utama ialah fungsi, karya, martabat dan pribadi Yesus Kristus. Oleh karena itu para Bapa Gereja memberikan pandangan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Santa
Perawan Maria harus dimengerti dan dibaca dengan bertitik tolak pada peristiwa ”puncak” Yesus kristus, yang dimaksud dengan peristiwa ”puncak” di sini ialah peristiwa
kebangkitan Yesus Kristus. Kebangkitan Yesus Kristus ini menyatakan penyelamatan tindakan Allah demi umat manusia. Selain itu, peristiwa ini juga menjadi bukti bahwa
Yesus dari Nazareth, anak Maria adalah Allah yang berkuasa atas dosa dan maut.
81
Para Bapa Gereja beranggapan bahwa hanya dengan bertitik tolak dari kebangkitan Yesus, kedudukan dan keistimewaan perawan Maria dapat dipahami dan
ditempatkan secara proporsional.
B. Pengungkapan Devosi kepada Maria dan Tolok Ukur Keotentikannya
Pada bab di atas sudah dijelaskan bahwa Santa Perawan Maria merupakan seorang wanita yang sangat istimewa dalam pandangan Gereja Roma Katolik. Dengan
cinta kasihnya yang berkobar, Maria rela menerima segala penderitaan bersama putranya dengan mengandung Yesus Kristus, melahirkan, membesarkan, dan ikut menderita
bersama putranya yang wafat di kayu salib. Maria sungguh istimewa bekerja sama dengan Sang Juru Selamat, dengan iman, pengharapan, dan cinta kasihnya untuk
memperbaharui hidup adi kodrati jiwa-jiwa umat manusia. Keistimewaan Santa Perawan Maria tersebut menjadikan dirinya begitu dicintai
dan dihormati oleh umat Katolik dengan melakukan berbagai macam bentuk devosi kepada Maria, seperti: doa-doa kepada Maria, ziarah, dan lain sebagainya. Tetapi bentuk-
bentuk devosi kepada Maria ini seringkali terlalu berlebih-lebihan sehingga Santa
81
Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 26.
Perawan Maria begitu diagung-agungkan seolah-olah kedudukannya setara dengan Allah. Untuk mengantisipasi hal ini para Bapa Gereja melalui Konsili Vatikan II membuat
beberapa kriteria untuk melakukan devosi yang benar kepada Santa Perawan Maria. Selain itu, Konsili Vatikan II juga menyatakan bahwa penghormatan kepada Santa
Perawan Maria merupakan ibadat khusus dalam Gereja Katolik. Konsili Vatikan II menempatkan Maria sedemikan rupa sehingga kehadirannya dalam karya penyelamatan
tidak mengaburkan peran Yesus Kristus, tetapi mendukung dan memperjelas. Konsili Vatikan II melalui Lumen Gentium no. 67 memberikan panduan dan
arahan bagaimana seharusnya berdevosi yang benar kepada Santa Perawan Maria. Berikut bunyi LG no. 67
”Konsili tersuci ini dengan tegas menandaskan ajaran Katolik ini. Sekaligus Konsili menasihatkan semua putra Gereja agar devosi
kepada Santa Perawan, khususnya devosi liturgis, dipupuk dengan jiwa besar. Konsili juga meminta agar praktik dan latihan-latihan
kesalehan kepada dia, dihargai seperti yang dianjurkan oleh kekuasaan mengajar Gereja sepanjang peredaran masa, dan agar
ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan pada masa yang lampau tentang penghormatan kepada patung Kristus, Santa Perawan, dan
para kudus, ditaati dengan perasaan keagamaan. Tetapi Konsili ini sungguh-sungguh menghimbau para teolog dan pewarta Sabda Illahi
agar dalam mengulas martabat khusus Bunda Allah, mereka secara hati-hati dan seimbang menghindari usaha melebih-lebihkan yang
palsu di satu pihak, maupun kepicikan hati yang keterlaluan di lain pihak. Dengan mengembangkan pengkajian Kitab Suci, para Bapa
dan doktor Gereja, liturgi-liturgi Gereja serta di bawah kekuasaan mengajar Gereja, hendaknya mereka secara tepat menjelaskan tugas
serta hak-hak istimewa Santa Perawan yang selalu dikaitkan dengan Kristus, Sumber segala kebenaran, kesucian, dan kesalehan.
Hendaklah mereka secara cermat mencegah kata atau perbuatan apa pun yang dapat membawa saudara-saudari yang terpisah atau siapa
pun lainnya kepada paham yang salah mengenai ajaran Gereja yang benar.
Selanjutnya hendaklah para beriman mengingat bahwa devosi yang benar bukan terdiri dari perasaan yang mandul dan sepintas, bukan
pula dari semacam sikap mudah percaya tanpa isi. Tetapi, devosi yang benar muncul dari iman sejati, yang membawa kita kepada
pengakuan akan keunggulan Bunda Allah, menggerakkan kita untuk
mencintai Bunda kita sebagai seorang anak dan untuk meneladan keutamaan-keutamaannya.” LG no. 67
82
Bentuk-bentuk devosi kepada Santa Perawan Maria yang ada di masa lalu cukup banyak dan cukup populer di kalangan umat. Hal ini disebabkan karena adanya
inkulturasi devosi kepada Maria. Jadi, bentuk-bentuk devosi kepada Maria berbeda-beda di setiap wilayah, tergantung kultur masyarakat yang ada di masing-masing wilayah.
