Metode Pengumpulan Data Sekilas Gambaran Umum Indeks Pasar Modal Indonesia

58

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dan tidak perlu dikumpulkan lagi. Data-data sekunder yang digunakan penulis adalah data- data yang berhubungan langsung dengan penelitian yang dilaksanakan dan bersumber dari terbitan-terbitan Bursa Efek Indonesia, Bapepam dan Bank Indonesia. Informasi utama yang digunakan sebagai data penelitian adalah return dan resiko dari investasi, data mengenai tingkat suku bunga bebas resiko peneliti menggunakan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI berdasarkan laporan bulanan terbitan Bank Indonesia. Penelitian ini juga memilih SBI sebagai tingkat suku bunga bebas resiko dengan anggapan bahwa Bank Indonesia yang mengeluarkan SBI dapat dipastikan akan melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Jadi investasi yang dilakukan SBI benar-benar bebas resiko. Disertai dengan data perkembangan Saham pada pasar modal syariah dan konvensional periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2009.

D. Metode Analisis Data

Alur pengolahan data secara umum adalah sebagai berikut :

1. Deskriptif Statistik

Berdasarkan tinjauan literatur, penyaringan investasi diharapkan akan menghasilkan laba lebih rendah dari investasi non-disaring karena tingkat 59 yang lebih rendah pada diversifikasi. Oleh karena itu, hipotesis 1a pertama untuk diuji adalah H : “terdapat perbedaan rata-rata kinerja antara saham berbasis syariah dengan saham berbasis konvensional” Return diukur oleh perbedaan harga antara periode t dan t-1. Dengan kata lain, kita menghitung kembali dengan menggunakan rumus berikut. Statistic yang dicari adalah statistic dari imbal hasil bulanan JII, LQ45, IHSG dan SBI. Imbal hasil dicari dengan menggunakan metode kontinu : Empat teknik pengukuran yang digunakan. Pertama, kita mengukur SR, yang merupakan rasio yang dikembangkan oleh Sharpe pemenang hadiah Nobel untuk mengukur kinerja disesuaikan risiko. Rumusnya adalah sebagai berikut: Dimana Ri : Return dari Index Harga Saham JII atau LQ45 Rm : Return Pasar dari Indeks Harga Saham Gabungan IHSG σi : standar deviasi dari Index Harga Saham JII atau LQ45 60 Umumnya, SR lebih tinggi menunjukkan kinerja yang lebih tinggi atau superior, dan sebaliknya. kapitalisasi pasar, dengan dasar tanggal 4 Januari 2008 dan Ada 45 saham rangking tertinggi yang masuk kriteria LQ45 dan 30 saham yang masuk dalam kriteria JII. Kedua, tolok ukur kinerja TI dihitung dalam studi kasus ini. Langkah- langkah Return yang diterima itu melebihi dari apa yang telah dapat diperoleh pada investasi bebas risiko, per setiap unit risiko pasar. Semakin tinggi nilai TI, semakin tinggi pula diperoleh per unit risiko. The Treynor Rasio dihitung sebagai: Ri : Return dari Index Harga Saham JII atau LQ45 Rm : Return Pasar dari Indeks Harga Saham Gabungan IHSG βi : beta dari Index Harga Saham JII atau LQ45 Ketiga, dalam penelitian ini akan menggunakan CAPM, dimana saat ini masih menjadi standar perhitungan bagi imbal hasil dan risiko yang dihadapi. ERi = Rf + β [ERm – ERf Diamana ERi adalah expected return dari asset dan dalam penelitian ini berarti indeks i = JII atau LQ45, Rf adalah Risk free rate yang diukur dari SBI dan Rm adalah expected return dari pasar yang diukur dari IHSG. 61 Mencari β beta yang merupakan ukuran linear dari beberapa banyak asset individu berkontribusi kepada standar deviasi pasar resiko sistematis dalam penelitian ini menggunakan : β = Cov[Ri,Rm] Var[Rm] Di mana βi = Beta saham Cov = Covarian Var = Varians Ri = Return saham JII dan LQ45 Rm = Return Pasar IHSG Pengukuran keempat Return adalah formula yang dimodifikasi SR dikembangkan oleh Statman 1987. Pengukuran ini dikenal sebagai excess standar deviasi – adjusted return dan disingkat sebagai eSDAR. Excess yang diteliti adalah Return indeks Syariah atau Komposit atas Return patokan IHSG Index, di mana indeks leverage untuk memiliki patokan standar deviasi. Secara matematika digambarkan sebagai berikut, + Dimana : suku bunga harian SBI : tingkat pengembalian indeks pasar saham baik JII atau LQ45 : tingkat pengembalian indeks IHSG patokan : standar deviasi dari JII dan LQ45 : standar deviasi dari IHSG 62

