Upaya hukum peninjauan kembali PK Herziening dalam Perspektif Hukum Acara

44

BAB II UPAYA HUKUM PENINJAUAN KEMBALI PKHERZIENING DALAM

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

C. Upaya hukum peninjauan kembali PK Herziening dalam Perspektif Hukum Acara

Pidana di Indonesia Hukum Acara Pidana merupakan hukum formil atas adanya hukum pidana yang bersifat materil. Menurut Wirjono Projodikoro Mantan Ketua Mahkamah Agung RI, “Hukum Acara Pidana berhubungan erat dengan adanya Hukum Pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum pidana.” 37 . Hukum acara merupakan urat nadi kehidupan hukum materil yang memberikan tuntunan atau pedoman dalam pelaksanaan hukum materil sehingga dapat memeberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang terkait dalam rangka menegakan hukum dan keadilan, kalau tidak akan terjadi eigenrichting, maka dari pada itu hukum acara tidaklah boleh disimpangi dalam penegakannya karena hukum acara berfungsi mengontrolmengawasi aparat penegak hukum dalam mnegakkan hukum materil. 38 Di Indonesia, rangkaian peraturan-peraturan yang mengatur tentang hukum formil dari hukum pidana telah dikodifikasi dan diunifikasikan pada tahun 1981 yang kemudian diberi nama Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP. KUHAP tersusun atas 22 BAB 37 Mr. Wirjono Prodjodikoro, op.cit, hlm. 13. 38 H.A.S. Natabaya, Menata Ulang Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia Jakarta: Sekjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008, hlm. 9-10. Universitas Sumatera Utara 45 dan berisi 285 Pasal. Upaya hukum dalam penegakan hukum pidana merupakan salah satu hal yang diatur dalam KUHAP. Mengenai Upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening diatur dalam Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 KUHAP. Sebelum KUHAP diberlakukan di Indonesia pada tahun 1981, belum ada Undang-Undang yang mengatur pelaksanaan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Namun Mahkamah Agung telah mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 1980 yang mengatur kemungkinan mengajukan permohonan peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap baik untuk perkara perdata maupun untuk perkara pidana. Setelah KUHAP berlaku di Indonesia pada tahun 1981, upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 263-269 KUHAP. Setelah KUHAP berlaku, PERMA No. 1 Tahun 1980 tidak juga direvisi hingga saat ini, padahal didalam Pasal 10 ayat 1 dan Pasal 11 PERMA No. 1 Tahun 1980 terdapat hal mengenai pihak-pihak yang diperbolehkan mengajukan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening, dimana isi Pasal 10 ayat 1 dan Pasal 11 PERMA No. 1 Tahun 1980 bertentangan dengan isi Pasal 263 ayat 1 KUHAP. Dalam Pasal 10 ayat 1 PERMA No. 1 Tahun 1980 dinyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali harus diajukan oleh Jaksa Agung, terpidana atau pihak yang berkepentingan. Sedangkan dalam Pasal 263 ayat 1 KUHAP jelas dinyatakan bahwa yang dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening adalah terpidana ataupun ahli warisnya.

1. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Upaya hukum peninjauan kembali

