mengacu pada kepatutan dan keadilan, sehingga dalam pelaksanaan perjanjian disyaratkan dilaksanakan dengan itikad baik.
35
e. Asas Kepribadian
Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.
Asas tersebut dinamakan asas kepribadian. Berdasarkan asas ini suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang
membuatnya sedangkan pihak ketiga yang tidak ada kaitannya dengan perjanjian tersebut tidak terikat.
Terhadap asas kepribadian ini terdapat suatu pengecualian yaitu dalam bentuk yang dinamakan janji untuk pihak ketiga. Dalam janji untuk pihak ketiga
ini, seorang membuat suatu perjanjian, dimana perjanjian ini memperjanjikan hak- hak bagi orang lain. Hal ini diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang
menyebutkan sebagai berikut: “Lagi pun diperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna
kepentingan seorang pihak ketiga apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang
dilakukannya kepada seorang lain memuat suatu janji yang seperti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh
menariknya kembali apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan kehendak untuk mempergunakannya.”
36
3. Berakhirnya Suatu Perjanjian
Menurut R. Setiawan, hapusnya perjanjian harus dibedakan dengan
hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat terhapus sedangkan perjanjian
yang merupakan sumbernya masih tetap ada. Contoh, pada perjanjian jual beli, dengan dibayarnya harga maka perikatan tentang pembayaran menjadi terhapus,
35
Ibid.
36
Ibid., hal 45.
sedangkan perjanjiannya belum karena perikatan tentang penyerahan barang belum dilaksanakan. Selain itu, dapat juga terjadi bahwa perjanjiannya sendiri
telah berakhir, tetapi perikatannya masih ada, misalnya dalam sewa-menyewa, dimana perjanjian sewa-menyewanya sudah berakhir tetapi perikatannya untuk
membayar uang sewa belum berakhir karena belum dibayar. Walaupun pada umumnya jika perjanjian terhapus maka perikatannya pun terhapus, begitu juga
sebaliknya. Terdapat sepuluh hal yang menyebabkan hapusnya perikatan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 1381 KUH Perdata sebagai berikut : 1.
Pembayaran 2.
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan 3.
Pembaharuan utang novasi 4.
Perjumpaan utang kompensasi 5.
Percampuran utang konfisio 6.
Pembebasan utang 7.
Musnahnya barang yang terutang 8.
Kebatalan dan pembatalan 9.
Berlakunya syarat batal 10.
Lewatnya waktu Berikut ini akan dijelaskan mengenai berakhirnya suatu perikatan tersebut:
1. Pembayaran
Pembayaran adalah setiap pemenuhan prestasi secara sukarela, artinya tidak melalui eksekusi oleh pengadilan. Pembayaran dalam arti yang sebenarnya,
dimana dengan dilakukannya pembayaran ini tercapailah tujuan perikatanperjanjian yang diadakan.
Siapa saja boleh melakukan pembayaran kepada kreditur dan si kreditur harus menerimanya, hal ini sesuai dengan Pasal 1382 KUH Perdata yang
menjelaskan bahwa suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja pihak ketiga tersebut bertindak atas
nama dan untuk melunasi utangnya si berutang, atau dapat juga pihak ketiga bertindak atas namanya sendiri asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang.
Pada dasarnya suatu perikatan dapat berakhir hanya jika hal tersebut dilaksanakan atau dipenuhi sendiri oleh debitur dalam perikatan, walau demikian
tidak menutup kemungkinan bahwa dalam hal-hal tertentu, suatu kewajiban dalam perikatan dapat dipenuhi oleh seorang pihak ketiga, apabila hal tersebut
dimungkinkan dan dikehendaki oleh kreditur, berdasarkan pada sifat dan jenis perikatannya.
37
Pembayaran harus dilakukan kepada kreditur atau kepada orang yang telah diberikan kuasa olehnya, atau orang yang telah diberikan kuasa oleh hakim atau
undang-undang untuk menerima pembayaran tersebut. Pembayaran yang dilakukan kepada orang yang tidak berkuasa menerima pembayaran bagi kreditur
Pengecualian pembayaran oleh pihak ketiga disebutkan di dalam Pasal 1383 KUH Perdata yang menentukan bahwa pada perikatan untuk berbuat
sesuatu, tidak dapat dipenuhi oleh pihak ketiga berlawanan dengan kemauan kreditur, jika kreditur berkehendak supaya perbuatan tersebut dilakukan sendiri
oleh debitur.
