Biografi Navis INTERTEKSTUAL CERPEN “ROBOHNYA SURAU KAMI” KARYA A.A. NAVIS DENGAN “BURUNG KECIL BERSARANG DI POHON” KARYA KUNTOWIJOYO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

36 BAB III PEMBAHASAN A. Biografi A.A. Navis Nama lengkapnya adalah Ali Akbar Navis, tetapi sepanjang kariernya ia lebih dikenal dengan namanya yang lebih sederhana A.A. Navis. Putera dari St. Marajo Sawiyah ini lahir di Padangpanjang, Sumatera Barat, pada tanggal 17 November 1924. Ia merupakan anak sulung dari 11 saudara kandung atau 16 saudara seayah. Berbeda dengan kebanyakan putera Minangkabau yang senang merantau, A.A. Navis memilih untuk tetap tinggal di tanah kelahirannya. Ia berpendapat bahwa merantau hanyalah soal pindah tempat dan lingkungan, namun yang menentukan keberhasilan pada akhirnya tetaplah kreativitas itu sendiri. Kesenangan A.A. Navis terhadap sastra dimulai dari kampung halamannya di Minang. Orang tuanya pada saat itu, berlangganan majalah Panji Islam dan Pedoman Masyarakat. Kedua majalah itu sama-sama memuat cerita pendek dan cerita bersambung di setiap edisinya. Navis selalu membaca cerita-cerita itu dan lama-kelamaan ia pun mulai menggemarinya. Ayahnya pun lalu memberikan uang agar ia bisa membeli buku-buku bacaan kegemarannya. Itulah modal awal Navis untuk menekuni dunia karang-mengarang di kemudian hari. Navis memulai pendidikan formalnya dengan memasuki sekolah Indonesich Nederiandsch School INS di daerah Kayutanam selama sebelas tahun. Meskipun sekolah itu begitu berjasa dan menjadi perhatian Navis tetapi hampir tidak ada karya sastranya yang berkaitan dengan atau mengambil latar INS. Hanya saja Navis memperkirakan bahwa watak dan kebiasaan mencemooh yang amat kental dalam cerpen-cerpen terasah di INS ini. 1 1 Ivan Adilla, A.A. Navis: Karya dan Dunianya, Jakarta: Grasindo, 2003, hlm. 13 Kemampuannya mencemooh dalam karya sastra maupun pergaulan sehari-hari merupakan hal yang khas dari Navis. Seusai masa Jepang dan memasuki masa kemerdekaan, Navis pindah dan melaksanakan aktivitas di Bukittinggi dan ikut dalam perjuangan perebutan kemerdekaan melalui bidang yang dikuasainya. Untuk biaya hidup, ia membuka toko buku yang juga berfungsi sebagai taman bacaan, serta mengisi acara radio di RRI Bukittinggi. Navis menulis skrip, memainkan. dan menyutradai sandiwara. Ia juga mengasuh sebuah acara sastra dan budaya yang diminati oleh banyak orang muda pecinta sastra. 2 A.A. Navis baru muncul dalam gelanggang sastra Indonesia pada tahun 1955, yaitu ketika ia mengumumkan cerpennya yang pertama sekaligus menjadikannya terkenal yaitu “Robohnya Surau Kami”. Cerpen ini merupakan sindiran terhadap orang-orang yang kelihatannya patuh melakukan syariat agama tetapi sebenarnya rapuh di dalam, sehingga mudah terhasut untuk bunuh diri. Cerpen ini kemudian diterbitkan bersama-sama dengan beberapa buah cerpen lain dengan judul Robohnya Surau Kami 1956. Ketika dicetak ulang beberapa tahun kemudian, buku ini mengalami perubahan isi. Ada beberapa cerpen baru ditambahkan, tetapi ada juga cerpen lama yang dicabut. 3 Selain itu, ia juga menulis kumpulan cerpen lainnya seperti Hujan Panas 1964 dan Bianglala 1964. Selain menulis cerpen, Navis juga menulis novel Kemarau 1967 dan Saraswti Si Gadis dalam Sunyi 1970. Tema-tema yang muncul dalam karya- karya A.A. Navis biasanya bernafaskan kedaerahan dan keagamaan sekitar masyarakat Minangkabau. Ia pernah berkeinginan menulis tentang peristiwa kemiliteran yang pernah dihadapi bangsa Indonesia dan mencari penerbit yang mau menerbitkan cerita yang berisi peristiwa tersebut. 2 Ivan Adilla, Op. Cit, hlm. 15 3 Ajip Rosidi, Ichtisar Sedjarah Sastera Indonesia, Bandung: Bina Tjipta, 1965, hlm. 144-145 Di luar bidang kepengarangannya itu, Navis bekerja sebagai pemimpin redaksi harian Semangat harian angkatan bersenjata edisi Padang, Dewan Pengurus Badan Wakaf INS, dan pengurus Kelompok Cendekiawan Sumatera Barat Padang Club. Di samping itu, Navis juga sering menghadiri berbagai seminar masalah sosial dan budaya sebagai pemakalah atau peserta. Semasa hidupnya Navis juga pernah memperoleh beberapa penghargaan antara lain hadiah kedua lomba cerpen majalah Kisah 1955 untuk cerpen “Robohnya Surau Kami”. Penghargaan dari UNESCO 1967 untuk novel Saraswati dalam Sunyi, hadiah seni dari Depdikbud 1988 untuk novel Kemarau, dan SEA Write Awards 1992 dari Pusat Bahasa bekerja sama dengan Kerajaan Thailand.

B. Biografi Kuntowijoyo