undang-undang, lahirnya perikatan tersebut tanpa memperhitungkan kehendak para pihak dalam perikatan yang bersangkutan, namun kehendak itu berasal dari si
pembuat undang-undang, sekalipun ada unsur perbuatan manusia namun perbuatan manusia itu tidaklah tertuju kepada akibat hukum perikatan yang
muncul antara mereka sebagai akibat perbuatan mereka, sehingga dapat dikatakan bahwa pada umumnya mereka sama sekali tidak mengendaki akibat hukum
seperti itu. Berbeda dengan perikatan yang lahir karena perjanjian, perikatan ini lahir karena para pihak yang menghendakinya dan para pihak tertuju kepada
akibat hukum tertentu yang mereka kehendaki, dengan kata lain munculnya perikatan yang bersumber dari perjanjian sebagai akibat hukum dari perjanjian
yang mereka tutup.
22
3. Sistem Terbuka Dalam Hukum Perikatan
Buku III KUH Perdata mengenai hukum perikatan dibagi dalam dua bagian yaitu bagian umum dan bagian khusus. Ketentuan khusus mengatur
mengenai perjanjian-perjanjian khusus yaitu perjanjian yang dikenal secara luas dalam masyarakat sperti perjanjian jual-beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian
tukar-menukar dan sebagainya, sedangkan ketentuan umum tersebut berlaku untuk semua perikatan pada umumnya, baik yang bernama maupun yang tidak
bernama. Hukum perjanjian menganut sistem terbuka, artinya bahwa hukum
perjanjian memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membuat perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum. Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan
22
Ibid., hal 75.
hukum pelengkap, berarti bahwa pasal-pasal itu boleh tidak dipakai apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Pihak yang
membuat perjanjian diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian. Para pihak diperbolehkan
mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang dibuat tersebut. Apabila para pihak tidak mengatur sendiri mengenai sesuatu hal terkait dengan
perjanjian tersebut, maka mereka tunduk kepada undang-undang.
23
Adanya kebebasan berkontrak itu atau sistem terbuka, perjanjian- perjanjian dengan sebutan perjanjian-perjanjian bernama itu hanyalah sebagai
Sistem terbuka mengandung suatu asas kebebasan membuat perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyebutkan :
“Perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak yang dianut Buku III KUH Perdata ini merupakan sistem terbuka sebagai lawan sistem tertutup yang dianut Buku II
KUH Perdata yaitu hukum benda. Adanya kebebasan membuat perjanjian tersebut berarti orang dapat menciptakan hak-hak perseorangan yang tidak diatur dalam
Buku III KUH Perdata, tetapi diatur sendiri dalam perjanjian, seperti yang dijelaskan pada Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata diatas. Namun, kebebasan
berkontrak bukan berarti boleh membuat perjanjian secara bebas, tetapi perjanjian harus tetap dibuat dengan mengindahkan syarat-syarat sahnya perjanjian, baik
syarat umum sebagimana disebut dalam Pasal 1320 KUH Perdata maupun syarat khusus untuk perjanjian-perjanjian tertentu.
23
R. Subekti II, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002, hal 13
contoh belaka. Karena itu, masyarakat boleh membuat perjanjian lain daripada contoh tersebut atau membuatnya secara sama dengan salah satu daripadanya
sesuai dengan kebutuhan untuk apa perjanjian termaksud dibuat.
24
B. Pengaturan Mengenai Perjanjian