37
Gunawan Widjaja, Kartini Mukjadi, Hapusnya Perikatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 13.
adalah sah apabila kreditur menyetujuinya atau telah mendapat manfaat karenanya seperti yang disebutkan dalam Pasal 1385 KUH Perdata. Berdasarkan pasal 1385
KUH Perdata pihak-pihak yang berhak menerima pembayaran yaitu kreditur sendiri, seorang yang diberi kuasa oleh kreditur, seorang yang diberi kuasa oleh
hakim atau undang-undang.
38
Suatu masalah yang sering muncul dalam pembayaran adalah masalah subrogasi. Subrogasi adalah penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga,
berdasarkan pasal 1400 KUH Perdata penggantian ini terjadi dengan pembayaran yang diperjanjikan atau ditetapkan oleh undang-undang. Subrogasi ini dibedakan
menjadi dua, yaitu subrogasi karena perjanjian yang diatur dalam pasal 1401 KUH Perdata, dan subrogasi karena undang-undang yang diatur dalam pasal 1402
KUH Perdata.
39
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Jika kreditur tidak bersedia menerima pembayaran dari debitur, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran yang kemudian diikuti dengan
penitipan. Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan hanya berlaku bagi perikatan untuk membayar sejumlah uang dan penyerahan barang bergerak.
Caranya adalah barang atau uang yang dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaris atau seorang jurusita pengadilan. Notaris atau jusita ini
membuat suatu perincian barang-barang atau uang yang akan dibayarkan tersebut dan pergi ke tempat dimana menurut perjanjian pembayaran harus dilakukan, dan
jika tidak ada perjanjian khusus mengenai hal ini, kepada kreditur pribadi atau tempat tinggalnya. Notaris atau jurusita kemudian memberitahukan bahwa ia atas
38
Riduan Syahrani, op. cit, hal 268.
39
Handri Raharjo, op, cit, hal 97
permintaan debitur datang untuk membayar utang debitur tersebut, pembayaran mana dilakukan dengan menyerahkan barang atau uang yang dirinci itu.
Notaris atau jurusita telah menyediakan proses verbal. Apabila kreditur menerima barang atau uang ditawarkan itu, maka selesailah perkara pembayaran
itu. Apabila kreditur menolak maka notaris atau jurusita akan mempersilahkan kreditur untuk menandatangani proses verbal tersebut, dan jika kreditur tidak
maumemberikan tandatangannya, hal itu akan dicatat oleh notaris atau jurusita di atas surat proses verbal tersebut. Dengan demikian terdapat surat bukti yang
resmi si berpiutang telah menolak pembayaran. Selanjutnya debitur di muka pengadilan negeri mengajukan permohonan
kepada pengadilan supaya pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan itu. Setelah penawaran pembayaran itu disahkan, maka barang
atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada panitera pengadilan negeri dan dengan demikian perikatan antara debitur dan kreditur
berakhir.
40
3. Pembaharuan utang novasi
Pembaharuan utang atau novasi adalah salah satu bentuk hapusnya perikatan yang terwujud dalam bentuk lahirnya perikatan baru. Pembaharuan
utang atau novasi terjadi jika seorang kreditur membebaskan debitur dari kewajiban membayar utang sehingga perikatan antara kreditur dan debitur
terhapus, akan tetapi dibuat suatu perjanjian baru antara kreditur dan debitur untuk menggantikan perikatan yang dihapuskan.
40
Ibid., hal 274.
Menurut Pasal 1413 KUH Perdata, ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan utang yaitu :
a. Apabila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru guna orang
yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya.
b. Apabila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur yang
lama, yang oleh kreditur dibebaskan dari perikatannya. c.
Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa debitur
dibebaskan dari perikatannya.
41
Novasi yang dijelaskan dalam ayat 1 di atas dinamakan novasi obyektif, karena disitu yang diperbaharui adalah obyek perjanjian, sedangkan yang
disebutkan dalam ayat 2 dan ayat 3 dinamakan novasi subyektif, karena yang diperbaharui adalah subyek-subyeknya atau orang-orang yang terdapat di dalam
perjanjian. Jika yang diganti adalah debiturnya sebagaimana yang terdapat dalam ayat 2 maka novasi itu dinamakan novasi subyektif pasif, sedangkan apabila
yang diganti adalah krediturnya sebagaimana dalam ayat 3 maka novasi itu dinamakan novasi subyektif aktif.