2. Analisis VAR

Pada dasarnya, Analisis VAR meliputi Uji Stasioneritas Data dan Estimasi Model VAR dengan VECM.

a. Uji Stasioneritas Data

Untuk menguji cointegration, kita perlu melakukan Uji Akar Unit. Uji akar unit ini digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stasioner atau tidak stasioner. Test ini sebenarnya hanya merupakan pelengkap dari analisis VAR, mengingat tujuan dari analisis VAR adalah untuk menilai adanya hubungan timbal balik di antara variabel-variabel yang diamati, dan bukan test untuk data. Akan tetapi, apabila data yang diamati adalah stationer, hal ini akan meningkatkan akurasi dari analisis VAR. Tujuan dari test ini adalah untuk menyelidiki hipotesis berikut : Ha : “terdapat hubungan jangka panjang antara indeks berbasis syariah dengan saham berbasis konvensional.” Dalam statistik dan ekonometrik, uji akar unit digunakan untuk menguji adanya anggapan bahwa sebuah data time series tidak stasioner. Uji yang biasa digunakan adalah uji augmented Dickey–Fuller. Uji lain yang serupa yaitu Uji Phillips–Perron. Keduanya mengindikasikan keberadaan akar unit sebagai hipotesis null. Perlu diketahui bahwa data yang dikatakan stasioner adalah data yang bersifat flat, tidak mengandung komponen trend, dengan keragaman yang konstan, serta tidak terdapat fluktuasi periodik. Untuk diketahui adanya akar unit, maka dilakukan pengujian Dickey-Fuller DF-test sebagai berikut: 63 Jika variabel sebagai variabel dependen, maka akan diubah menjadi Y t = ρ Y t-1 + U t Jika koefisien Y t-1 ρ adalah = 1 dalam arti hipotesis diterima, maka variabel mengandung unit root dan bersifat non-stasioner. Untuk mengubah trend yang bersifat non-stasioner menjadi stasioner dilakukan uji orde pertama first difference ΔY t = ρ-1 Y t – Y t-1 Koefisien ρ akan bernilai 0, dan hipotesis akan ditolak sehingga model menjadi stasioner. Hipotesis yang digunakan pada pengujian augmented dickey fuller adalah: H1b : ρ = 0 Terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner H1b : ρ ≠ 0 Tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner Kesimpulan hasil root test diperoleh dengan membandingkan nilai t- hitung dengan t-tabel pada tabel Dickey-Fuller. Keberadaan cointegration hubungan antara dua variabel menyiratkan bahwa ada setidaknya efek kausal dari satu variabel ke variabel yang lain. Namun, arah kausalitas tidak ditentukan oleh Cointergration Test. Untuk menentukan arah penyebab iulah tes kausalias Granger digunakan. Keberadaan kointegrasi antara variabel-variabel akan memerlukan kausalitas Granger untuk diimplementasikan dalam Vector Error Correction Model VECM jika data yang diteliti tidak stasioner. Jika data yang diteliti 64 stasioner, maka model Vector Autoregresive VAR yang digunakan untuk menguji kausalitas.

