Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

dilakukan, karena sesuai dengan kondisi sosiologisnya saat itu yang memungkinkan, dimana dengan adanya persaksian dua orang saksi dan diumumkan sudah dianggap cukup. Namun melihat kondisi saat ini ketika zaman sudah berubah, adanya pencatatan perkawinan sangat penting untuk dilakukan. 3 Pencatatan perkawinan memiliki manfaat Preventif yaitu untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan rukun dan syarat perkawinan, baik menurut hukum dan kepercayaan itu maupun menurut Undang- undang. Dalam bentuk konkritnya penyimpangan tadi dapat dideteksi melalui prosedur yang diatur dalam PP No.9 Tahun 1975. Adapun manfaat pencatatan perkawinan bersifat refresif adalah sebagai bukti hukum dimana suatu perkawinan dianggap ada dan diakui keabsahannya ketika adanya tanda bukti perkawinan atau akta nikah. 4 Akta nikah ini merupakan bukti autentik yang dapat membuktikan pula keturunan yang sah yang dihasilkan dari perkawinan tersebut dan memperoleh hak- haknya sebagai ahli waris. 5 Ketentuan mengenai pencatatan perkawinan ini telah diatur dalam Undang- undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975 dan dalam Kompilasi Hukum Islam. Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada pasal 2 ayat 2 mengatakan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan 3 Yayan Sopyan, Islam dan Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional Jakarta: PT Wahana Semesta Intermedia, 2012, cet ke-2.h.128-129 4 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia Jakarta: Rajawali Press,1995 h.117 5 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia Jakarta: Kencana, 2006 h.xx perundang-undangan yang berlaku “. 6 Kompilasi Hukum Islam memuat masalah pencatatan perkawinan ini pada pasal 5 dan pasal 7 ayat 1. Jadi, dengan adanya aturan dalam Undang-undang dan Kompilasi Hukum Islam tersebut, maka pernikahan yang sah adalah pernikahan yang tercatat secara resmi pada negara. Namun, hal ini tidak sejalan dengan realitas yang terjadi di masyarakat dimana masih banyaknya masyarakat yang melakukan praktik pernikahan tanpa melakukan pencatatan secara resmi pada kantor Urusan Agama KUA atau lebih dikenal dengan istilah perkawinan bawah tangan atau sirih. 7 Pernikahan tanpa pencatatan ini akan menimbulkan banyak dampak negatif baik untuk istri ataupun anak sebagai pihak yang dirugikan. Hal ini dikarenakan, pernikahan yang tidak dicatatkan, akan menyulitkan pihak istri untuk menuntut hak- haknya. Ketika terjadi perceraian, mulai dari hak gono-gini, hak waris dan yang paling penting adalah berdampak pada anak. Dimana ketiadaan akta nikah akan menimbulkan kesulitan untuk membuat akta kelahiran. 8 Dalam menjawab permasalahan ini, maka perlu penyelesaian yang tepat agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan, salah satu solusinya yaitu dengan adanya 6 Yayan Sopyan, Relasi Suami Istri d alam Islam “Pernikahan” Jakarta: PSW UIN Jakarta, 2004, h.10 7 Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Jakarta: Prenada Media, 2004, h.124 8 Yayan Sopyan, “Isbat Nikah Bagi Perkawinan yang Tidak Tercatat Setelah Diberlakukannya UU No.1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ” Kompilasi Jurnal Ahkam No.08IV2002 .h.69 itsbat nikah. Apabila pernikahan terlanjur dilaksanakan sesuai dengan hukum agama masing-masing tanpa disertai pencatatan oleh petugas yang berwenang, Pengadilan Agama melalui lembaga itsbat nikah memberi alternatif penyelesaian sebagaimana yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat 2 dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, maka dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. 9 Masyarakat yang ingin melakukan isbat nikah atau pengesahan nikah harus mendatangi Pengadilan Agama yang pada umumnya terletak diibukota kabupaten kotamadya. Hal ini pun masih menimbulkan masalah, dimana bagi masyarakat kurang mampu di daerah terpencil yang jauh dari pusat kota akan mendapat kesulitan untuk mendapatkan pelayanan itsbat nikah, karna jarak yang jauh ke pengadilan dan biaya transportasi yang mahal. Sehingga makin kecilnya kesempatan bagi masyarakat kurang mampu di daerah untuk mendapatkan akses keadilan dalam memperoleh identitas hukum akta nikah dan akta lahir. Untuk membantu mengatasi hal ini, Pengadilan Agama, KUA, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Dinas Dukcapil yang bekerjasama dengan Australia-Indonesia Partnership for Justice AIPJ dan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PUSKAPA UI menggagas sebuah program pelayanan identitas hukum terpadu Itsbat Nikah Terpadu. Program kerjasama ini juga melibatkan 9 Abdul Manan dan M.Fauzan., Pokok-Pokok Hukum Perdata: Wewenang Peradilan Agama Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002, cet ke-3.h.100 berbagai KementerianLembaga terkait, utamanya Mahkamah Agung, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama. Adanya pelayanan terpadu, masyarakat tidak akan banyak menghabiskan waktu dan biaya. Pelayanan terpadu dilakukan dengan sistem sidang dan layanan keliling. Jadi, masyarakat tidak harus mendatangi kantor Pengadilan Agama atau Dinas Dukcapil yang berlokasi di kota kabupaten. Mereka cukup datang ke kota kecamatan atau bahkan ke kelurahan. Pengadilan Agama Cibinong merupakan Pengadilan Agama yang untuk pertama kalinya mengadakan program Itsbat Nikah Terpadu yang dilaksanakan di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai sejauh mana pelaksanaan dari program Itsbat Nikah Terpadu Pengadilan Agama Cibinong dan bagaimana respon masyarakat Tenjolaya terhadap pelaksanaan program Itsbat Nikah Terpadu layanan identitas hukum terpadu Sehingga penulis merumuskan penelitian ini dengan judul “RESPON MASYARAKAT TENJOLAYA BOGOR TERHADAP PELAYANAN ITSBAT NIKAH TERPADU PENGADILAN AGAMA CIBINONG.” B. Batasan dan Rumusan Masalah. 1. Batasan masalah Itsbat nikah merupakan instrumen hukum bagi masyarakat yang menikah tanpa melakukan pencatatan di KUA. Itsbat Nikah Terpadu merupakan pengembangan dari itsbat nikah yang pelaksanaannya menggunakan sistem layanan keliling yang dilakukan di kantor kecamatan atau kelurahan. Kecamatan Tenjolaya merupakan daerah dalam wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Cibinong Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada pelaksanaan Itsbat Nikah Terpadu Pengadilan Agama Cibinong di Kecamatan Tenjolaya