42
4. Perjumpaan utang kompensasi
Perjumpaan utang atau kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang secara timbal-balik antara
debitur dengan kreditur.
43
41
Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, op. cit, hal 80
42
H. Riduan Syahrani, op. cit, hal 276.
43
Handri Raharjo, op. cit, hal 98
Menurut Pasal 1425 KUH Pedata yang menetapkan bahwa bagi kedua belah pihak yang saling berkewajiban atau berutang tersebut, terjadi penghapusan
utang-utang mereka satu terhadap yang lainnya, dengan cara memperjumpakan utang pihak yang satu dengan utang pihak yang lain.
44
Selanjutnya, menurut pengaturan yang terdapat dalam Pasal 1426 KUH Perdata bahwa perjumpaan utang terjadi demi hukum, bahkan tanpa
sepengetahuan orang-orang yang bersangkutan dan kedua utang itu yang satu menghapuskan yang lain pada saat utang-utang itu bersama-sama ada , bertimbal
balik untuk jumlah yang sama.
45
5. Percampuran utang konfisio
Percampuran utang terjadi karena kedudukan kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang. Pasal 1436 KUH Perdata mengatakan bahwa :
“Apabila kedudukan-kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berutang berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu
percampuran utang, dengan mana piutang dihapuskan.” Misalnya,kreditur meninggal sedangkan debitur merupakan satu-satunya
ahli waris, atau debitur kawin dengan krediturnya dalam persatuan harta perkawinan. Berakhirnya perikatan karena percampuran utang ini adalah demi
hukum artinya secara otomatis.
46
6. Pembebasan utang
44
Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, op. cit, hal 103
45
Riduan Syahrani, op. cit , hal 278.
46
Ibid., hal 279.
Pembebasan utang adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh kreditur yang membebaskan debitur dari kewajibannya untuk memenuhi prestasi atau
utang berdasarkan pada perikatannya kepada kreditur tersebut.
47
Pembebasan utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan. Pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur kepada
debitur, merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya, bahkan terhadap orang-orang
lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung. Pengembalian barang yang diberikan dalam gadai atau sebagai tanggungan tidak
cukup dijadikan persangkaan tentang dibebaskan utang karena perjanjian gadai adalah suatu perjanjian accessoir, artinya suatu perjanjian yang terjadi akibat dari
perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam uang.
48
7. Musnahnya barang yang terutang
Pengaturan yang terdapat dalam Pasal 1444 KUH Perdata bahwa apabila barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tidak dapat lagi
diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka terhapuslah perikatannya, asalkan musnahnya atau hilangnya
barang tersebut bukan karena kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan, seandainya debitur lalai menyerahkan barang tersebut,
misalnya terlambat, perikatan juga terhapus apabila debitur dapat membuktikan bahwa musnahnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian yang merupakan
keadaan memaksa dan barang tersebut akan mengalami nasib yang sama meskipun sudah berada di tangan kreditur.
49
47
Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, op. cit, hal 171.
48
Riduan Syahrani, op. cit , hal 280.
49
Ibid., hal 281
8. Kebatalan dan pembatalan
Meskipun disini disebutkan batal atau pembatalan, tetapi yang benar adalah pembatalan saja. Perkataan batal demi hukum pada Pasal 1446 KUH
Perdata yang dimaksudkan sebenarnya adalah dapat dibatalkan. Suatu perjanjianbatal demi hukum, maka dianggap perikatan hukum belum lahir, oleh
karena itu tidak ada perikatan hukum yang dihapus. Permintaan pembatalan dilakukan oleh orang tuawali dari pihak yang
tidak cakap atau oleh pihak yang menyatakan kesepakatan karena paksaan, kekhilafan, dan penipuan. Permintaan pembatalan perjanjian yang tidak
memenuhi syarat subyektif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1.
Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian itu di muka hakim 2.
Secara pasif yaitu sampai digugat di muka hakim untuk memenuhi perjanjian itu dan disitu baru mengajukan kekurangan persyaratan
perjanjian itu. Mengajukan penuntutan pembatalan secara aktif diadakan batas waktu
selama 5 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 1454 KUH Perdata, sedangkan untuk penuntutan pembatalan secara pasif tidak ada batas waktunya.
