Urgensi Pencatatan Perkawinan TINJAUAN UMUM TENTANG PENCATATAN PERKAWINAN

Pada dasarnya syariat Islam tidak mewajibkan adanya pencatatan perkawinan, namun dilihat dari segi manfaatnya pencatatan perkawinan sangat diperlukan. Karena pencatatan perkawinan dapat dijadikan alat bukti autentik agar seseorang mendapatkan kepastian hukum. 23 Hal ini sejalan dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam surat Al- Baqarah ayat 282:                                 ......   Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang akan ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya. 24 Setelah mendapatkan sumber nash yang menjadi dasar rujukan untuk memahami hukum pencatatan nikah, kemudian mencari illat yang sama-sama terkandung dalam akad nikah dan akad mu’amalah, yaitu adanya penyalahgunaan atau mudharat apabila tidak ada alat bukti tertulis. Hal ini juga sejalan dengan Qaidah fiqhiyah : 23 Hasan M Ali, Pedoman hidup berumah Tangga dalam Islam Jakarta: Prenada Media,2003, Cet ke-1 h. 123 24 M Atho Muzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999, h.112 “menolak kemudharatan lebih didahulukan dari pada memperoleh kemaslahatan.” 25 Jadi qiyas disini dapat dilakukan. Untuk itulah kita dapat mengatakan bahwa pencatatan nikah disini wajib sebagaimana diwajibkan pada akad muamalah. Dengan adanya alat bukti ini, pasangan suami-istri dapat terhindar dari mudharat dikemudian hari karena bukti tertulis dapat memproses secara hukum berbagai persoalan rumah tangga, terutama sebagai alat bukti paling shahih di Pengadilan Agama. 26 Pencatatan Perkawinan memegang peranan yang sangat menentukan karena pencatatan perkawinan merupakan suatu syarat sah dan tidaknya perkawinan oleh negara, begitu pula sebagai akibat yang timbul dari perkawinan tersebut. 27 Dimana fungsi dan kegunaan pencatatan adalah untuk memberikan jaminan hukum terhadap perkawinan yang dilakukan, bahwa perkawinan itu dilaksanakan dengan sungguh- sunguh, berdasarkan i ’tikad yang baik, serta suami sebagai pihak yang melakukan transaksi benar-benar akan menjalankan segala konsekuensinya atau akibat hukum dari perkawinan yang dilaksanakannya itu. 28 Tujuan utama pencatatan perkawinan ini adalah untuk memperoleh bukti autentik dari suatu perkawinan yang akan melegitimasi perkawinan tersebut. Dengan 25 Ahmad Sudirman Abbas, Qawa’id Fiqhiyyah dalam perspektif Fiqih Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya dengan Anglo Media,2004, Cet ke-1. h.148. 26 Happy Susanto, Nikah Sirri apa Untungnya?? Jakarta: Visimedia,2007, h.57 27 Saidus Sahar, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya Jakarta: Alumni, 1981, h.108 28 Yayan Sopyan, Islam Negara: Suatu Transformasi Hukum Islam dalam Hukum Nasional. h.131 adanya surat bukti tersebut maka dapatlah dibenarkan ataupun dicegah suatu perbuatan lain. Dengan demikian pencatatan perkawinan selain berfungsi untuk menjaga ketertiban juga untuk menjamin kepastian hukum. 29 Selain itu juga merupakan suatu upaya yang diwujudkan perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan, lebih khusus lagi untuk melindungi hak-hak perempuan dalam kehidupan berumah tangga. 30 Lembaga perkawinan bukan saja merupakan syarat administratif yang subtansinya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban umum, namun ia juga mempunyai cakupan manfaat yang besar bagi kepentingan dan kelangsungan suatu perkawinan. 31 Lebih jelasnya manfaat pencatatan perkawinan antara lain sebagai berikut: a. Mendapat perlindungan hukum b. Memudahkan urusan perbuatan hukum lain yang terkait dengan pernikahan c. Legalitas formal pernikahan di hadapan hukum 32

E. Dampak Perkawinan yang Tidak Tercatat

Adapun dampak dari tidak dicatatatkannya perkawinan adalah: 29 Rusdi Malik, Peranan Agama dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. h 41 30 Huzaimah Tahido Yanggo, Perkawinan yang Tidak Dicatat Pemerintah Jakarta; GTZ dan GG PAS, 2007, h.17 31 Yayan Sopyan, Islam Negara: Suatu Transformasi Hukum Islam dalam Hukum Nasional. h.134 32 Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Islam Bandung: Pustaka Bani Quraysi, 2005, h. 70- 76. 1. Perkawinan dianggap tidak sah. Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun dimata negara perkawinan dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama KUA atau kantor catatan sipil. 2. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Anak- anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat, selain tidak sah juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu pasal 42 dan pasal 43 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan hubungan anak dengan ayahnya tidak ada. 3. Anak dan ibunya tidak berhak mendapatkan waris dan Nafkah. Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah baik istri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. 33 33 LBH Apik,”Dampak Perkawinan Bawah Tangan Bagi Perempuan”, diakses pada tanggal 14 Januari 2014dari www.lbh-apik.com