74
BAB IV ALASAN HAKIM AGUNG MA RI MENERIMA MENGABULKAN
UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI PK HERZIENING
YANG DIAJUKAN OLEH JAKSA
B. Peran Hakim dalam Penemuan Hukum
Menurut Bismar siregar, “Kedudukan atau peranan hakim dalam lembaga peradilan di Indonesia ditempatkan
sebagai penggali, penemu, dan pencipta hukum dan keadilan, bukan sekedar penerap hukum dan pemutus perkara saja, seperti yang dianut oleh kaum positivisme yuridis.
Ia dalam tugasnya wajib merumuskan galian dan temuan nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan rakyat menjadi hukum positif. Ini yang harus dikembangkan. Putusan
seperti itu diharapkan dapat mendekati yang disebut sesuai perasaan hukum dan nilai keadilan.”
77
Lebih jauh Bismar menegaskan bahwa penemuan hukum atau penciptaan hukum oleh hakim adalah kewajiban mutlak bagi hakim dalam menghadapi kasus-kasus konkret yang tidak
diatur dalam undang-undang ataukah karena peraturan perundang-undangan yang ada sudah
77
Antonius Sudirman, Hati Nurani Hakim dan Putusannya suatu Pendekatan dari perspektif ilmu Hukum Perilaku Behavioral Jurisprudence Kasus hakim Bismar Siregar Bandung,: PT. Citra Aditya bhakti,
2007, hlm. 167.
Universitas Sumatera Utara
75
tidak relevan lagi untuk diterapkan pada kasus yang dihadapi. Untuk menjalankan tugas tersebut, maka dibutuhkan pribadi hakim yang arif dan bijaksana, yakni tidak terikat pada
peraturan dan prosedur formal. Tetapi memiliki kepribadian yang tinggi untuk menggunakan akalnya melakukan penerobosan terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak
mencerminkan keadilan.
78
Pasal 22 Algemene Bepalingen AB menyatakan bahwa, “hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangnya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap dapat
dituntut karena menolak untuk mengadili perkara”.
79
Hakim harus aktif mencari jalan keluar untuk mengadili perkara yang diajukan kepadanya. Ia harus mencari pengertian-pengertian bahasa hukum yang digunakan pembuat
undang-undang, mencari apa maksud dan tujuan pembuat undang-undang yang terkandung didalam suatu undang-undang. Ia juga harus menguasai sitem hukum, sehingga ia dapat
melihat prinsip-prinsip atau asas apa yang terkandung didalamnya. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Pasal
14 Undang-Undang No 14 Tahun 1970 Jo Pasal 16 Undang-Undang No. 4 tahun 2004 Tentang Pokoko-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa “Pengadilan tidak
boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa
dan mengadilinya”.
80
78
Ibid, hlm. 169.
79
Syahruddin Husein, Pengantar Ilmu Hukum Medan: Kelompok studi Hukum dan masyarakat fakultas Hukum USU, 1998, hlm. 75.
80
Ibid , hlm. 107-108.
Dengan perkataan lain hakim harus berupaya membuat interpretasi, artinya menafsirkan undang-undang itu sehingga
jelas dan dapat digunakannya. Hakim harus mencari dan menemukan hukumnya. Bila panafsiran terhadap undang-undang belum cukup juga untuk menemukan aturan hukum yang
dapat dipakai, maka dapat membuat peraturan sendiri atau dengan kata lain melakukan
Universitas Sumatera Utara
76
penciptaan hukum, sebelum melakukan penciptaan hukum, biasanya hakim akan menjadikan putusan hakim lain yang terdahulu sebagai dasar hakim untuk menjatuhkan putusan pada
perkara yang disidangkannya apabila perkara tersebut ada persamaannya.
81
Penemuan hukum dan penciptaan hukum mempunyai fungsi yang sama, yaitu sebuah proses yang ditempuh oleh peradilan di dalam rangka memperoleh kepastian mengenai arti
dari suatu hukum yang dibuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan bentuk formal lainnya. Sedangkan perbedaannya bahwa penemuan hukum itu adalah suatu metode
untuk mendapatkan hukum dalam hal peraturannya sudah ada akan tetapi tidak jelas bagaimana penerapannya pada suatu kasus yang konkret. Sedangkan penciptaan hukum
adalah merupakan suatu metode untuk mendapatkan hukum dalam hal tidak ada peraturannya yang secara khusus untuk memeriksa dan mengadili suatu kasus konkret.
Keputusan hakim terdahulu yang digunakan oleh hakim selanjutnya sering disebut dengan jurisprudensi. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa hakim dapat melakukan
penemuan dan penciptaan hukum demi penegakan keadilan.
