Gambar 4
. Data persentase penghambatan radang telapak kaki tikus
5.2 Pembahasan
Tanaman gambir Uncaria gambir Roxb memiliki khasiat unuk pengobatan berbagai penyakit. Dari literature diperoleh informasi bahwa
tanaman ini digunakan sebagai obat diare, luka bakar dan lain-lain Haryanto, 2009. Dari hasil penapisan fitokimia ekstrak air gambir mengandung
flavanoid, alkaloid, saponin, tannin dan kuinon. Menurut jurnal the key to medicinal plants research revolves around the detection, isolation, and
characterisation of antioxidants as therapeutic agent Misra, 2009 mengatakan bahwa gambir dapat digunakan sebagai analgetik dan
antiinflamasi karena gambir mengandung katekin flavanoid, tannin dan gambiriin yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan ini diasumsikan
dapat menghilangkan nyeri analgetik dan radang inflamasi Lieber dan Leo, 1999.
Untuk mengekstraksi kandungan kimia dari tanaman gambir digunakan metode cara panas, yaitu dengan memasak panas daun tanaman
gambir yang kemudian dicetak selagi panas menjadi bongkahan gambir. Kemudian dari hasil bongkahan ekstrak kering air gambir ini kita ekstrak
kembali dengan freeze drying yang sebelumnya bongkahan gambir dibuat infusa terlebih dahulu. Tujuan dilakukan pengekstrakan dua kali adalah
karena ekstrak air yang dilakukan oleh masyarakat tidak sesuai standar dan untuk meminimalisasi kemungkinan adanya variasi kandungan kimia
sehingga ditakutkan adanya tambahan zat lain sebagai pengotor dalam gambir tersebut oleh karena itu, perlu dilakukan ekstrak air terstandar yaitu dengan
metode freeze drying. Berdasarkan kandungan berkhasiat yang dimiliki oleh gambir seperti
tannin, katekin, asam katekutanat yang kelarutannya lebih baik dalam senyawa polar dan akan lebih besar kelarutannya apabila menggunakan air
panas Pambayun, 2007. Sehingga, diharapkan dengan metode infusa dapat menarik semua komponen berkhasiat dalam gambir karena proses infundasi
sendiri adalah ekstraksi dengan pelarut air selama 15 menit setelah suhu dalam penangas mencapai 95-98
C DepKes 2000. Pada saat proses penyaringan, gambir harus segera disaring dalam keadaan panas agar
kandungan dalam gambir tetap larut dan tersaring selain itu karena gambir akan cepat mengeras membentuk seperti pasta dalam keadaan dingin
sehingga dikhawatirkan komponen berkhasiat gambir tidak ikut terbawa saat
proses penyaringan. Kemudian, hasil infusa gambir dikeringkan dengan cara freeze drying. Prinsip kerja freeze drying meliputi pembekuan larutan,
menggranulasikan larutan yang beku tersebut, mengkondisikannya pada vacum ultra-high dengan pemanasan yang sedang sehingga mengakibatkan air
pada bahan pangan tersebut akan menyublin dan akan menghasilkan produk padat solid product Tambunan, 2000.
Efek analgetik ekstrak air gambir dilakukan dengan metode Writhing Test. Metode Writhing Test digunakan untuk pengujian analgetik non
narkotik. Metode ini dipilih karena metodenya sederhana, sensitive untuk pengujian analgetik-analgetik lemah. Prinsip metode ini adalah mengamati
jumlah geliat pada mencit yang terjadi akibat pemberian induksi asam asetat 0,5 vv dengan pemberian volume 0,5 ml20 gBB mencit secara intra
peritoneal IP. Larutan asam asetat ini digunakan sebagai pemicu nyeri yang berupa geliat cacah perut pada mencit. Penggunaan asam asetat 0,5 vv
karena asam asetat pada 0,5 vv dapat memberikan geliat cacah perut pada mencit yang tidak terlalu banyak ataupun sedikit sehingga dapat teramati serta
dapat dihitung secara kuantitatif dibandingkan penggunaan asam asetat dengan konsentrasi 1 vv. Penyuntikkan asam asetat 0,5 vv dilakukan
secara intra peritoneal IP karena penyuntikkan secara IP absorpsi terjadi secara cepat dan konstan sehingga efek yang dihasilkan lama Setiawati,
1995 sehingga rasa nyeri yang dirasakan mencit cukup lama. Dengan durasi
nyeri yang cukup lama maka geliat mencit dapat teramati dan dihitung selama 30 menit.
