Dampak Perkawinan yang Tidak Tercatat

1. Perkawinan dianggap tidak sah. Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun dimata negara perkawinan dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama KUA atau kantor catatan sipil. 2. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Anak- anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat, selain tidak sah juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu pasal 42 dan pasal 43 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan hubungan anak dengan ayahnya tidak ada. 3. Anak dan ibunya tidak berhak mendapatkan waris dan Nafkah. Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah baik istri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. 33 33 LBH Apik,”Dampak Perkawinan Bawah Tangan Bagi Perempuan”, diakses pada tanggal 14 Januari 2014dari www.lbh-apik.com 31

BAB III TINJAUAN UMUM ITSBAT NIKAH DAN ITSBAT NIKAH TERPADU

A. Itsbat Nikah

1. Pengertian dan Dasar Hukum Itsbat Nikah.

Itsbat Nikah secara terminologi terdiri dari dua kata “itsbat” dan “nikah”. Itsbat berasal dari bahasa arab yang berarti “penetapan” atau “pembuktian”. 1 Sedangkan nikah adalah suatu akad yang suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai tujuan keluarga yang sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni. 2 Dan lebih lanjut Itsbat Nikah didefinisikan sebagai suatu penetapan, penentuan, pembuktian atau pengabsahan Pengadilan Agama terhadap pernikahan yang telah dilakukan dengan alasan-alasan tertentu. 3 Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa itsbat nikah adalah penetapan perkawinan oleh Pengadilan Agama tentang keabsahan perkawinan pasangan suami istri yang perkawinannya tidak dicatatkan dan tidak dapat dibuktikan. 1 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-Buku Keagamaan PP Al-Munawwir,1984 ,h..145 2 Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta h.62 3 Yayan Sopyan, “Isbat Nikah Bagi Perkawinan yang Tidak Tercatat Setelah Diberlakukannya UU No.1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan“.Kompilasi Jurnal Ahkam No.08IV2002 hal.67 Dasar hukum itsbat nikah terdapat pada Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada pasal 64 aturan peralihan yang berbunyi: Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang dijalankan menurut peraturan lama adalah sah. 4 Dari ketentuan ini maka perkawinan yang ada sebelum Undang-undang berlaku adalah sah. Begitu juga masalah itsbat nikah pun tetap sah, karena itsbat nikah ini sudah ada dan melembaga dalam himpunan penetapan dan putusan pengadilan agama tahun lima puluhan. Lembaga itsbat nikahpengesahan nikah yang ditampung dalam Undang- undang No. 1 Tahun 1974 dan Undang-undang No. 7 Tahun 1989 hanya terbatas pada ulasan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang No. 1 Tahun 1974, hal ini dapat dilihat dalam pasal 49 ayat 2, yaitu Bidang Perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf a, ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku, sedangkan dalam penjelasan pasal 49 ayat 2 tersebut dikatakan bahwa salah satu bidang perkawinan yang diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 adalah “Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan d ijalankan menurut peraturan yang lain.” Itsbat nikah ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Agama Tahun 1975 yang dalam pasal 39 ayat 4 menentukan bahwa jika Kantor Urusan Agama tidak bisa membuat duplikat akta nikah karena catatannya karena telah rusak atau hilang, maka 4 Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Peradilan Agama Jakarta: Intermasa, 1991, h.99