50
9. Berlakunya syarat batal
Perikatan bersyarat adalah perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan masih belum terjadi.
Suatu perikatan yang lahirnya digantungkan kepada terjadinya peristiwa itu dinamakan perikatan dengan syarat tangguh, sedangkan apabila suatu perikatan
50
Ibid., hal 282
yang berakhirnya digantungkan kepada peristiwa itu, peristiwa itu dinamakan perikatan dengan syarat batal.
Perikatan dengan syarat tangguh adalah perikatan yang dilahirkan hanya apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Misalnya seseorang berjanji
akanmenyewakan rumahnya kalau dia dipindahkan keluar negeri, maka timbul suatu perjanjian dan perikatan dengan syarat tangguh.
Perikatan dengan syarat batal adalah perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi.
51
10. Lewat waktu daluwarsa
Misalnya seseorang menyewakan rumahnya kepada orang lain dengan syarat bahwa persewaan itu akan berakhir kalau anak dari yang menyewakan tersebut
yang sedang berada di luar negeri pulang ke tanah air. Persewaan itu adalah suatu persewaan dengan syarat batal. Maka dapat disimpulkan bahwa salah satu cara
hapusnya perikatan adalah apabila ketentuan dalam perikatan dengan syarat batal telah terjadi.
Daluwarsa atau lewat waktu diatur dalam Pasal 1946 KUH Perdata yang menyebutkan :
“Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentudan atas syarat-
syarat yang ditentukan oleh undang-undang.”
52
Daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsaacquisitif,sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan
dinamakan daluwarsaextinctif. Lewat waktu untuk memperoleh hak hal ini
51
Ibid., hal 283.
52
R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cetakan keempat, Jakarta, 2004, Pasal 1946.
dibahas dalam hukum benda, sedangkan dalam hukum perikatan yang penting adalah lewat waktu yang menghapuskan perikatan.
Berdasarkan daluwarsa atau lewatnya waktu maka kreditur kehilangan hak untuk menuntut prestasi yang menjadi kewajiban debitur sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1967 KUH Perdata yang menyebutkan : “Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang
bersifat perseorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun,sedangkan siapa yang menunjukkan adanya daluwarsa itu
tidak usah mempertunjukkan suatu atas hak,lagipula tak dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan pada itikadnya
yang buruk.”
53
Berdasarkan hal tersebut maka terhapuslah setiap perikatan hukum dan tinggal perikatan bebas yang artinya debitur tidak ada kewajiban untuk memenuhi
prestasinya, sehingga prestasi itu tergantung kepada debitur akan melaksanakan atau tidak, tetapi yang jelas sudah menghilangkan hak kreditur untuk melakukan
penuntutan dan tidak dapat dituntut melalui pengadilan.
54
a. Para pihak menentukan berlakunya perjanjian untuk jangka waktu
tertentu. Menurut R. Setiawan, suatu perjanjian dapat berkahir atau terhapus
karena:
b. Undang-undang menentukan batas waktu berlakunya suatu perjanjian
pasal 1066 ayat 3 KUH Perdata. c.
Salah satu pihak meninggal dunia. d.
Salah satu pihak hal ini terjadi bilah salah satu pihak lalai melaksanakan prestasinya maka pihak yang lain dengan sangat
53
Ibid., Pasal 1967
54
Riduan Syahrani, op. cit., hal 284.
terpaksa memutuskan perjanjian secara sepihak atau kedua belah pihak menyatakan menghentikan perjanjian.
e. Karena putusan hakim.
f. Tujuan perjanjian telah tercapai dengan kata lain dilaksanakannya
objek perjanjian atau prestasi. g.
Dengan persetujuan para pihak. Berakhirnya suatu perjanjian yang disampaikan R. Setiawan di atas adalah
cara lain yang dibuat para pihak sesuai dengan perkembangan zaman. Cara terhapusnya perjanjian dapat berlaku atau digunakan untuk cara terhapusnya
perikatan begitu juga sebaliknya. Hal ini dikarenakan Buku III Bab IV KUH Perdata ini mengatur berbagai cara tentang hapusnya atau berkahirnya suatu
perikatan yang muncul baik karena perjanjian ataupun undang-undang.
55
55
Handri Raharjo, op. cit, hal 101-102.
BAB III KETENTUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA-MENYEWA
A. Pengertian Perjanjian Sewa-Menyewa