BAB III KETENTUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA-MENYEWA
A. Pengertian Perjanjian Sewa-Menyewa
Pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata perbuatan pada perumusan tentang persetujuan atau perjanjian yang
disebutkan dalam Pasal 1313 KUH Perdata lebih tepat kalau diganti dengan kata perbuatan hukumtindakan hukum mengingat bahwa dalam suatu perjanjian,
akibat hukum yang muncul memang dikehendaki para pihak.
56
Perjanjian sewa-menyewa, seperti halnya perjanjian jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensuil.
Artinya, perjanjian sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokok, yaitu barang dan harga. Di dalam perjanjian sewa-
menyewa dikenal dengan adanya kewajiban pihak yang satu menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak lain, sedangkan kewajiban pihak yang
Perjanjian sewa-menyewa diatur di dalam Bab VII buku III KUH Perdata yaitu meliputi Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600. Defini perjanjian sewa-
menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan : “Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga
yang oleh pihak terkahir disanggupi pembayarannya.”
56
J. Satrio, Hukum Perjanjian Perjanjian Pada Umumnya, cetakan pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal 7.
terakhir harus membayar harga sewa. Jadi, barang itu diserahkan tidak untuk dimiliki, tetapi hanya untuk dipakai dan dinikmati kegunaannya.
Pada uraian Pasal 1548 KUH Perdata di atas disebutkan “waktu tertentu”, menimbulkan pertanyaan maksud dari “waktu tertentu” tersebut, karena dalam
perjanjian sewa-menyewa sebenarnya tidak perlu disebutkan untuk berapa lama barang itu disewanya, asalkan sudah disetujui berapa harga sewanya untuk satu
jam, satu hari, satu bulan, satu tahun. Penafsiran lain bahwa maksudnya tidak lain dari pada untuk mengemukakan bahwa pembuat undang-undang memang
memikirkan pada perjanjian sewa-menyewa dimana waktu sewa ditentukan. Menurut Subekti penafsiran tersebut tepat. Beberapa penafsiran mengenai “waktu
tertentu” di dalam perjanjian sewa-menyewa menyatakan bahwa diperbolehkan untuk tidak memakai waktu tertentu pada perjanjian sewa-menyewa, sedangkan
pada Pasal 1548 KUH Perdata jelas disebutkan bahwa “waktu tertentu” merupakan unsur dari perjanjian sewa-menyewa. Maka, pasal 1570 KUH Perdata
dan Pasal 1571 KUH Perdata dapat dijadikan suatu petunjuk apakah perjanjian sewa-menyewa tersebut dibuat dengan tulisan atau tidak dibuat dengan tulisan.
Pada Pasal 1570 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah
lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberhentian untuk itu. Sedangkan, Pasal 1571 KUH Perdata menyatakan bahwa sewa yang tidak dibuat dengan tulisan,
maka sewa tesebut tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang waktu
menurut kebiasaan setempat. Berkaitan dengan Pasal 1570 dan 1571 KUH
Perdata, maka suatu petunjuk lain terdapat pada Pasal 1579 KUH Perdata yang menyebutkan :
“Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali
telah diperjanjiakan sebaliknya.” Pada pasal 1579 KUH Perdata di atas menerangkan bahwa pasal ini
ditujukan dan hanya dipakai terhadap perjanjian sewa-menyewa dengan waktu tertentu. Miasalnya, seseorang menyewakan rumahnya selama sepuluh tahun,
tidak boleh menghentikan sewanya kalau waktu tersebut belum lewat dengan alasan bahwa pihak yang menyewakan hendak memakai sendiri barang yang
disewakan itu. Sebaliknya, kalau seorang yang menyewakan barang tanpa menetapkan suatu waktu tertentu, sudah tentu pihak yang menyewakan berhak
untuk menghentikan sewa setiap waktu, asalkan pihak penyewa tersebut mengindahkan cara-cara dan jangka waktu yang diperlukan untuk
memberitahukan pengakhiran sewa menurut kebiasaan setempat.
57
Peraturan tentang sewa-menyewa yang termuat dalam bab ketujuh dari buku III KUH Perdata, berlaku untuk segala macam sewa-menyewa, mengenai
semua jenis barang, baik bergerak mauapu tidak bergerak, baik yang memakai Berdasarkan uraian di atas, dalam hal perjanjian sewa-menyewa itu bisa
dibuat untuk waktu tertentu dan bisa untuk waktu yang tidak ditentukan, tergantung kepada para pihak yang membuat perjanjian, hal ini sesuai dengan asas
kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 KUH Perdata.
57
R. Subekti I, op., cit, hal 90.
waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, oleh karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa-menyewa.
58
Pihak yang menyewakan adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa, sedangkan pihak
penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewa barang atau benda dari pihak yang menyewakan.
B. Para Pihak Yang Terkait Di dalam Perjanjian Sewa-Menyewa