pengadilan  agama,  tapi  juga  mendapatkan  surat  nikah  dari  Kantor  Urusan  Agama KUA  dan  akta  kelahiran  dari  Dinas  Kependudukan  Catatan  Sipil  yang  dapat
dilakukan oleh masyarakat hanya satu kali kepengurusan. Karena antar 3 instansi ini sudah ada koordinasi pelayanan satu pintu.
11
Mekanisme  pelaksanaan  Itsbat  Nikah  Terpadu  layanan  Terpadu  ini merupakan gabungan dari pelaksanaan sidang keliling Pengadilan Agama, layanan
diluar Kantor Urusan Agama KUA, dan layanan keliling pebuatan akta lahir Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Adanya  pelayanan  terpadu  ini  masyarakat  tidak  akan  banyak  menghabiskan waktu  dan  biaya.  Pelayanan  terpadu  dilakukan  dengan  sistem  sidang  dan  layanan
keliling.  Jadi,  masyarakat  tidak  harus  mendatangi  kantor  Pengadilan  Agama  atau dinas  kependudukan  dan  catatan  sipil  Disdukcapil  yang  berlokasi  di  kota  atau
kabupaten. Mereka tinggal datang ke kota kecamatan atau bahkan ke kelurahan. Program  layanan  identitas  hukum  terpadu  itsbat  nikah    terpadu  ini  akan
dilaksanakan  di  pengadilan-pengadilan  agama  di  20  kabupaten  di  bawah  lima provinsi, yaitu Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat,
dan  Nusa  Tenggara  Timur.  Dan  ada  4  empat  pengadilan  yang  akan  dijadikan percontohan  yaitu  Pengadilan  Agama  Cibinong,  Pengadilan  Agama  Watampone,
Pengadilan Agama Girimenang dan Pengadilan Agama Kisaran.
12
11
Wawancara  pribadi  dengan  Wahyu  Widiana  Senior  Consultant  Australia-Indonesia Partnership for Justice pada tanggal 29 November 2013
.
12
Wawancara  pribadi  dengan    Wahyu  Widiana  Senior  Consultant  Australia-Indonesia Partnership for Justice pada tanggal 29 November 2013.
2. Dasar Hukum Itsbat Nikah Terpadu Layanan Identitas Hukum Terpadu
Adapun dasar hukum dalam Itsbat Nikah Terpadu Layanan Hukum Terpadu adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang  Peradilan  Agama  No.3  Tahun  2006  Jo  Undang-undang  No.7
Tahun  1989  pasal  57  ayat  3  yang  mengatur  mengenai  asas  peradilan  yaitu cepat, sederhana dan biaya ringan.
Makna  yang  lebih  luas  dari  pasal  diatas  ini,  dicantumkan  dalam  penjelasan umum dan penjelasan pasal 4 ayat 2 itu sendiri. Sedangkan Undang-undang No.7
Tahun 1989 tidak ada lagi memberi penjelasan, yang ada hanyalah sekedar memberi peringatan tentang makna dan tujuan atas asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya
ringan. Hal  ini  bisa  dilihat  dari  penjelasan  umum  pasal  5  alinea  kelima  yang
berbunyi: “......setiap  keputusan  dimulai  dengan  Demi  Keadilan  berdasarkan  Tuhan
Yang Maha Esa, peradilan dilakukan dengan cepat, sederhana dan bia ya ringan...”
13
Makna  dan  tujuan  asas  ini  bukan  sekedar  menitikberatkan  unsur  kecepatan dan  biaya  ringan  namun  yang  dicita-citakan  adalah  suatu  proses  pemeriksaan  yang
relatif  tidak  memakan  waktu  yang  lama  sampai  bertahun-tahun,  sesuai  dengan kesederhanaan hukum acara itu sendiri.
14
13
Sulaikin Lubis, Dkk,  Hukum Acara Peradila Agama di Indonesia Jakarta: Kencana, 2006, h.35
b. Undang-undang  No.24  Tahun  2013    Tentang  Perubahan  Atas  Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Pasal 16.
Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan peristiwa penting yang  dialami  seseorang  pada  instansi  pelaksana  yang  pengangkatannya  sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 17
Peristiwa  penting  adalah  kejadian  yang  dialami  oleh  seseorang  meliputi  kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan
anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. Pasal 27
1  Setiap  kelahiran  wajib  dilaporkan  oleh  penduduk  kepada  instansi  pelaksana setempat paling lambat 60 enam puluh hari sejak kelahiran.
2  Berdasarkan  laporan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  1,  Pejabat  Pencatatan Sipil  mencatat  pada  Register  Akta  Kelahiran  dan  menerbitkan  Kutipan  Akta
Kelahiran. Pasal 32
1  Pelaporan  kelahiran  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  27  ayat  1  yang melampaui batas waktu 60 enam puluh hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dan
14
M. Yahya Harahap, kedudukan dan Kewenangan Peradilan Agama Jakarta:  Pustaka Kartini, 1993, h.54