Aplikasi Pembiayaan Mudharabah di Perbankan Syari’ah
diusahakan. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh pemilik dana atau nasabah.
25
b. Deposito Investasi Umum Bank syari’ah menerima simpanan deposito berjangka pada umumnya
untuk satu bulan keatas kedalam rekening investasi umum general investment account dengan prinsip mudharabah al-muthlaqah. Investasi umum ini sering
disebut juga sebagai investasi tidak terikat. Nasabah rekening investasi lebih bertujuan untuk mencari keuntungan daripada untuk mengamankan uangnya. Dalam
mudharabah al-muthlaqah bank sebagai mudharib mempunyai kebebasan mutlak dalam pengelolaan investasinya. Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati
bersama. Apabila bank menghasilkan keuntungan akan dibagi sesuai kesepakatan awal. Apabila bank mengalami kerugian, bukan karena kelalaian bank, kerugian
ditanggung oleh nasabah deposan sebagai shahibul maal. Deposan dapat menarik dananya dengan pemberitahuan terlebih dahulu.
26
c. Deposito Investasi Khusus Selain rekening investasi umum, bank syari’ah juga menawarkan rekening
investasi khusus special investment account kepada nasabah yang ingin
menginvestasikan dananya langsung dalam proyek yang disukainya yang dilaksanakan oleh bank dengan prinsip mudharabah al-muqayyadah. Investasi
khusus ini sering disebut juga sebagai investasi terikat. Rekening investasi khusus ini
25
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hal 117.
26
Ibid, hal 118.
biasanya ditujukan kepada para investor besar dan institusi. Dalam mudharabah al- muqayyadah bank menginvestasikan dana nasabah kedalam proyek tertentu yang
diinginkan nasabah. Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati bersama dan hasilnya langsung berkaitan dengan keberhasilan proyek investasi yang dipilih.
27
Ulama kontemporer melakukan inovasi baru atas skema mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini diperankan oleh bank syari’ah
sebagai lembaga perantara yang mempertemukan shahibul maal dengan mudharib. Sehingga terjadi evolusi dari konsep direct financing menjadi indirect financing.
Dalam indirect financing, bank menerima dana dari shahibul maal dalam bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana-dana ini dapat berbentuk
tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu bervariasi. Selanjutnya dana yang telah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank kedalam
bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan earning assets. Keuntungan dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan
pemilik DPK dana pihak ketiga. Proses inilah yang dipotret dalam neraca bank syari’ah, sehingga neraca
suatu bank syari’ah pada dasarnya akan tampak sebagai berikut:
27
Ibid, hal 119.
Aktiva Penyaluran
Dana Financing
Investment Passiva
Sumber Dana Funding
Non-Earning Asset:
Kas
Giro pada BI Cuurent Liabilities
Earning Assets:
Surat Berharga
Pembiayaan: 1. Murabahah
2. Ijarah 3. IMBT
4. Mudharabah 5. Musyarakah
Dana Pihak Ketiga:
Giro Wadi’ah
Tabungan Mudharabah
Deposito Mudharabah
Fixed Asset Stockholder’s Equity
Pada prinsipnya, mudharabah sifatnya mutlak dimana shahibul maal tidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib. Bentuk
mudharabah ini disebut mudharabah muthlaqah atau dalam bahasa inggrisnya dikenal sebagai unrestricted investment account. Namun demikian, apabila dipandang
perlu shahibul maal boleh menetapkan batasan-batasan tertentu guna menyelamatkan modalnya dari risiko kerugian. Syarat-syarat ini harus dipenuhi oleh si mudharib.
Apabila mudharib melanggar batasan ini ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Jenis mudharabah seperti ini disebut mudharabah muqayyadah
mudharabah terbatas. Jadi pada dasarnya, terdapat dua bentuk mudharabah yakni muthlaqah dan muqayyadah.
Dalam praktik perbankan syari’ah modern, kini dikenal dua bentuk mudharabah mudharabah muqayyadah, yakni on balance sheet dan off balance
sheet. Dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet, aliran dana terjadi dari satu
nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor terbatas, misalnya pertanian, manufaktur, dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin
mensyaratkan dananya hanya boleh dipakai untuk pembiayaan disektor pertambangan, property dan pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor
dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan
saja, atau kerja sama usaha saja. Skema ini disebut on balance sheet karena dicatat dalam neraca bank.