b. Vector Error Correction Model VECM

Jika Granger menunjukkan bahwa data time series yang diuji tidak stasioner pada tingkat level atau disebut non-stasionaritas data, maka ini dikatakan bahwa data tersebut terkointegrasi. Data VECM digunakan di dalam model VAR non structural apabila data time series tidak stasoner pada level, tetapi stasioner pasa data diferensi dan terkointegrasi sehingga menunjukkan adanya hubungan teoritis antara variable. Adanya kointegrasi ini maka VECM yang merupakan model VAR non structural ini disebut model VAR yang terestriksi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan prilaku jangka panjang antara variable yang ada agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasi namun tetap membiarkan perubahan-perubahan dinamis di dalam jangka pendek. Termnologi kointegrasi ini dikenal sebagai koreksi kesalahan error correction karena apabila terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek secara bertahap. 65

c. Estimasi Model VAR dengan VECM

Proses estimasi ini terdiri dari : a. Granger Causality Test Granger 1969 mempostulasikan bahwa suatu variabel X dikatakan menyebabkan variabel lain, Y, apabila Y saat ini dapat diprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu X. Sebagaimana yang ditulisnya: Variable X is said to cause another variable Y, with respect to a given information set that includes X and Y, if current Y can be predicted better by using past values of X than by not doing so, given all other past information in the information set is used. Terlihat bahwa teori Granger dilandasi atas asumsi sejumlah informasi yang memasukkan X dan Y saat ini dan semua informasi masa lalu. Katakanlah At adalah himpunan informasi yang telah tersedia dengan t =…, -1, 0, 1, 2, … Dengan kata lain, asumsi yang digunakan adalah A={X, Y}. X dan Y dianggap merupakan sepasang data runtut waktu yang memiliki kovarians linear yang stasioner linear covariance-stationary time series. Oleh karena itu: Di mana X = variabel independen dan Y = variabel dependen Test ini menguji apakah suatu variabel bebas independent variable memiliki perbandingan dari variabel tidak bebas dependent variable. 66 Granger causality test merupakan alat pengujian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara variabel-variabel yang sedang dianalisa. Terkait dengan penelitian ini, granger causality test memungkinkan kita membandingkan adanya hubungan satu arah atau dua arah dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yang membandingkan kinerja keseimbangan resiko dan pengembalian Risk- Return Tradeoff antara dua indeks yang berbeda. Sebelum melakukan granger causality test, penulis melakukan pengujian nilai lag maksimum dan nilai lag optimum dari kedua pendekatan ini dengan Likelihood Ratio Test yang telah dijabarkan sebelumnya. Nilai lag yang nantinya ditemukan , terutama nilai lag optimum, digunakan sebagai nilai lag dalam uji kausalitas granger. b. The Impulse Responses: Untuk melihat efek gejolak shock suatu standar deviasi dari variabel invovasi terhadap nilai sekarang current time values dan nilai yang akan datang future values dari variabel-variabel endogen yang terdapat dalam model yang diamati. Respons Terhadap Adanya Aksi The Impulse Responses adalah salah satu aksesoris pada VAR yang digunakan untuk melihat respon variable endogen terhadap adanya pengaruh inovasi shock variable endogen yang lain Pindycks dan Rubinfeld, 1998; 385. Inovasi diinterpretasikan sebagai “goncangan kebijakan” policy shock atau juga sering disebut aksi. Secara ststistik respon terhadap aksi dirumuskan dalam 67 persamaan Sims 1980b, 256-257. Jika kita mempunyai sebuah model linier vector skolastik x yang diformulasikan sebagai berikut : Dimana yaitu variabel gangguan kemudian memilih matriks triangular B sehingga menghasilkan B yakni sebuah kovarian diagonal matriks dan B juga mempunyai diagonalnya sendiri, oleh karena itu A perlu dipindah menjadi C = AB 1 dan e menjadi f = Be, sehingga menjadi : Dari formula di atas, koefisien C adalah respons terhadap adanya aksi atau inovasi Responses of Innovations. c. The Cholesky Decomposition: The Cholesky Decomposition atau biasa disebut juga dengan The Variance Decomposition memberikan informasi mengenai variabel inovasi yang relatif lebih penting dalam VAR. Pada dasarnya test ini merupakan metode lain untuk menggambarkan sistem dinamis yang terdapat dalam VAR. Test ini digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri maupun shock dari variabel lain. 68 Dekomposisi varian juga merupakan metode lain dari system dinamik dengan mengunakan VAR. Jika respons terhadap adanya aksi menunjukkan efek dari sebuah kebijakan shock variable endogen terhadap variable lain. Sebaliknya, dekomposisi varian akan menguraikan inovasi pada sebuah variable endogen terhadap komponen goncangan shock variable yang lain di dalam VAR. Berhubungan dengan persamaan pertama pada The Impulse Responses, perlu ditetapkan terlebih dahulu matriks varian-kovarian dari pada periode k sehingga persamaannya menjadi : Sehingga niai inilah yang disebut sebagai dekompoisi varian. 69 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Indeks Pasar Modal Indonesia

Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian nasional, memiliki peranan yang penting dalam menumbuhkembangkan perekonomian nasional. Dukungan sektor swasta menjadi kekuatan nasional sebagai dinamisator aktivitas perekonomian nasional. Pun demikian, di Indonesia, ternyata pasar modal masih didominasi oleh pemodal asing. Idealnya, dalam pasar modal perlu ada keseimbangan antara pemodal asing dengan pemodal lokal. Pasar modal Indonesia masih dianalogikan dengan arena judi, bukan sebagai sarana investasi. Akibatnya, hal ini menyebabkan peningkatan fluktuasi dan merugikan investor minoritas. Indonesia memiliki 2 bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta BEJ dan Bursa Efek Surabaya BES, yang masing-masing dijalankan oleh perseroan terbatas. Pada September 2007, Bursa Efek Jakarta dan Surabaya digabungkan merger menjadi Bursa Efek Indonesia BEI. Melalui merger ini diharapkan dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan ke pasar modal. Melalui penggabungan ini, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan saham secara single listing, sudah terakreditasi pada BEI. Sementara itu, bagi anggota bursa, dengan menjadi anggota bursa atau pemegang saham BEI, akan langsung menembus pasar. Bagi investor penggabungan ini menjadikan makin banyaknya pilihan investasi, karena tidak ada lagi pembedaan pasar BES dan BEJ, karena produk investasi ditawarkan dalam satu atap yaitu BEI. 70 Indeks yang ada di pasar modal Indonesia yang juga tercatat pada Bursa Efek Indonesia BEI adalah : 1. Indeks Individual Indeks individual menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI. 2. Indeks Sektoral Indeks Sektoral menggunakan semua emiten yang termasuk dalam masing-masing sektor. Sekarang ini ada 10 sektor yang ada di BEI yaitu sektor Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdangangan dan Jasa, dan Manufaktur. 3. Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG Composite Stock Price Index Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG Composite Stock Price Index menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks. IHSG diperdagangkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983 dengan nilai dasar 100dan jumlah emiten 12. IHSG menggunakan Market Value Indeks dalam melakukan penghitungan. 71 4. Indeks LQ45 Indeks LQ45,yaitu indeks yang terdiri dari 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar yang likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham baru yang masuk kedalam LQ45 tersebut. 5. Indeks Syariah atau JII Jakarta Islamic Index JII merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi criteria investasi dalam syariat Islam. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti perjudia serta permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang dan usaha lembaga keuangan konvensional ribawi termasuk perbankan dan asuransi konvensional. 6. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan Yaitu indeks harga saham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan. 72 7. Indeks KOMPAS 100 Merupakan Indeks Harga Saham hasil kerjasama Bursa Efek Indonesia dengan harian KOMPAS. Indeks ini meliputi 100 saham dengan beberapa poses penentuan, yaitu telah tercatat di BEI minimal 3 bulan, saham tersebut masuk dalam perhitungan IHSG Indeks Harga Saham Gabungan. Berdasarkan pertimbangan factor fundamental perusahaan dan pola perdagangan di bursa, BEI dapat menetapkan untuk mengeluarkansaham tersebut dalam proses perhitungan indeks harga 100 saham, dan masuk dalam 150 saham dengan nilai transaksi dan frekwensi transaksi serta kapitalisasi pasar terbesar di Pasar Reguler, selama 12 bulan terakhir.

B. Perkembangan Pasar Modal Indonesia