82
Berbicara mengenai peranan hakim, maka tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan hubungan antara hukum dengan hakim, dalam mencipta keadilan dan ketertiban dalam dan
Bila ada perkara yang tidak diatur dalam hukum tertulis maka hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya. Hakim harus dapat menyelesaikan perkara yang diajukan
kepadanya dengan metode-metode pemikirannya sendiri namun tidak boleh lepas dari aturan hukum yang ada. Hakim adalah pihak yang paling penting peranannya dalam penegakan
hukum karena ialah yang nantinya akan memutuskan benar atau salahnya seseorang atas perbuatan yang dilakukannya.
81
Ibid, hlm. 86.
82
Abd. Halim Syahran
,
Peran Hakim Agung Dalam Penemuan Hukum Rechtsvinding Dan Penciptaan Hukum Rechtsschepping Pada Era Reformasi Dan Transformasi,
http:
www.google.com , diakses
pada tanggal 23 Januari 2010 pukul 20.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
77
bagi masyarakat. Antara Undang-undang dengan Hakimpengadilan terdapat hubungan yang erat dan harmonis antara satu dengan lainnya. Dalam hubungan tugas hakim dan perundang-
undangan terdapat beberap aliran,yaitu:
83
1 Aliran Legis pandangan Legalisme, menyatakan bahwa hakim tidak boleh berbuat
selain daripada menerapkan undang-undang secara tegas. Hakim hanya sekedar terompet undang-undang bouche de la loi.Menurut ajaran ini, undang-undang
dianggap kramat karena merupakan peraturan yang dikukuhkan Allah sendiri dan sebagai suatu sistem logis yang berlaku bagi semua perkara, karena sifatnya rasional.
Tokoh-tokohnya antara lain John Austin, Hans Kelsen. 2
Aliran Penemuan Hukum Oleh Hakim. a
Aliran Begriffsjurisprudenz, mengajarkan bahwa sekalipun benar undang- undang itu tidak lengkap, namun undang-undang masih dapat menutupi
kekurangan-kekurangannya sendiri, karena undang-undang memiliki daya meluas, dan hukum sebagai sistem tertutup. Kekurangan undang-undang
menurut aliran ini hendaknya diisi oleh hakim dengan penggunaan hukum- hukum logika silogisme sebagai dasar utamanya dan memperluas undang-
undang berdasarkan rasio sesuai dengan perkembangan teori hukum berupa sistem pengertian-pengertian hukum konsep-konsep yuridik sebagai tujuan
bukan sebagai sarana, sehingga hakim dapat mengwujudkan kepastian hukum. b
Aliran Interessenjurisprudenz Freirechtsschule, menyatakan hakim dan pejabat lainnya mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya untuk melakukan
penemuan hukum, tidak sekedar menerapkan undang-undang, tetapi juga mencakupi memperluas, mempersempit dan membentuk peraturan dalam
83
Dansurs Blog, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, 1 November 2006, – http:Blogster.com, diakses pada tanggal 23 Januari 2010 pukul 20.30 wib.
Universitas Sumatera Utara
78
putusan hakim dari tiap-tiap perkara konkrit yang dihadapkan padanya, agar tercapai keadilan yang setinggi-tingginya, dan dalam keadaan tertentu hakim
bahkan boleh menyimpang dari undang-undang, demi kemanfaatan masyarakat.
Jadi yang diutamakan bukanlah kepastian hukum, karena peraturan perundang- undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi, perjanjian internasional dan
doktrin hanyalah sebagai “pengantar” atau “Pembuka jalan”, “pedoman” dan “bahan inspirasi” atau sarana bagi hakim untuk membentuk dan menemukan
sendiri hukumnya yang dinyatakan dalam putusannya atas suatu perkara yang diadilinya dan dihadapkan padanya itu.Tokoh-tokoh aliran ini antara lain O.
Bulow, E. Stampe dan E. Fughs. c
Aliran Soziologische Rechtsschule, mengajarkan bahwa Hakim seyogianya mendasarkan putusannya sesuai dengan dan memperhatikan kesadaran hukum
dan perasaan hukum serta kenyataan-kenyataan masyarakat, yang sedang hidup di dalam masyarakat ketika putusan itu dijatuhkan.
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain Arthur Honderson, J. Valkhor, A Auburtin dan G. Gurvitch.
d Ajaran Paul Scholten. Sistem hukum itu tidak statis melainkan sistem terbuka,
open system van het recht karena sistem hukum itu membutuhkan putusan- putusan penetapan-penetapan dari hakim atas dasar penilaian dan hasil dari
penilaian itu menciptakan sesuatu yang baru dan senantiasa menambah luasnya sistem hukum tersebut.
