Zaman Modern Devosi Marial dalam Lintasan Sejarah

memperhatikan dan mendoakan umat. Umat beranggapan bahwa doa Maria sangat berkuasa dibanding orang-orang kudus lainnya, karena doa itu merupakan kelanjutan dari keibuan dan kesucian Maria yang istimewa. Bentuk devosi kepada Maria –dalam hal ini doa-doa untuk Maria- mulai muncul pada masa ini, seperti doa Angelus abad XIII dan doa Rosario abad XIII – XV. Selain itu, doa Salam Maria juga sudah muncul pada masa ini meski hanya bagian pertamanya saja. Doa-doa tersebut sampai sekarang lazim dipakai oleh umat Katolik. 62 Dari perkembangan ini bisa disimpulkan Maria tidak hanya dipandang dalam kerangka besar karya keselamatan, tetapi lebih kepada pribadinya, khususnya suka dukanya sebagai Ibu Allah, dan juga selama kesengsaraan Yesus.

3. Zaman Modern

Masa ini ditandai dengan munculnya pertentangan antara kelompok pendukung dan kelompok penentang ajaran Maria dikandung tanpa noda Immaculata. Hal ini disebabkan karena adanya ketidaktahuan, takhayul, dan kesalehan emosional sentimentalisme yang cukup tinggi di antara umat Kristiani, sehingga kebaktian Kristiani, khususnya kebaktian kepada Maria selalu dibumbui dengan praktek-praktek devosi yang berlebihan. Dalam situasi seperti ini, muncullah gerakan pembaharuan yang dimotori oleh Martin Luther yang ingin mereformasi Gereja atau yang dikenal dengan Protestanisme. Gerakan ini awalnya hanya melontarkan kritik tajam kepada praktek-prektek devosi yang berlebihan yang berkembang di Gereja Katolik zaman 62 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 30. pertengahan, bukan kepada ajaran tentang Maria. Para Bapa Reformator sendiri Luther, Calvin, Zwingli dan para teolog Protestan mula-mula masih menerima ajaran Gereja Kuno tentang Maria, misalnya dogma Theotokos; keperawanan Maria sebelum, saat, dan setelah melahirkan Yesus; juga tentang kesucian Maria. Hal ini bisa dilihat dalam ibadat Gereja Lutheran di zaman sekarang masih ada beberapa hari raya untuk mengenang Maria, meskipun dampaknya pada praksis dan teologi jemaat Gereja kecil sekali. 63 Tetapi kemudian kritik pihak Protestan bukan hanya kepada keterlaluan devosional kepada Maria, mereka juga menunjukkan keberatannya kepada seluruh ajaran Katolik tentang Maria. Umat Protestan berkeyakinan bahwa Maria tidak termasuk ke dalam kerigma apostolik dan ajaran-ajaran tentang Maria tidak mempunyai landasan dari kitab suci. Maria dipandang hanya sebagai penerima keselamatan Illahi dan bukan pemeran serta yang aktif dalam rencana keselamatan itu. 64 Refleksi tentang Maria memang seringkali kurang ilmiah dan lebih berdasarkan pada perasaan dan dugaan, sehingga argumennya seringkali tidak tahan uji. Pihak Protestan menghimbau agar Kitab Suci dijadikan sebagai satu- satunya dasar sumber iman. Pernghormatan kepada Maria dianggap sebagai takhayul, oleh karena itu praktek tersebut harus dihapuskan. Serangan-serangan atas Devosi Marial memunculkan reaksi dari pihak Katolik. Pembela-pembela Maria dari pihak Katolik bermunculan. Mereka 63 Groenen, Mariologi Teologi dan Devosi, h. 17 64 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah, h. 31. menghasilkan karya-karya kepustakaan tentang Maria yang paling banyak dibandingkan masa-masa sebelumnya. Serangan pihak protestan di masa ini tidak mematikan penghormatan umat kepada Maria begitu saja. Pihak Katolik terus melakukan pembelaan-pembelaan kepada Maria dengan menguatkan posisi Maria dalam penghayatan iman umat Kristiani. Bahkan, penampakan pertama Maria yang diakui secara resmi oleh Gereja terjadi pada masa ini, yaitu penampakan Maria kepada St. Katarina Laboure pada tahun 1830 di kapel Rumah Induk Puteri Kasih di Paris. Pada penampakannya ini Maria memerintahkan Katarina membuat medali yang diberi nama Medali Maria dikandung tanpa noda. Kemudian medali ini menjadi terkenal sebagai Medali Wasiat, karena diangap begitu banyak mukjizat terjadi melalui doa dengan medali tersebut. 