Pada metode Writhing Test efek analgetik diamati mulai dari waktu 0 menit sampai 30 menit Cavalho et.al,. 1999 setelah diinduksi dengan asam
asetat pada tiap-tiap kelompok perlakuan, dimana kelompok perlakuannya adalah kontrol negatif NaCMC 1, kontrol positif asam mefenamat 1,82
mg20 gBB dan variasi kelompok dosis 0,7 mg20 gBB, 1,4 mg20 gBB dan 2,8 mg20 gBB. Penggunaan asam mefenamat sebagai kontrol positif
dikarenakan penggunaan obat ini sebagai analgetik sudah cukup umum dalam masyarakat dan efek samping yang ditimbulkan oleh asam mefenamat
khususnya dalam mengiritasi saluran cerna masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan aspirin asam asetil salisilat Sukandar, 2008.
Penggunaan NaCMC sebagai suspending agent karena NaCMC dapat mensuspensikan ekstrak air gambir. Selain itu keuntungan penggunaan
NaCMC karena kelarutan dalam air cukup baik. Pada grafik rata-rata jumlah geliat mencit gambar 1 terlihat asam
asetat 0,5 vv memberikan efek geliat yang banyak pada 5 menit pertama kemudian rata-rata jumlah geliat menurun sedikit demi sedikit sampai 5 menit
keenam di setiap kelompok perlakuan. Hal ini kemungkinan terjadi karena asam asetat mengalami sekresi di dalam tubuh mencit yang dapat terlihat
bahwa hewan coba mencit mengeluarkan urin selama uji pengamatan. Hasil rata-rata jumlah geliat mencit pada tiap kelompok perlakuan terlihat hubungan
antara dosis dengan penurunan rata-rata jumlah geliat mencit. Semakin kecil rata-rata jumlah geliat mencit semakin besar efek analgetik yang ditimbulkan
oleh kelompok perlakuan, dimana didapatkan kelompok dosis 1,4 mg20 gBB dosis sedang memberikan nilai rata-rata jumlah geliat mencit yang paling
rendah, baik dari 5 menit pertama sampai 5 menit keenam 30 menit. Kemudian diikuti oleh asam mefenamat 1,82 mg20 gBB kontrol positif,
dosis 2,8 mg20 gBB dosis tinggi, dosis 0,7 mg20 gBB dosis rendah. Kemudian dari hasil rata-rata jumlah geliat mencit kita dapat
menghitung persentase proteksi analgetik gambar 2. Dari perhitungan ini, didapat nilai persentase dosis 1,4 mg20 gBB yang memiliki nilai persentase
proteksi analgetik terbesar yaitu sebesar 68,04, kemudian diikuti oleh asam mefenamat kontrol positif 59,84, kelompok dosis 2,8 mg20 gBB dosis
tinggi 36,18, dan kelompok dosis 0,7 mg20 gBB dosis rendah 27,54. Hasil-hasil ini menunjukkan hubungan antara rata-rata jumlah geliat mencit
benbanding terbalik dengan persentase proteksi analgetik. Artinya semakin rendah nilai rata-rata jumlah geliat mencit maka semakin besar nilai
persentase proteksi analgetik sebaliknya makin besar nilai rata-rata jumlah geliat mencit maka semakin besar nilai persentase proteksi analgetik.
Pada grafik hubungan antara dosis dengan rata-rata jumlah geliat gambar 1 terlihat bahwa pada dosis 2,8 mg20 gBB menurun efek analgetik.
Hal ini kemungkinan karena ekstrak gambir dibuat secara suspensi sehingga mungkin gambir tidak terdispersi secara sempurna sehingga konsentrasi
gambirpun juga tidak merata. Menurut persentase proteksi analgetik kelompok dosis sedang 1,4 mg20 gBB dimana persentasenya mendekati
kontrol positif asam mefenamat, berarti gambir dapat dipertimbangkan sebagai obat analgetik.
Pengujian efek antiinflamasi menggunakan metode Rat hind paw oedema atau pembentukan radang buatan pada telapak kaki belakang tikus
putih betina. Metode ini dipilih karena edema atau radang merupakan salah satu gejala inflamasi yang dapat digunakan sebagai parameter untuk
mengukur potensi antiinflamasi suatu senyawa. Potensi antiinflamasi diukur berdasarkan kemampuan senyawa tersebut untuk menghambat dan
mengurangi terjadinya radang. Selain itu, metode ini sederhana, tidak membutuhkan keahlian serta mudah pelaksanaanya.
