Akta Nikah TINJAUAN UMUM TENTANG PENCATATAN PERKAWINAN

7. Izin dari pejabat yang ditunjuk mentri HANKAM atau PANGAB bagi anggota TNIPOLRI. 8. Perjanjian perkawinan jika ada. 9. Nama, umur, agamakepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para saksi, dan wali nikah bagi yang beragama Islam. 10. Nama, umur, agamakepercayaan, pekerjaan atau tempat kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa. 19 Akta nikah oleh Pegawai Pencatat nikah PPN dibuat rangkap 2, helai pertama disimpan dikantor pencatatan KUA, sedang helai kedua dikirim ke pengadilan yang daerah hukumnya mewilayahi kantor pencatatan tersebut Pasal 13 PP. 20 Akta nikah ini dapat digunakan oleh masing-masing pihak bila ada yang merasa dirugikan dari adanya ikatan perkawinan itu untuk mendapatkan haknya. 21 Akta nikah juga berguna untuk membuktikan keabsahan anak yang terlahir dari pernikahan tersebut. Kegunaan dari akta nikah adalah sebagai berikut: 1. Bukti otentik perkawinan yang sah UU No 1 Tahun 1974 Bab I Pasal 1-5 2. Adanya jaminan dan kepastian hukum UU No 1 Tahun 1974 Bab VI 19 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama Bandung: Mandar maju ,2003,Cet ke-2. h.92 20 Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia;Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih UU No 11974 Sampai KHI, h.128 21 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia Jakarta: Sinar Grafika.2007, cet ke- 2.h.26 3. Menjamin hak-hak waris UU No 1 Tahun 1974 Bab VII Pasal 35-37 4. Membuat akta kelahiranakta kenal lahir anak UU No 1 Tahun 1974 Bab IX 5. Menjamin hak-hak anakketurunan UU No 1 Tahun 1974 Bab X Pasal 45-49 6. Pengurusan Dokumen penting seperti: Pasport, Akta Kelahiran, Kartu Keluarga KK, Kependudukan, Pendidikan, Kesehatan, Ibadah Haji dan Umroh, Akta CeraiTalak, Akta Waris, Kepemilikan harta gono-gini harta bersama, Pengajuan KPR BTN, Kredit BankLembaga Keuangan, Klaim Asuransi, Pensiun, Pengajuan daftar gaji untuk mendapatkan tunjangan.

D. Urgensi Pencatatan Perkawinan

Kehidupan modern seperti saat ini menuntut adanya ketertiban dalam berbagai hal, antara lain masalah pencatatan perkawinan. Sehingga pencatatan perkawinan ini kemudian menjadi hal yang sangat penting. Apabila hal ini tidak mendapat perhatian maka akan muncul kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat, mengingat jumlah manusia yang sangat banyak dan permasalahan kehidupan yang semakin kompleks. Mengetahui hubungan perkawinan seseorang dengan pasangannya mungkin akan sulit apabila perkawinan itu tidak tercatat. Terutama apabila terjadi sengketa, antara lain mengenai sah atau tidaknya anak yang dilahirkan, hak dan kewajiban keduanya sebagai suami istri. Bahkan dengan tidak tercatatnya hubungan suami-istri itu sangat mungkin salah satu pihak berpaling dari tanggung jawabnya dan menyangkal hubungan suami-istri. 22 22 Ahmad Kuzari, Nikah sebagai Perikatan Jakarta: PT Grafndo Persada, 1995, h.30 Pada dasarnya syariat Islam tidak mewajibkan adanya pencatatan perkawinan, namun dilihat dari segi manfaatnya pencatatan perkawinan sangat diperlukan. Karena pencatatan perkawinan dapat dijadikan alat bukti autentik agar seseorang mendapatkan kepastian hukum. 23 Hal ini sejalan dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam surat Al- Baqarah ayat 282:                                 ......   Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang akan ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya. 24 Setelah mendapatkan sumber nash yang menjadi dasar rujukan untuk memahami hukum pencatatan nikah, kemudian mencari illat yang sama-sama terkandung dalam akad nikah dan akad mu’amalah, yaitu adanya penyalahgunaan atau mudharat apabila tidak ada alat bukti tertulis. Hal ini juga sejalan dengan Qaidah fiqhiyah : 23 Hasan M Ali, Pedoman hidup berumah Tangga dalam Islam Jakarta: Prenada Media,2003, Cet ke-1 h. 123 24 M Atho Muzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999, h.112