65 Medali Wasiat yang dihasilkan dari pertemuan Maria dan St. Katarina telah menambah bentuk penghormatan umat kepada Maria. Medali dijadikan relikwi yang berasal dari Maria. Meskipun Devosi Marial di masa ini mengalami perkembangan dengan bertambahnya bentuk penghormatan kepada Maria, akan tetapi kemunculan Protestanisme sedikit banyak mempengaruhi iman umat Kristiani terhadap penghormatan kepada Maria. Masa ini juga ditandai dengan diselenggarakannya Konsili Vatikan II pada tahun 1962-1965. salah satu alasan diadakannya konsili ialah kesadaran Gereja Katolik akan perlunya pembaharuan dalam dan melalui Gereja. 65 Ibid, h. 32. Konsili Vatikan II sendiri sebenarnya bercorak ekumenis, bukan bercorak Mariologis, akan tetapi Mariologi tidak bisa dikesampingkan dalam konsili ini. Hal ini disebabkan karena Mariologi menjadi salah satu tema yang mengundang perdebatan emosional di antara para Bapa Konsiliaris. Perdebatan berkisar mengenai apakah Maria dibahas sebagai dokumen tersendiri atau dimasukkan ke dalam skema konstitusi tentang Gereja. Perdebatan ini menjadi emosional dikarenakan hal ini bukan hanya masalah teknis saja, akan tetapi mencerminkan dua pandangan yang berkaitan erat dengan ajaran tentang Maria. Para Bapa Konsiliaris sendiri terpecah menjadi dua kelompok: Maksimalistis dan Minimalistis. Kelompok Maksimalis berpandangan bahwa Maria menduduki posisi paling unggul di dalam Gereja, dikarenakan peranannya dalam karya penyelamatan, juga karena misteri-misteri Maria berurat akar dalam relasi Trinitas. Maria tidak cukup dipandang hanya sebagai anggota Gereja, Maria sebaiknya ditempatkan di atas bahkan diluar Gereja. Gagasan tentang Maria bukan merupakan bagian dari eklesiologi ilmu tentang Gereja. Oleh karena itu, sebaiknya bab mengenai Maria dibahas sebagai dokumen tersendiri. Lain halnya dengan kelompok Maksimalis, kelompok Minimalis mempersatukan tata penyelamatan dalam suatu sintesis yang komprehensif. Kelompok ini berpandangan bahwa Maria adalah model Typus Gereja. Maria menjadi pelopor Gereja dalam penziarahan duniawinya menuju kepenuhan eskatologis. Oleh karena itu, Maria merupakan anggota Gereja yang perlu ditebus sama seperti anggota Gereja lainnya. Jadi, gagasan tentang Maria sebaiknya dimasukan ke dalam kosntitusi mengenai Gereja. 66 Perdebatan antara para pendukung kedua kelompok ini terasa sengit dan penuh emosi. Hal ini terbukti dengan diadakannya pemungutan suara voting yang diadakan pada tanggal 26 Oktober 1963 untuk menentukan apakah ajaran tentang Santa Perawan Maria dimasukkan ke dalam konstitusi Gereja atau tidak. 67 Mayoritas kecil para Bapa konsiliaris akhirnya menyetujui bahwa pokok-pokok ajaran tentang Maria ditambahkan dalam skema konstitusi tentang Gereja, dan menempatkannya pada dokumen Lumen Gentium bab VIII dengan judul “De Beata Maria Virgine Deipara in Mysterio Christi et Ecclesiae” Santa Maria, Perawan dan Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja. 68 Hasil voting ini menunjukkan secara pasti di manakah tempat Maria. 69 Dari judul Lumen Gentium Bab VII saja langsung dapat diketahui, bahwa para Bapa konsili menempatkan Maria dalam misteri Gereja. 66 Eddy Kristiyanto, Maria Dalam Gereja, h. 123. 67 Voting ini merupakan simpul yang harus ditempuh koonsili mengingat kedua kelompok ini tidak bisa diperdamaikan . Hasil voting memperlihatkan: 1.114 setuju; 1.074 tidak setuju; 5 abstain; 2 setuju dengan syarat. Lihat Ibid, h. 114. 68 Ibid, h. 15. 