Maria Bunda Allah Theotokos

Keempat dogma ini berkaitan erat, dogma yang satu tidak lengkap tanpa dogma yang lain. 28

1. Maria Bunda Allah Theotokos

Gelar Theotokos diresmikan pada Konsili Efesus 431 M. Gelar tersebut sudah cukup populer di kalangan umat sebelum konsili dimulai. Tetapi perlu diingat, peresmian gelar Bunda Allah Theotokos dalam Konsili Efesus bukan tanpa masalah. Konsili Efesus sendiri dilatarbelakangi oleh perdebatan emosional antara mazhab Aleksandria yang diwakili oleh Proclus dan Sirilus dengan mazhab Antihokia yang diwakili oleh Nestorius dan Yohanes. Inti permasalahan dalam perdebatan itu sebenarnya terletak pada hubungan kedua kodrat Yesus Kristus – kodrat manusiawi dan kodrat Illahi. Jadi, perdebatan itu lebih bersifat Kristologis dibandingkan dengan Mariologis, tetapi karena Yesus mendapatkan kodrat manusiawi-Nya dari Maria, maka Maria pun dibahas dalam perdebatan ini. 29 Mazhab Anthiokia beranggapan pemberian gelar Maria Bunda Allah memberi kesan bahwa ke-Illahian Yesus dilahirkan dan diturunkan pula oleh manusia yang bernama Maria. Hal ini sama dengan menyatakan bahwa di dalam diri Yesus ada dua pribadi, yaitu pribadi Illahi dan pribadi manusiawi. 30 Mazhab ini menggunakan pendekatan ”manusia firman”, yang artinya Yesus itu sebagai manusia yang didiami Allah. Oleh karena itu, mazhab ini menolak pemberian gelar Bunda Allah Theotokos kepada Maria. Aliran ini beranggapan Maria hanya Bunda Manusia Anthropotokos karena Maria melahirkan ”manusia firman” bukan ”Allah firman”, 28 Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994, h. 254. 29 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 25. 30 Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 125. jadi Maria bukan Bunda Allah tetapi hanya Bunda Kristus saja yaitu bunda manusia. Masih menurut mazhab ini, pemberian gelar Bunda Allah Theotokos dapat mengakibatkan pada pendapat yang menyatakan Maria sebagai Ibu dari Yang Illahi, dan ini akan berakibat kepada penyembahan Maria Mariolatria. 31 Di lain pihak, mazhab Aleksandria berpandangan bahwa kedua kodrat yang ada di diri Yesus itu merupakan satu kesatuan. Jadi, yang dilahirkan Maria adalah kodrat manusiawi dan juga kodrat illahi Yesus, dan oleh karena itu Maria boleh disebut Bunda manusia Anthropotokos dan juga Bunda Allah Theotokos. Pemberian gelar Theotokos kepada Maria bukan berarti menyembah Maria Mariolatria, tetapi hanya menekankan kesatuan dalam diri Yesus. Yesus adalah benar-benar manusia dan juga benar-benar Allah, oleh karena itu Maria boleh disebut Bunda Allah. 32 Untuk mengatasi kontroversi antara kedua mazhab tersebut, maka diadakanlah Konsili Efesus 431 M, dimana konsili ini berusaha mencegah dua kekeliruan tentang Maria, yaitu: 1 menjadikan Maria sebagai allah putri, dan 2 menempatkan Maria hanya pada tingkat manusiawi saja dengan menyatakan Maria hanya sebagai ibu dari kodrat manusiawi Yesus. Konsili Efesus menegaskan kembali ajaran Konsili Nikea 325 M, yang mengajarkan bahwa Yesus merupakan manusia yang memang Allah, karena sehakikat dengan Bapa. 33 Jadi, pemberian gelar Bunda Allah tidak mengatakan 31 Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, h. 45. 32 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 25. 33 C. Groenen, Mariologi: Teologi dan Devosi, Yogyakarta: Kanisius, 1998, h. 41. bahwa Allah keillahian mempunyai ibu, tetapi seorang manusia yang juga Allah tentu saja memiliki ibu, selayaknya manusia sejati lainnya. Sebenarnya Konsili Efesus tidak mencerminkan refleksi para teolog, tetapi lebih kepada kepercayaan atau iman umat sensus fidelium, karena pada umumnya Maria diakui sebagai Bunda Yesus yang utuh, yaitu Yesus dengan kodrat Illahi dan kodrat manusiawi. Selain itu, sebutan Bunda Allah Theotokos sudah populer di kalangan umat sebelum Konsili Efesus. Tetapi Konsili Efesus menjelaskan secara tegas bahwa Maria disebut Bunda Allah bukan karena kodrat firman dan keIllahian Yesus berasal dari Maria, tetapi tubuh suci Yesus diambil dari Maria, dan dengan tubuh itu Firman Allah dipersatukan secara mandiri. 34

2. Maria Perawan