Malaysia, Ahmad, Z dan Haslindar Ibrahim 2002 : 33 menunjukkan tetang penelitian perbandingan Islamic Index dengan KLSE Composite Index
KLCI. Hasilnya, Islamic Index lebih baik dari KLCI tersebut. Hakim dan Rashidian 2002 : 5 juga menggunakan Rasio Sharpe dan
hasilnya, DJIMI memiliki Rasio Sharpe yang lebih rendah dibandingkan dengan Wilshire 5000, ini menggambarkan DJIMI memiliki risiko per unit imbal hasil
yang lebih kecil dari pada Wilshire 5000. Dan dalam pasar modal US, tidak ada hubungan jangka panjang yang stabil antara DJIMI dan Wilshire 5000.
Kesimpulan lain yang ada dari penelitian ini adalah seleksi yang ada pada DJIMI tidak mempengaruhi kinerja dari indeks dan tidak mengakibatkan investasi pada
DJIMI kehilangan imbal hasil jika dibandingkan dengan Wilshire 5000. DJIMI dan Wilshire 5000 sama-sama kompettif.
Albaity, M dan Rubi Ahmad 2008 : 41 menganalisa imbal hasil dari saham Islamic di Malaysia. Penelitiannya menggunakan Unit Root Test,
Correlation dan Cointergration Test, Granger Causality, dan Vector Error Correction Model. Data yang diambil sebagai sample observasi adalah Saham
gabungan KLCI, Indeks Syariah KLSI dan TBills 3 bulanan Malaysia. Periode data dari April 1999 sampai dengan Desember 2003. Hasilnya adalah TBills
memiliki return tertinggi, lalu diikuti oleh KLSI dan KLCI. Diketahui pula adanya : 1 hubungan jangka panjang antara KLCI dan KLSI, 2 KLSI ternyata
menyebabkan KLCI, 3 TBill 3 bulanan menyebabkan KLSI dan 4 KLSI-KLCI
50
mempunyai hubungan timbale balik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tbills tidak mempengaruhi dalam jangka panjang.
Rulindo, R dan Todi Kurniawan 2006 : 46 meneliti tentang hubungan risiko dan imbal hasil dari IHSG dan JII, juga melihat hubungan dan pengaruh
dari TBills suku bunga Bank Indonesia dalam IHSG dan JII dan melihat pula pengaruh yang ada antara mereka. Data dari Januati 2001 sampai dengan
Desember 2004. Variable yang digunakan adalah IHSG, JII dan TBills tiga bulanan. Analisa menggunakan Deskriptif Statistik, Unit Root Test,
Cointegration, dan Granger Causality. Hasil yang ada adalah terlihat perbedaan antara IHSG dan JII. Di mana JII memiliki imbal hasil yang lebih besar
dibandingkan dengan IHSG. Dalam hubungan jangka panjang, tidak terjadi hubungan antara TBills,IHSG dan JII, satu sama lain saling mandiri. Ini cukup
menarik karena dalam penelitian-penelitian sebelumnya, ditemukan minimal adanya satu hubungan antara variable yang ada. Dan dapat disimpulkan bahwa
pasar yang terjadi adalah pasar yang efisien karena harga informasi yang ada tercermin langsung dalam harganya. Dengan hasil ini, investor dapat pindah dari
IHSG ke JII tanpa perlu khawatir mengenai tingkat suku bunga. Dalam jangka pendek TBills mempengaruhi IHSG dan JII secara
langsung. Ini memperlihatkan sebuah ide pada kita bahwa investor yang ada dalam IHSG dan JII termasuk investor yang bermain aman, memiliki
kecenderungan pada tingkat bunga bebas resiko. Secara prilaku, investor yang berinvestasi dalam JII lebih termotivasi pada keuntungan jangka pendek, bukan
pada kesadaran untuk berinvestasi di indeks syariah. Hasil lain penelitian ini yang
51
cukup penting adalah adanya seleksi secara syariah tidak mempengaruhi kinerja dari JII.
Hakim dan Rashidian 2004 membandingkan dua indeks, yaitu Dow Jones Sustainibility Index DJSI dan Dow Jones Islamic Market Index DJIMI.
‘Keranjang’ besar dari DJSI dan DJMI adalah Dow Jones World Index DJW. DJSI sering disebut sebagai Green Index karena berbasiskan moral dalam
penyaringannya. Jadi untuk dapat masuk dalam DJSI harus dilihat apakah memiliki keberpihakan pada nilai-nilai moral yang dianut secara umum. Indeks ini
memiliki lebih dari tiga ratus saham DJSI. Hampir sama dengan DJIMI, hanya saja DJIMI memiliki criteria syariah, dimana ada seleksi yang sesuai dengan
prinsip Islam dalam memasukkan saham-saham ke dalam indeks ini. DJIMI diluncurkan pada Februari 1999. Data yang digunakan adalah data mingguan,
periode data adalah Januari 2000 sampai dengan Agustus 2004, dengan total 243 minggu. Dengan menggunakan dasar Capital Asset Pricing Model dalam teori,
Deskriptif Statistik, metode Ordinary Least Square OLS dan Generalized Method of Momments GMM ditemukan bahwa adanya seleksi tidak
mengakibatkan kinerja dari DJIMI berkurang, walaupun secara kinerja dengan menggunakan Rasio Treynor nilai DJSI jauh lebih baik dari DJIMI. Secara imbal
hasil memang DJIMI memiliki imbal hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan DJSI, namun DJIMI juga memiliki risiko dari standar deviasi yang lebih kecil
dibandingkan DJSI. Hasil penelitian lainnya adalah DJIMI terkena tekanan risiko dua kali lipat
dibandingkan DJSI, jika kita beralih dari DJSI ke DJIMI. DJIMI kurang sensitif
52
terhadap fliktuasi dalam risiko sistematis dibandingkan dengan Dow Jones World Index, artinya jika kita mengacu pada DJIMI maka kita tidak akan mendapatkan
tekanan risiko lagi dibandingkan ketika kita mengacu pada DJW. Hakim dan Rashdian dalam penelitian ini menggunakan conditional CAPM dan menguji
validitas dari conditional CAPM ini. Hasilnya adalah DJIMI conditional CAPM berlaku dengan terpenuhinya syarat garis potong adalah pada risk free rate, beta
tunggal berlaku dan hubungan antara nilai DJIMI dapat dijelaskan secara linier oleh CAPM. Hasil yag sedikit berbeda ditunjukkan pada DJSI, dimana beta
tunggal DJSI tetap ada namun DJSI tidak memiliki garis potong pada risk free rate, dan hubungan antara nilai DJSI tidak dapat dijelaskan secara linie oleh
CAPM, DJSI jauh lebih rumit dibandingkan dengan DJIMI.
C. Kerangka Pemikiran