69 Diagram yang sering dipakai untuk menjelaskan tempat Maria ialah: Kristus Maria Umat AllahGereja I Kristus Maria Gereja II Gambar I memperlihatkan pandangan kebanyakan umat Katolik sebelum Konsili Vatikan II. Gambar ini juga menunjukkan pandangan para teolog maksimalis, yang ingin menempatkan Maria di atas Gereja dan bersatu dengan Kristus. Gelar yang sering dipakai dalam gambar I ialah Mediatrix Imnis Gratiae, Maria Pengantara Segala Rahmat. Berbeda dengan gambar II, gambar I menempatkan Maria di dalam Gereja, dimana sebagai anggota Gereja Maria membutuhkan rahmat penebusan Kristus. Gelar yang dipakai Gereja untuk memperlihatkan situasi dan tempat Maria ini ialah Mater Ecclesiae, Maria Bunda Gereja. Pokok-pokok ajaran mengenai Maria dalam Lumen Gentium bab VIII tercantum dalam 18 delapan belas artikel, yaitu no. 52-69. Kedelapan belas artikel ini memiliki sifat yang ingin mengembalikan semua ajaran tentang Maria ke sumber-sumber utama, yang dimaksud sumber-sumber utama di sini ialah Kitab Suci dan ajaran Para Bapa Gereja. Sumber-sumber lain seperti edaran-edaran kepausan juga diperhatikan, tetapi konsili sangat hati-hati dalam menggunakan sumber-sumber lain ini, dikarenakan sumber-sumber lain ini seringkali tidak didasari dengan studi kritis ilmiah, sehingga menimbulkan perdebatan dan polemik. Konsili dengan hati-hati ingin menghindari perdebatan dan polemik ini. 70 Dengan kembali ke sumber-sumber utama, konsili memandang Maria dalam konteks keseluruhan sejarah keselamatan yang memandang Yesus sebagai Allah Putra yang menjelma menjadi manusia, untuk membawa seluruh manusia dalam keselamatan. Pandangan ini dikeluarkan karena banyaknya kontroversi dan penyimpangan umat dalam melakukan devosi kepada Maria bersumber pada konsep yang salah tentang Yesus. Dari pandangan tersebut, konsili telah memberikan pedoman bagi penghormatan yang tepat kepada Santa Perawan Maria. Pertama, yaitu dengan menempatkan Devosi Marial secara teologis dalam kaitannya dengan Tuhan. Maksudnya adalah menjadikan Allah sebagai titik orientasi dari devosi kepada Maria. Meskipun penghormatan kepada Santa Perawan Maria sangat istimewa, tetapi hakikatnya tetap saja berbeda dengan penyembahan kepada Allah. Kedua, para Bapa konsili menekankan pentingnya penghormatan kepada Maria dalam 70 Maria Handoko, Santa Perawan Maria Bunda Allah,, h. 41 konteks liturgis. Ketiga, mereka juga menekankan beberapa sifat, baik yang positif maupun yang negatif dari penghormatan kepada Maria yang benar. 71 Dari pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa Konsili Vatikan II mencoba menertibkan bentuk-bentuk devosi umat kepada Maria yang sudah ada sebelumnya, yang kebanyakan lebih didasari perasaan dan kesalehan emosional ketimbang Kitab Suci dan studi kritis ilmiah, sehingga banyak penyimpangan-penyimpangan dalam melakukan devosi kepada Santa Perawan Maria. Dengan penertiban ini, Konsili Vatikan II ingin menghindari salah paham dengan saudara-saudara Kristen yang lain dalam hal ini umat Protestan. Konsili Vatikan II telah menciptakan dasar untuk memulai pembaruan liturgi. Langkah demi langkah diwujudkan melalui kebijakan kepausan, termasuk ”cultus” kepada Santa Perawan Maria. Peringatan atau pesta Maria disusun agar Yesus Kristus tetap sebagai pusat iman. Meskipun begitu, devosi terhadap Santa Perawan Maria setelah Konsili Vatikan II mengalami pasang surut. Krisis ini dimotori oleh mentalitas umat yang cenderung mengejar keduniawian, yang mulai merajalela dalam masyarakat modern. Tidak bisa dipungkiri, bahwa setiap situasi ataupun fenomena, termasuk fenomena agama, yang berasal dari manusia diwujudkan sesuai dengan lingkungan dan zaman. Oleh sebab itu, Devosi Marial di masa ini dipengaruhi oleh kekurang pengertian dalam hal teologi, fanatisme, dikaitkan dengan dunia gaib, hal-hal yang ajaib, atau bercampur kepentingan pribadi, keuntungan ekonomi, dan lain-lain. 72 71 Ibid, h. 42. 72 Salvatore, Inilah Ibuku, h. 96.

BAB IV KEBAKTIAN KEPADA SANTA PERAWAN MARIA