Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
Oleh karena itu, penulis beranggapan bahwa kajian yang penulis kerjakan terhadap LRL merupakan karya ilmiah yang masih asli orisinil
dan belum pernah dikaji oleh peneliti manapun. Adapun kajian yang penulis fokuskan adalah nilai-nilai psikologis yang terkandung di dalam
cerita LRL.
1.6 Objek Penelitian
Naskah yang menjadi objek penelitian penulis adalah naskah yang diterbitkan oleh Departemen Sastra Daerah dan masih dalam bentuk yang
sederhana yang merupakan Seri Koleksi Departemen Sastra Daerah. Adapun rincian dari naskah ini adalah sebagai berikut:
Judul : Laksamana Raja Lautan
Penerbit : Departemen Sastra Daerah Fakultas Sastra USU
Pengumpul : Ibrahim
Tebal Halaman : 23 halaman
Ukuran : 15x27 cm
Cover Depan : Putih dan Bergambar Pohon
Cover Belakang : Putih Polos
1.7 Landasan Teori
Untuk membahas tentang struktur pembentuk dalam intrinsic dan nilai-nilai didaktis yang terkandung di dalam LRL digunakan dua teori
pendekatan yaitu Teori struktural dan Teori Psikologi Sastra. Kedua teori pendeatan tersebut digunakan untuk mengetahui sekaligus
mendeskripsikan unsure-unsur intrinsic dan entrinsik yang terdapat di dalam cerita tersebut. Berikut akan dipaparkan kedua teori pendekatan
tersebut.
1.7.1 Teori Struktural
Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Pendekatan ini mendapat pengrauh langsung dari
9
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
teori Saussure yang megubah Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya, melainkan pada hubungan antar unsurnya.
Masalah unsur dan masalah antarunsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan ini.
Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum Strukturalisme adalah sebauh totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai
unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan
bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah Abrams dalam Nurgiyanto, 2001 : 46.
Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran kepada pengertian hubungan antarunsur intrinsik yang bersifat timbale balik,
sating menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatun yang utuh. Secara sendiri, terisolasi dari
keseluruhannya, bahan, unsure, atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tapi bagian akan menjadi berarti dan
penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana.
Selain istilah structural diatas, dunia kesastraan mengenal istilah sturkturalisme. Sturkturalisme dapat dipandang sebagai salah satu
pendekatan kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan. Jadi, strukturalisme
disamakan dengan pendekatan objektif Abrams dapat dipertentangkan dengan pendekatan yang lain, sepetri pendekatan mimetic, ekspresif, dan
progmatic Abrams dalam Teeuw, 1989 : 189. Namun di pihak lain, strukturalisme, menurut Hawkes dalam
Nurgiyantoro, 2004 : 47, pada dasarnya juga dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia yang lebih merupakan susunan hubungan dari
pada susunan benda. Dengan demikian, kodrat setiap unsur dalam bagian system sturktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam
hubungannya dengan. Unsur-unsur yang lain yang terkandung di
10
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
dalamnya. Kedua pengertian tersebut tidak perlu dipertentangkan namun justru dapat dimanfaatkan secara saling melengkapi.
Analisi struktural karya sastra, yang dalam hal ini Hikayat Seribu Masalah, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan
mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik hikayat yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasikan dan dideskripsikan, misalnya,
bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah coba dijelskan bagaimana fungsi-
fungsi masing-masing unsure dalam meunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antar usur itu sehingga secara bersama
membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lian, kaitannya degan
pemplotan yang tidak selalu konologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan, dengan latar dan sebagainya.
Dengan demikian pada dasarnya analisis sturktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan kekaitan antar berbagai unsur
karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah keseluruhan. Analisis keseluruhan tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur
tertentu sebuah karya sastra, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan hubungan
antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakuan
mengingat bahwa karya sastra merupkan sebuah struktur yang kompleks dan unik, di samping seetip karya .sastra mempunyai ciri kekompleksan
dan keunikan sendiri. Hal inilah antara lain yang membedakan karya yang satu dengan karya yang lain. Namun, tak jarang analisis fragmentaris
yang terpisah-pisah. Analisis yang demikian inilah yang dapat dituduh sebagai mencincang karya sastra sehingga justru menjadi tidak
bermakna. Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi
unsur-unsur dalam mikrotes, satu keseluruhan wacana, dan wacana
11
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
intertekstual Hartoko dan Rahmanto, 1996 :136. Analisis unsur-unsur mikrotes itu misalnya berupa analisis kata-kata dalam kalimat, atau
kalimat-kalimat dalam alinea atau konteks wacana yang lebih besar. Namun, ia juga dapat juga berupa analisis fungsi dan hubungan antara
unsur satu keseluruhan wacana dapat berupa analisis bab per bab, atau bagian-bagian secara keseluruhan seperti dibicarakan diatas. Analisis
relasi intertekstual berupa kajian antarteks, baik dalam satu priode misainya untuk karya-karya sastra Melayu zaman Hindu maupun dalam
periode-periode yang bereda misalnya antara karya-karya sastra Melayu zaman Hindu dengan sastra Melayu zaman Islam.
Karena pandangan keotonomian karya di atas, di samping juga pandangan bahwa karya sastra memiliki keunikannya sendiri, analisis
terhadap sebuah karya pun tidak perlu dikaitkan dengan karya-karya yang lain. Karya-karya yang lain pun berarti sesuatu yang diuar karya yang di
analisis itu. Atau, jika melibatkan karya-karya lain, hal itu bersifat sangat terbatas pada karya-karya tertentu yang berkaitan. Pandangan ini sejalan
dengan konsep analisis di duna strukturalisme linguistic yang memisahkan kajian aspek kebahasaan pada tataran fonetik, morfomik, sintaksis, antara
hubungan paradigmatic dan sintagmatik Abrams dalam Teeuw, 1989:188. Hal itu bisa dimengerti sebab analisis struktural dalam bidang
kesastraan mendasarkan diri pada model srtukturalisme dalam bidang linguistik.
Pandangan di atas sebenarnya bukannya tidak ada keuntungannya. Sebab analisis karya sastra, dengan demikian, tidak lag
membutuhkan berbagai pengetahuan lain sebagai referensi, misalnya dari referensi sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain. Namun penekanan
pada sifat otonomi karya sastra dewasa ini di pandang orang sebagai kelemahan aliran strukturalisme dan atau kajian sturkturtal. Hal ini
disebabkan sebuah karya sastra tidak mungkin dipisahkan sama sekali dari latar belakang social budaya dan atau latar belakang kesejarahannya.
12
Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009
Melepaskan karya sastra dari latar belakang social budaya dan kesejarahannya, akan menyebabakan karya itu menjadi kurang
bermakna, atau palingtidak maknanya akan menjdadi terbatas, atau bahkan makna menajdi sulit ditafsirkan. Hal itu berarti karya sastra
menjadi kurang berarti dan bermanfaat bagi kehidupan. Oleh karena itu, analisis sturktural sebaiknya dilengkapi dengan analisis yang lain, yang
dalam hal ini dikaitkan dengan keadaan social budaya secara luas.
1.7.2 Teori Psikologi Sastra