Pada penelitian ini radang dibuat dengan menginduksi telapak kaki tikus dengan larutan karagenan 2 bv sebanyak 0,4 ml. Pemilihan hewan uji
tikus karena tikus memiliki kaki yang besar dibandingkan mencit dan pada tikus putih betina memiliki hormon estrogen yang dapat memperbesar radang
di telapak kakinya dibandingkan dengan jantan. Dimana berdasarkan jurnal sex steroid regulation of the inflammatory response, menyatakan bahwa pada
tikus betina terdapat steroid sex estrogen yang dapat meningkatkan inflamasi melalui mediator kimia bradikinin Green et al., 1999 dibandingkan dengan
tikus jantan sehingga pada saat pengukuran radang dapat terbaca di plethysmometer. Karagenan dipilih karena dapat menimbulkan radang pada
waktu relatif singkat dan radang yang terbentuk berkembang lambat dan dapat kembali normal dalam 1-2 hari. Pembentukan radang oleh karagenan dapat
diamati dengan jelas dan tidak menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan disekitar inflamasi. Pemilihan penggunaan karagenan sebesar 2 bv
dikarenakan radang yang terbentuk oleh karagenan 1 terlalu kecil sehingga pengukuran menjadi kurang jelas dan dikhawatirkan terjadinya kesalahan
dalam pembacaan besar radang. Alat yang digunakan untuk mengukur volume radang pada kaki tikus
adalah plethysmometer air raksa. Pada saat pengukuran, hal-hal yang harus diperhatikan adalah volume air raksa harus sama pada setiap kali pengukuran,
tanda pada pergelangan kaki tikus harus jelas dan dipastikan pada saat mencelup kaki tikus harus tercelup sempurna sampai tanda batas yang telah
ditentukan. Hal ini bertujuan agar mendapatkan data pengukuran yang selalu konstan pada tiap waktu dan dalam kondisi yang sama.
Bahan pembanding yang digunakan adalah natrium diklofenak. Pemilihan natrium diklofenak sebagai bahan pembanding karena natrium
diklofenak memiliki daya absorbsi yang cepat, dilihat dari waktu paruh natrium diklofenak 0,5-1 jam dalam tubuh Sukandar, 2008. Selain itu,
penggunaan natrium diklofenak sebagai antiinflamasi dalam masyarakat sudah cukup umum.
Volume radang rata-rata telapak kaki tikus maksimal dicapai pada jam ke 4 setelah pemberian larutan karagenan 2 bv. Demikian juga persentase
radang rata-rata hewan coba maksimal dicapai pada jam ke-4 Gambar 3. Pada jam ke-5 persentase radang sudah mulai menurun, hal ini mungkin
disebabkan karena absorbsi karagenan cepat dalam tubuh sehingga efek radang sudah mulai menurun. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
dosis sedang ekstrak air gambir 7 mg200 gBB mampu menghambat proses radang, kemudian diikuti oleh kontrol positif natrium diklofenak 3,04
mg200 gBB, dosis tinggi 14 mg200 gBB dan dosis rendah 3,5 mg200 gBB.
Hasil penelitian pada beberapa tanaman, diketahui flavonoid mempunyai aktivitas antiinflamasi karena dapat menghambat beberapa enzim
seperti lipooxygenase dan cyclooxygenase Esvandiary, 2002. Melalui jalur enzim cyclooxygenase dan lipooxygenase dari metabolisme asam arakidonat
ini yang memfasilitasi terbentuknya mediator proses inflamasi Katzung, 2002. Flavonoid dalam bentuk aglikon bersifat non-polar dan dalam bentuk
glikosidanya bersifat polar. Untuk melakukan penyarian flavonoid dapat dilakukan dengan pelarut air Harborne, 1987.
Aktivitas gambir sebagai penghambat analgetik dan antiinflamasi diasumsikan berhubungan dengan ketersedian kandungan katekin, tannin dan
gambiriin dalam gambir, dimana kandungan katekin mencapai 51 katekin, tannin dan gambiriin memiliki aktivitas sebagai antioksidan alami Misra,
2009. Katekin, tannin dan gambiriin mampu menghambat oksidasi asam arakhidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim
lipoksigenase. Apabila oksidasi asam arakhidonat dapat dihambat maka tidak terbentuk oksigen reaktif dan mediator-mediator kimia yang dapat
menyebabkan nyeri dan radang. Penurunan aktivitas enzim lipooxygenase menyebabkan tidak terbentuknya leukotrien yang dapat mengaktivasi leukosit
yang memacu terjadinya peradangan serta enzim cyclooxygenase menurun mengakibatkan prostaglandin tidak terbentuk Lieber dan Leo, 1999. Adanya
hambatan pada oksidasi asam arakhidonat dan penetralan oksigen reaktif menyebabkan gambir berefek analgetik dan antiinflamasi.