Universitas Sumatera Utara
79
Dalam mencarikan hukum yang tepat dalam rangka penyelesaian suatu perkara yang dihadapkan kepadanya tersebut, Hakim yang bersangkutan harus melakukan penemuan
hukum. Menurut Mertokusumo ada beberapa istilah yang berkaitan dengan istilah “Penemuan
Hukum”, yaitu ada yang mengartikannya sebagai “Pelaksanaan Hukum”, “Penerapan Hukum”, “Pembentukan Hukum” atau “Penciptaan Hukum”. Pelaksanaan hukum dapat
diartikan menjalankan hukum tanpa adanya sengketa atau pelanggaran. Penerapan hukum berarti menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang abstrak sifatnya pada
peristiwa konkrit. Pembentukan Hukum adalah merumuskan peraturan-peraturan yang berlaku umum bagi setiap orang. Sedangkan Penciptaan hukum ini memberikan kesan bahwa
hukum itu hanya semata peraturan tertulis saja, sehingga kalau tidak diatur dalam peraturan tertulis, maka kewajiban hakimlah untuk menciptakannya. Dari ketiga istilah tersebut,
menurut Mertokusumo, istilah yang lebih tepat adalah Penemuan Hukum, karena sesuai dengan ketentuan Pasal 27 UU Kekuasaan Kehakiman.
84
1 Penemuan Hukum Heteronom adalah jika dalam penemuan hukum hakim sepenuhnya
tunduk pada undang-undang, hakim hanya mengkonstatir bahwa undang-undang dapat diterapkan pada peristiwa konkritnya, kemudian hakim menerapkannya menurut bunyi
undang-undang tersebut. Penemuan hukum, menurut Sudikno Mertokusumo sebagaimana dikutip oleh Achmad
Ali, ada dua jenis yaitu:
2 Penemuan Hukum Otonom adalah jika hakim dalam menjatuhkan putusannya
dibimbing oleh pandangan-pandangan, pemahaman, pengalaman dan pengamatan atau
84
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
80
pikirannya sendiri. Jadi hakim memutus suatu perkara yang dihadapkan padanya menurut apresiasi pribadi, tanpa terikat mutlak kepada ketentuan undang-undang.
85
Sedangkan Pitlo sebagaimana dikutip oleh Achmad Ali membedakan Penemuan hukum dalam dua jenis yaitu:
1 Penemuan Hukum dalam arti sempit, penemuan yang semata-mata hanya kegiatan
berpikir yang disyaratkan, karena tidak ada pegangan yang cukup dalam undang- undang.
2 Penemuan Hukum dalam arti luas, selain kegiatan berpikir juga mencakup
interpretasi.
86
Hakim mencarikan hukum yang tepat dan melakukan Penemuan hukum, guna memberikan putusan atas dan terhadap peristiwa konkrit yang dihadapkan padanya tersebut,
hakim akan mengolah sumber-sumber hukum baik yang telah tersedia maupun yang belum tersedia, dengan cara mengambil rujukan utama dari sumber-sumber tertentu yang secara
hirarkis berturut dan bertingkat dimulai dari hukum tertulis peraturan perundang-undangan sebagai sumber utama, apabila tidak ditemukan barulah ke hukum kebiasaan atau hukum
tidak tertulis, kemudian yurisprudensi, begitu seterusnya dilanjutkan pada perjanjian internasional barulah doktrin dan ilmu pengetahuan.
87
85
Ibid.
86
Ibid.
87
Ibid.
Hakim menerapkan peraturan perundang-undangan hukum tertulis sebagai sumber utama dalam rangka melakukan pembentukan hukum, mencarikan hukum yang tepat dan
penemuan hukum terhadap suatu perkara tersebut, dihadapkan dalam beberapa keadaan, yaitu dengan cara dan sesuai dengan keadaan yang ditemuinya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
81
1 Bilamana materi ketentuan dari peraturan perudang-undangan yang mengatur
perkara yang dihadapkan pada Hakim tersebut, telah ada dan telah jelas, maka Hakim menerapkan ketentuan tersebut;
2 Bilamana materi ketentuan dari peraturan perudang-undangan yang mengatur
perkara yang dihadapkan pada Hakim tersebut, telah ada, akan tetapi tidak jelas arti dan maknanya, maka Hakim yang bersangkutan melakukan interpretasi atas
materi ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut. 3
Bilamana materi ketentuan dari peraturan perudang-undangan yang mengatur perkara yang dihadapkan pada Hakim tersebut, tidak atau belum ada
pengaturannya, maka usaha yang ditempuh oleh Hakim yang bersangkutan adalah mengisi kekosongan tersebut dengan melakukan penalaran logis.
88
Peninjauan kembali oleh jaksa merupakan salah satu bukti adanya permasalahan dalam penegakan hukum yang membutuhkan kebijakan dari hakim untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Dimana telah terjadi tumpang tindih dan ketidaksinkronan peraturan perundang-undangan yang mengatur perihal pihak-pihak yang dapat mengajukan upaya
hukum peninjauan kembali PKHerziening. Disinilah peran Hakim Agung dalam penemuan hukum sangat diharapkan.
88
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
82
B. Analisa Kasus