2. Rumusan masalah.

Pelayanan identitas hukum terpadu Itsbat Nikah Terpadu merupakan program kerjasama PA, KUA, Dukcapil dengan Australia-Indonesia Partnership for Justice AIPJ dan Pusat Kajian Perlindungan Anak PUSKAPA UI. Dalam pelaksanaan sebuah program pasti terdapat tujuan dan parameter keberhasilan yang ingin dicapai yaitu terlayaninya masyarakat dalam memperoleh identitas hukum. Dari rumusan ini penulis merinci beberapa pertanyaan: a. Bagaimana pelaksanaan program Isbat Nikah Terpadu Pengadilan Agama Cibinong di Kecamatan Tenjolaya Bogor? b. Bagaimana Respon Masyarakat Tenjolaya terhadap Pelayanan Isbat Nikah Terpadu Pengadilan Agama Cibinong?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan beberapa permasalahan sebagai berikut : a. Untuk menjelaskan pelaksanaan program Itsbat Nikah Terpadu Pengadilan Agama Cibinong di Kecamatan Tenjolaya. b. Untuk mengidentifikasi respon masyarakat Tenjolaya dalam pelayanan program Isbat Nikah Terpadu.

2. Manfaat Penelitian

Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna, serta diharapakan mampu menjadi pedoman baik teoritis maupun praktis, maka sekiranya penelitian ini bermanfaat diantaranya: a. Bagi Akademisi, penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang hukum keluarga Islam. b. Bagi Instansi terkait yaitu Pengadilan Agama, KUA, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Disdukcapil, Australia-Indonesia Patnership for Justice AIPJ dan Pusat Kajian Perlindungan Anak PUSKAPA UI. Informasi mengenai respon masyarakat mengenai pelaksanaan program Itsbat Nikah Terpadu pelayanan identitas hukum terpadu sehingga dapat memberi masukan dan evaluasi untuk memperbaiki kinerja instansi-instansi terkait dalam melaksanakan program yang selanjutnya. c. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat dalam praktik pernikahan yang terjadi di masyarakat.

D. Metode Penelitian

Dalam pengumpulan bahan atau data penyusunan skripsi ini agar mengandung suatu kebenaran yang objektif, penulis menggunakan metode penelitian ilmiah sebagai berikut: 1. Pendekatan Penelitian. Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis adalah suatu