Dalam mudharabah off balance sheet, aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan yang dalan bank konvensional
disebut debitur. Disini bank syari’ah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya di bank syari’ah dilakukan secara off balance sheet. Sedangkan bagi
hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil tergantung kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah pembiayaan. Bank
hanya memperoleh arrange fee. Skema ini disebut off balance sheet karena transaksi ini tidak dicatat dalam neraca bank, tetapi hanya dicatat dalam rekening administratif
saja. Dari sudut pandang nasabah investor, terdapat tiga skema aliran dana dari
nasabah investor yakni: 1. Mudharabah muqayyadah off balance sheet
Dalam skema ini, aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan yang dalam bank konvensional disebut debitur. Disini
bank syari’ah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya dibank syari’ah secara off balance sheet. Bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor
dan pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil tergantung kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah pembiayaan. Bank hanya memperoleh arrange fee. Disebut
mudharabah karena skemanya bagi hasil, muqayyadah karena ada pembatasan yaitu hanya untuk pelaksana usaha tertentu dan off balance sheet karena tidak dicatat dalam
neraca bank. Contoh:
Pak Akbar menanamkan dananya di Bank A dalam bentuk deposito mudharabah sebesar Rp 500.000.000 dengan akad mudharabah muqayyadah untuk
disalurkan dalam pembiayaan pertanian. Dari pembiayaan tersebut pendapatan yang dihasilkan adalah sebesar Rp 2.500.000. maka berapakah pendapatan pak Akbar dari
dana yang ditanamkan di bank tersebut? Nisbah bagi hasil untuk nasabah adalah 35:65 dan bobot adalah 0,85.
Jawab: Dana nasabah
: Rp 500.000.000 Dana yang dapat disalurkan
: Rp 0,85 x 500.000.000 = Rp 425.000.000
Dana bank = 0
Pendapatan dari pembiayaan = Rp 2.500.000
Maka: Pendapatan tiap 1000 nasabah:
Rasio Dana Terpakai x Keuntungan x 1
x 1000 Dana Nasabah
475.000.000 x 2.500.000 x 1
x 1000 =4,5 500.000.000
500.000.000
Pendapatan yang akan diterima oleh nasabah: =4,5 x 35 x 500.000.000
1000 =787.500
Jadi pendapatan yang akan diterima oleh Pak Akbar adalah Rp 787.500
2. Mudharabah muqayyadah on balance sheet Dalam skema ini aliran dana dapat terjadi dari satu nasabah investor ke
sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sector terbatas, misalnya pertanian, manufaktur dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin mensyaratkan dananya
hanya boleh dipakai untuk pembiayaan di sektor pertambangan, properti dan pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor dapat saja mensyaratkan
berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan saja, atau kerja sama usaha saja.
Skema ini membuat bank terlibat dalam mudharabah muqayyadah on balance sheet. Disebut on balance sheet karena dicatat dalam neraca bank.
Contoh: Pak Zubair menabung dalam bentuk giro di Bank B sejumlah Rp
80.000.000, dengan akad mudharabah muqayyadah on balance sheet. Bank menyalurkan dana pinjaman kepada nasabah senilai Rp 100.000.000 dan pendapatan
yang dialokasikan untuk giro sebesar 1.500.000. jika nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank adalah 60:40 maka berapakah nilai bagi hasil yang akan diterima oleh Pak
Zubair?
Jawab: Dana nasabah investor
= 80.000.000 Dana yang dapat disalurkan
= 76.000.000 0,95 x 80.000.000 Dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman=100.000.000
Dana bank =100.000.000 – 76.000.000
= 24.000.000 Pendapatan pembiayaan
= Rp 1.500.000 Maka,
Pendapatan per 1000 nasabah = 76.000.000 x 1.500.000 x
1 x 1000 = 14,25
100.000.000 80.000.000
Bagi hasil yang akan diterima Pak Zubair adalah: 80.000.000 x 14,25 x 40 = 456.000
1.000 Jadi bagi hasil yang akan diterima Pak Zubair adalah Rp 456.000
3. Mudharabah muthlaqah on balance sheet Dalam skema ini seluruh nasabah investor kepada bank digunakan tanpa
ada pembatasan tertentu kepada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Nasabah investor memberikan kebebasan secara mutlak kepada bank
syari’ah utnuk mengatur seluruh aliran dana, termasuk memutuskan jenis akad dan pelaksanaan usaha diseluruh sektor.
Contoh: Di Bank C jumlah dana tabungan dengan akad mudharabah muthlaqah
adalah sebesar Rp 250.000.000 dan bank menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 325.000.000. pendapatan yang dihasilkan dari pembiayaan dan merupakan proporsi
untuk tabungan adalah sebesar Rp 5.000.000. Dengan nisbah bagi hasil sebesar 60:30 bagi bank maka berapakah pendapatan yang akan diperoleh oleh Pak Umar jika ia
memiliki tabungan sebesar 70.000.000. Bobot = 0,95
Jawab: Diketahui dana nasabah investor
: Rp250.000.000 Dana yang dapat disalurkan
= 250.000 x 0,95 = 237.500.000 Pembiayaan yang disalurkan
= 325.000.000 Dana bank
= 87.500.000 Pendapatan yang dihasilkan
= 5.000.000 Maka:
Pendapatan investasi dari setiap 1000 dana nasabah = 237.500.000 x 5.000.000 x
1 x 1000 = 14,62
325.000.000 250.000.000
Pendapatan investasi dari setiap 1000 dana nasabah adalah 14,62 Sehingga bagian pendapatan Pak Umar adalah:
70.000.000 x 14,62 x 60 = 598.000
1000
Berbeda dengan perhitungan bagi hasil dilihat dari sudut pandang nasabah yang lebih terfokus pada penghitungan berapa bagi hasil yang akan didapatkan oleh
nasabah. Pada sudut pandang pihak bank perhitungan bagi hasil ditujukan juga untuk menentukan berapa besar nisbah bagi hasil dan alokasi bagi hasil yang akan
dibagikan kepada nasabah. Penentuan Tingkat Bobot
Yang dimaksud dengan bobot adalah tingkat persentase produk pendanaan yang dapat dimanfaatkan untuk dana pembiayaan. Dengan demikian tidak semua
dana nasabah dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya tuntutan terlaksananya sistem prudential banking dan terpenuhinya kebutuhan
likuiditas. Beberapa faktor yang menentukan tingkat bobot adalah: 1. Tingkat Giro Wajib Minimum yang ditetapkan oleh bank sentral. Untuk Indonesia
BI menetapkan GWM bagi rupiah adalah 5 dan GWM bagi dollar adalah 3.