Hasil uji dilanjutkan dengan pengolahan data melalui statistik, sehingga didapat uji distribusi normal dan uji distribusi homogen. Pada uji
analgetik didapatka n signifikansi normal ρ = 0,883 dan uji homogenitas ρ =
0,102 hal ini menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan homoge n ρ
≥ 0,05 lampiran 17. Analisa dilanjutkan dengan metode analisa varian satu arah ANAVA untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna atau
tidak pada setiap kelompok perlakuan. Hasil analisa diperoleh nilai ρ = 0,00
ρ ≤ 0,05, maka Ho ditolak atau data memiliki perbedaan secara bermakna, dimana kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan kontrol positif asam
mefenamat 1,82 mg20 gBB, kelompok dosis 1 ekstrak air gambir 2,8 mg20 gBB, dosis 2 ekstrak air gambir 1,4 mg20 gBB dan dosis 3 ekstrak air
gambir 2,8 mg20 gBB. Tetapi jika dibandingkan antara kontrol positif asam mefenamat 1,82 mg20 gBB dengan kelompok dosis 2 ekstrak air gambir
2,8 mg20 gBB tidak terdapat perbedaan secara bermakna, artinya efek yang
ditimbulkan oleh kontrol positif asam mefenamat 1,82 mg20 gBB dalam memberikan proteksi analgetik sama dengan dosis 2 ekstrak air gambir 1,4
mg20 gBB. Pada uji antiinflamasi dilanjutkan dengan pengolahan data melalui
statistik untuk mendapatkan nilai distribusi normal dan uji distribusi homogen lampiran 18. Pada uji antiinflamasi didapatkan signifikansi normal
ρ ≥ 0,05 dan uji homogenitas
ρ ≥ 0,05 hal ini menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan data homogen kecuali pada jam 1 data tidak homogen
karena ρ = 0,039 ρ ≤ 0,05. Oleh karena itu data pada jam 1 dilanjutkan dengan metode Kruskal Wallis untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang
bermakna atau tidak pada setiap kelompok perlakuan. Hasil analisa diperoleh nilai ρ = 0,028 ρ ≤ 0,05, maka Ho ditolak atau data memiliki perbedaan
secara bermakna. Pada hasil BNT antiinflamsi didapatkan bahwa baik pada jam 1 sampai jam 5 kontrol negatif NaCl 0,9 2 ml200 gBB memiliki
perbedaan secara bermakna dengan kontrol positif Na diklofenak 3,04 mg200 gBB, kelompok dosis 1 ekstrak air gambir 3,5 mg200 gBB, dosis 2
ekstrak air gambir 7 mg200 gBB dan dosis 3 ekstrak air gambir 14 mg200 gBB. Sedangkan kontrol positif Na diklofenak 3,04 mg200 gBB tidak
berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis 1 ekstrak air gambir 3,5 mg200 gBB, dosis 2 ekstrak air gambir 7 mg200 gBB dan dosis 3 ekstrak
air gambir 14 mg200 gBB. Hasil ini menunjukkan bahwa efek kontrol positif Na diklofenak 3,04 mg200 gBB dalam menghambat radang pada
telapak kaki tikus sama dengan dosis 1 ekstrak air gambir 3,5 mg200 gBB, dosis 2 ekstrak air gambir 7 mg200 gBB dan dosis 3 ekstrak air gambir 14
mg200 gBB.
55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat di ambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Didapatkan dosis ekstrak kering air gambir yang berefek analgetik adalah 1,4
mg20 gBB dengan menggunakan metode Writhing test geliat pada mencit putih jantan.
2. Dosis ekstrak kering air gambir yang berefek sebagai antiinflamasi adalah 3,5 mg200 gBB, 7 mg200 gBB, 14 mg200 gBB dengan menggunakan metode
Rat hind paw pembentukan radang pada tikus putih betina. 3. Pada uji ANOVA ekstrak kering air gambir yang sebagai analgetik dengan
variasi dosis 0,7 mg20 gBB, 1,4 mg20 gBB dan 2,8 mg20 gBB terdapat perbedaan secara bermakna terhadap kontrol negatif p
≤ 0,05. Tetapi semua variasi dosis ini tidak memiliki perbedaan secara bermakna p
≥ 0,05 terhadap kontrol positif asam mefenamat dengan dosis 1,82 mg20 gBB.
4. Pada uji ANOVA dan Kruskal Wallis ekstrak kering air gambir sebagai antiinflamasi dengan variasi dosis 3,5 mg200 gBB, 7 mg200 gBB dan 14
mg200 gBB terdapat perbedaan secara bermakna terhadap kontrol negatif p ≤ 0,05. Tetapi semua variasi dosis ini tidak memiliki perbedaan secara
bermakna p ≥ 0,05 terhadap kontrol positif natrium diklofenak dengan
dosis 3,04 mg200 gBB.