Misalnya bentuk-bentuk Devosi Marial yang ada di Timur berbeda dengan yang ada di Barat.
Lumen Gentium no. 67 ingin menegaskan bahwa Konsili Vatikan II mengakui secara terbuka aneka ragam bentuk devosi kepada Santa Perawan Maria. Tetapi para
Bapa Konsiliaris juga ingin menekankan satu tolok ukur yang dapat diterima bagi semua ungkapan devosi itu, baik di masa lalu, sekarang maupun di masa yang akan datang.
Tolok ukur tersebut adalah peranan iman, maksudnya adalah aneka ragam bentuk devosi tersebut boleh terus ada dan berkembang asalkan berada dalam batas-batas ajaran yang
sehat dan ortodoks. Jika tolok ukur ini dipenuhi, maka Gereja Katolik menyambut gembira kekayaan
bentuk-bentuk devosi kepada Maria menurut masa yang berbeda, kebudayaan yang berbeda dan sifat-sifat pribadi yang berbeda. Oleh karena itu, para Bapa Konsili ingin
menekankan bahwa devosi kepada Maria di masa lampau janganlah dinilai dengan yang dimiliki Gereja Roma Katolik di masa sekarang, atau menilai kesalehan Maria dari
negara lain dengan selera sendiri. Di sini muncul tantangan bagi Gereja Roma Katolik, bagaimana mengungkapkan devosi kepada Maria dengan mengambil bentuk dan
ungkapan yang sesuai dengan kebudayaan umat Katolik di masa sekarang.
82
Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 114.
Eddy Kristiyanto menjelaskan dalam bukunya bahwa pengungkapan devosi kepada Maria ditunjukkan oleh para Bapa Konsiliaris dalam LG no. 67 dengan himbauan
keras yang ditujukan kepada para teolog dan pewarta Sabda Illahi untuk menghindari dua sikap ekstrem. Sikap pertama, ialah sikap yang terlalu menekankan faktor lahiriah dalam
penghayatan iman, dan pengungkapannya cenderung berlebih-lebihan. Sikap ini menjurus pada pendewian Santa Perawan Maria menjadikan Santa Perawan Maria
sebagai dewi dan tokoh mistis. Maria dipuja dan disembah sebagai sumber dan pemberi keselamatan, Maria juga dianggap sebagai ’jimat’ bertuah yang menjamin hidup kekal.
Dalih yang biasa dipakai untuk membenarkan sikap ini adalah kenyataan bahwa Santa Perawan Maria berperan serta dalam karya penyelamatan sebagai pintu masuk Yesus,
Allah Putra yang membawa keselamatan bagi manusia. Semangat devosional yang seperti ini lebih bersifat magis. Kedua adalah sikap yang terlalu menekankan faktor
batiniah dalam penghayatan iman. Penghayatan iman dalam sikap kedua ini direduksikan menjadi urusan batin melulu. Orang-orang yang bersifat ’spiritualistis’ semacam ini
menganggap bahwa tidak masuk akal, sarana kesalehan, ulah tapa, gambar suci, patung, dan lain sebagainya dapat membantu orang untuk mengungkapkan imannya secara
berdaya guna. Praktek kesalehan terhadap Santa Perawan Maria dinilai takhayul, sia-sia dan merupakan ungkapan pelarian ke dalam alam penghiburan rohani yang bersifat
sentimental melulu.
83
Konsili Vatikan II berusaha menghindari kesalahpahaman dengan pihak Gereja Kristen Protestan tentang Santa Perawan Maria. Oleh karena itu, Konsili Vatikan II
berusaha mencegah praktek devosional yang dipengaruhi oleh kedua sikap tersebut dengan meletakkan dasar-dasar penghormatan kepada Maria dalam LG no. 67.
83
Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 87.
Konsili memberikan petunjuk dalam mengulas tugas serta hak-hak istimewa Maria, yaitu harus selalu dalam kaitan dengan Yesus Kristus, Sumber segala kebenaran,
kesucian, dan kesalehan. Konsili menegaskan bahwa Maria hanya dapat dimengerti jika dipandang dalam perspektif Yesus Kristus. Salahlah jika memandang Kristus dalam
perspektif Maria, sehingga pengalaman akan Kristus hanya samar-samar saja dalam penghormatan kepada Maria. Inilah yang disebut bahaya Marianisme. Maria adalah jalan
menuju Yesus Krisrus.
84
Devosi kepada Santa Perawan Maria harus didasari iman sejati Kristiani. Dalam devosi yang benar otentik, seorang devosioner harus sadar bahwa Maria bukanlah tokoh
sentral dalam iman sejati Kristiani. Pusat iman Kristiani adalah Trinitas. Devosi bisa dikatakan benar otentik, jika dengan devosi seorang devosioner mengenal tempat Maria
dalam karya penyelamatan, yaitu di bawah Yesus Kristus. Dalam menghormati Maria, di dalam diri seorang devosioner harus tumbuh penghargaan yang lebih besar akan
kekuasaan Allah yang telah mengerjakan hal-hal yang besar untuk Maria. Jadi, devosi yang benar otentik harus menampakkan aspek trinitaris, kristologis, dan eklesial.
85
C. Berbagai Gejala Devosi Marial 1. Doa kepada Maria