2. Besarnya cadangan dana yang dibutuhkan oleh bank untuk menjamin terlaksananya operasional perbankan sehingga bank akan menyimpan cadangan
dananya diatas kewajiban yang 5. 3.Tingkat besarnya dana-dana yang ditarik sector oleh nasabah atau investor
floating. Dalam bentuk equation, teknis penghitungan tingkat bobot dapat
dituliskan sebagai berikut: Tingkat bobot = 1 – GWM+Excess Reserve + floating rate
a. Perhitungan Dengan Saldo Akhir Bulan Bagi bank, keseluruhan dana yang dikelolanya akan dipilah-pilah sesuai
jenisnya. Katakanlah bank mengelompokkannya menjadi giro, tabungan, deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.
Kolom 1 adalah saldo akhir bulan masing-masing jenis dana. Namun tidak seluruh dana ini dapat disalurkan oleh bank, karena bank harus menyimpan minimum
5 dari dana ini di Bank Indonesia GWM, dan biasanya bank juga memperhitungkan kelebihan cadangan yang disimpannya di atas kewajibannya yang
5 tersebut, juga memperhitungkan adanya dana-dana yang ditarik setor oleh nasabah investor floating. Ketiga komponen ini menjadi faktor pengurang dalam
perhitungan bobot dikolom 2. Kolom 3 adalah saldo yang benar-benar dapat diinvestasikan oleh bank. Kolom 4 adalah pendistribusian pendapatan yang diperoleh
oleh bank kedalam masing-masing jenis dana. Kolom 5 adalah nisbah nasabah investor. Dengan mengalika kolom 4 dan kolom 5, maka didapat bagian pendapatan
nasabah untuk masing-masing jenis dana. Untuk memudahkan bank menghitung bagi hasil kepada tiap-tiap investor, maka bank menghitung pendapatan nasabah pada
kolom 6 tersebut dalam bentuk presentase yaitu pada kolom 7. Jenis
Saldo akhir
bulan bobot
Saldo tertimbang
Distribusi pendapatan
perjenis Nisbah
nasabah Bagian
pendapatan nasabah
Rata pendapatan
nasabah 1
2 3=1x2
4 5
6x4=5 7=
61x12x100 Giro
Tabungan Dep. 1
Dep. 3 Dep. 6
Dep. 12
Total
1 2
3 4
5 6
7 b. Perhitungan Dengan Saldo Rata-rata Harian
Bank dapat pula menghitung berdasarkan saldo rata-rata harian sebagai berikut:
Kolom 1 adalah saldo akhir bulan masing-masing jenis dana. Namun tidak seluruh dana ini dapat disalurkan oleh bank, karena bank harus menyimpan minimum
5 dari dana ini di Bank Indonesia GWM. Karena perhitungannya adalah menggunakan saldo rata-rata harian, nilai ini telah merefleksikan saldo yang
mengendap di bank yang dapat digunakan oleh bank untuk melakukan investasi. Jadi hanya komponen GWM saja yang menjadi faktor pengurang dalam perhitungan
bobot di kolom 2. Kolom 3 adalah saldo yang benar-benar dapat diinvestasikan oleh bank. Kolom 4 adalah pendistribusian pendapatan yang diperoleh oleh bank kedalam
masing-masing jenis dana. Kolom 5 adalah nisbah nasabah investor. Dengan
mengalikan kolom 4 dan kolom 5, maka didapat bagian pendapatan nasabah untuk masing-masing jenis dana. Untuk memudahkan bank menghitung bagi hasil kepada
tiap-tiap investor, maka bank menghitung pendapatan nasabah pada kolom 6 tersebut dalam bentuk presentase yaitu pada kolom 7.
Jenis Saldo
akhir bulan
bobot Saldo
tertimbang Distribusi
pendapatan perjenis
Nisbah nasabah
Bagian pendapatan
nasabah Rata
pendapatan nasabah
1 2
3=1x2 4
5 6x4=5
7= 61x12x100
Giro Tabungan
Dep. 1 Dep. 3
Dep. 6 Dep. 12
Total
1 2
3 4
5 6
7