Tema ANALISIS STRUKTUR CERITA LAKSAMANA RAJA LAUTAN

Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009 memberi isyarat bahwa ia telah memaafkan apa yang diperbuat abangnya ketika itu. Kemudian Raja Dang Muda pun melantik Laksamana sebagai pengganti dirinya menjadi raja di kerajaan Bilah.

2.2. Tema

Masalah hidup akan dialami manusia amat luas dan kompleks, seluas dan sekompleks permasalahan kehidupan yang dihadapi yang ada Nurgiyantoro, 2001:71. Walau permasalahan yang dihadapi manusia tidak sama, ada masalah- masalah kehidupan tertentu yang bersifat universal. Artinya, hal itu akan dialami oleh setiap orang di manapun dan kapan pun walau dengan tingkat intersitas yang tidak sama. Pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup dan kehidupan itu menjadi tema dan atau sub-sub tema ke dalam karya sastra sesuai dengan pengalaman, pengamatan, dan aksi-interaksinya dengan lingkungan. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna pengalaman kehidupan. Melalui karyanya itulah pengarang menawarkan makna tertentu kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat , merasakan, dan menghayati makna pengalaman kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu sebagaimana ia memandangnya. Tema itu sendiri sangat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan ternak, yang nota bene hanya berupa makna atau gagasan dasar umum suatu cerita, Tema dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sesuatu yang menyeluruh. Bahkan sebenarnya, eksistensi tidak mungkin hadir tanpa unsur bentuk yang menampungnya. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain, khususnya yang oleh Nurgiyantoro dikelompokkan sebagai fakta cerita alur, latar, dan tokoh yang mendukung dan menyampaikan tema tersebut. 24 Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009 Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa tingkatan yang berbeda, tergantung dari segi mana hal itu dilakukan. Shipley dalam Nurgiyantoro 2001:80:82 membedakan tema dalam lima tingkatan paling sederhana sampai tingkat yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh manusia. Kelima tingkatan tema yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul, man as molecul. Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan. la lebih menekankan pada mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan. Unsur latar dalam karya sastra dengan penonjolan tema tingkat ini mendapat penekanan. b. Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasm a, man as protoplasm. Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan, khususnya kehidupan seksual yang menyimpang. c. Tema tingkat sosial, manusia sebagai mahluk sosial, man as socius. Kehidupan yang bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konfiik, dan lain-lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain berupa maslah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, hubungan atasan-bawahan, dan berbagai masalah dan hubungan sosial lainnya yang biasanya muncul dalam karya sastra yang berisi kritik sosial. d. Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man as individualism. Di samping sebagai mahluk sosial, manusia juga sekaligus sebagai mahluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai mahluk individu, manusia pun mempunyai banyak 25 Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009 permasalahan dan konfiik, misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. e. Tema tingkat divine, manusia sebagai mahiuk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini adalah masalah hubungan manusia dengan sang pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan. Adapun kegiatan untuk menafsirkan tema sebuah karya sastra memang bukan pekerjaan yang mudah. Berhubung tema tersembunyi di balik cerita, penafsiran terhadapnya haruslah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada secara keseluruhan membangun cerita itu. Menurut Mochtar Lubis 1989:25 untuk mengetahui tema sebuah karya sastra maka dapat dilihat dari tiga hal yang saling berkaitan, yaitu: a melihat persoalan yang paling menonjol; b menghitung waktu penceritaan; dan c melihat konflik yang paling banyak hadir. Setelah membaca dan memahami cerita rakyat Sayembara Bohong maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Sayembara Bohong termasuk cerita yang tergolong ke dalam jenis tema tingkat sosial. Dalam cerita rakyat ini menceritakan tentang kehidupan sosial seorang raja. Masalah yang menonjol dalam cerita ini adalah tentang keputusan seorang raja terhadap puteri tunggal pewaris tahta kerajaan Untuk menentukan tema dalam LRL ini maka penulis mengunakan pendapat Mochtar Lubis yang menentukan tema sebuah karya sastra berdasarkan tiga hal, yaitu: a. Persoalan yang paling menonjol adalah perjuangan hidup dan kesabaran. b. Dari awal hingga akhir cerita dalam cerita rakyat LRL adalah menceritakan tentang bagaimana perjuangan Laksamana dalam meraih semua impiannya dan berusaha sabar dalam menghadapi segala tantangan. 26 Anda Wahyu R : Nilai-Nilai Psikologis Dalam Cerita Laksamana Raja Lautan, 2009. USU Repository © 2009 c. Konflik yang paling banyak hadir dalam cerita LRL adalah perebutan harta benda dan kekuasaan antara kakak beradik. Berdasarkan ketiga hal di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa tema dalam cerita rakyat LRL adalah kesabaran dalam menghadapi segala masalah acan mendapat ganjaran yang setimpal.

2.3. Alur