PK Herziening Universitas Sumatera Utara 46 Pasal 263 ayat 1 KUHAP mengatur “ terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung”. Berdasarkan Pasal 263 ayat 1 KUHAP, pihak-pihak yang dapat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening adalah terpidana ataupun keluarga maupun ahli waris dari si terpidana. Namun, selain terpidana dan ahli warisnya, kuasa hukum terpidana diperbolehkan juga untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening. Hal tersebut didasarkan secara konsisten pada angka 24 Lampiran keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW. 07. 03 tahun 1983, tanggal 10 Desember 1983. Lampiran tersebut merupakan tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP dimana dapat disimpulkan bahwa dengan adanya surat kuasa yang memerintahkan hak-hak dan kewajiban kuasa hukum atas terpidana maka kuasa hukum dapat melakukan hal-hal sebagaimana yang telah disepakati dalam suart kuasa antara kuasa hukum dengan terpidana. Pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening oleh terpidana atau ahli warisnya merupakan bentuk hak hukum yang dimiliki oleh terpidana untuk mengajukan pembelaan atas diri terpidana. Hal ini tentu wajar bila mengingat bahwa upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening merupakan upaya hukum terakhir maka selayaknya hak atas pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening diberikan kepada terpidana atau ahli warisnya sebagai upaya yang dilakukan terpidana untuk membela dirinya. Pemberian hak pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening oleh terpidana atau ahli warisnya ini merupakan bagian dari penerapan asas praduga tak bersalah presumption of innocence terhadap diri terpidana. Sebagaimana yang disebutkan dalam butir 3c penjelasan umum KUHAP, yaitu : “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah Universitas Sumatera Utara 47 sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.” 39 Peninjauan kembali merupakan upaya hukum yang diajukan terhadap putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap namun bukan berarti pengajuan Peninjauan kembali oleh terpidana menyimpangi asas praduga tak bersalah. Karena walaupun telah ada putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap namun selama masih ada upaya hukum yang dapat dilakukan untuk membela dirinya maka selama itu pula seorang terpidana berhak atas asas praduga tak bersalah. Selain karena alasan menjunjung asas praduga tak bersalah, menurut Martiman Prodjokamidjojo dalam bukunya “komentar atas KUHAP”, adanya upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening oleh terpidana merupakan jalan yang ditempuh guna menghindari terjadinya kekeliruan hakim dalam menerapkan hukum, karena hakim hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. 40 Senada dengan pengajuan peninjauan kembali yang selayaknya diajukan oleh terpidana, Anton Sujata yang merupakan Ketua Komisi Ombudsman menyatakan bahwa sesuai Pasal 263 ayat 1, peninjauan kembali dapat diajukan oleh terpidanan atau ahli warisnya terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Sementara KUHAP tidak mengatur jaksa dapat mengajukan peninjauan kembali seperti terpidana. Oleh karena itu, pengajuan peninjauan kembali oleh jaksa sama saja mengacaukan sistem peradilan yang digariskan dalam KUHAP 41 39 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 40 M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar Bogor: Politeia, 1997, hlm. 222. 41 MDN, 2009, Tata Hukum Pengajuan PK Oleh Jaksa Dipertanyakan, Kompas, 24 Juni 2009 . Selain itu Anton Sujata menambahkan bahwa penafsiran upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening harus dikembalikan sesuai dengan ketentuan perundang- Universitas Sumatera Utara 48 undangan. Ia pun menyatakan bahwa “ PK itu diajukan oleh terpidana dan ahli warisnya saja, sedangkan jaksa diberikan haknya untuk pengajuan kasasi.” 42 42 Jimmy Radjah, Kasus Bank Bali, Tafsir PK Sebaiknya Kembali ke UU, Suara Karya, 24 Juni 2009 Ada hal yang cukup menarik perhatian yaitu ketimpangan antara Pasal 263 ayat 1 dengan Pasal 263 ayat 3. Dalam Pasal 263 ayat 1 dinyatakan bahwa yang dapat mengajukan peninjauan kembali adalah terpidana atau ahli warisnya. Dan dalam Pasal 263 ayat 3 dinyatakan bahwa terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. Hal ini jelas menunjukkan bahwa jaksa dimungkinkan untuk mengajukan peninjauan kembali apabila suatu putusan dijatuhkan dengan menyatakan bahwa dakwaan telah terbukti namun tidak diikuti dengan pemidanaan. Manalah mungkin seorang terpidana akan mengajukan peninjauan kembali bila ia telah dijatuhi putusan bebas, meskipun dalam amar putusan dinyatakan bahwa dakwaan telah terbukti. Tentunya terhadap putusan tersebut, jaksalah yang akan mengajukan peninjauan kembali. Terdapat ketimpangan dalam Pasal 263 ayat 3 KUHAP bukan hanya mengenai siapa yang berhak mengajukan peninjauan kembali, Pasal 263 ayat 3 tersebut juga bertentangan dengan Pasal 263 ayat 1 nya dalam hal putusan yang dijatuhkan. Dalam ayat 1 dinyatakan bahwa upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap kecuali atas putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Sedangkan dalam Pasal 263 ayat 3, peninjauan kembali dapat diajukan atas putusan dinyatakan telah terbuktinya suatu dakwaan namun tidak diikuti dengan pemidanaan. Artinya, terhadap putusan bebas dapat diajukan peninjauan kembali apabila dalam amar putusannya dinyatakan bahwa dakwaan telah terbukti. Universitas Sumatera Utara 49

2. Syarat Materil atau Dasar-Dasar Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali PK

Herziening Berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat 2 KUHAP upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening dapat diajukan karena adanya alasan-alasan sebagai berikut : 1 Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkaraitu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan; 2 Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain. 3 Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Menurut Leden Marpaung, hal tersebut diatas merupakan syarat materil pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening. Hanya karena alasan tersebutlah upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening dapat dilakukan 43 43 Leden Marpaung, Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 75. . Penanganan tata cara upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 50 1 Permintaan peninjauan kembali diajukan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama. 2 Permintaan peninjauan kembali disertai dengan alasan-alasannya. Alasan tersebut dapat diutarakan secara lisan, yang dicatat oleh Panitera yang menerima permintaan peninjauan kembali tersebut. 3 Permintaan peninjauan kembali oleh Panitera tersebut ditulis dalam surat keterangan yang ditandatangani Panitera serta pemohon, dicatat dalam daftar dan dilampirkan pada berkas perkara. 4 Ketua Pengadilan Negeri menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan peninjauan kembali, untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan kembali itu memenuhi alasan sebagai dimaksud dalam Pasal 263 ayat 2. 5 Dalam pemeriksaan itu pemohon dan jaksa ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya. 6 Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim dan panitera. 7 Ketua Pengadilan melanjutkan permintaan peninjauan kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan, dan berita acara pendapat kepada Mahkamah Agung yang tembusan kata pengantarnya sampai kepada pemohon dan jaksa. Selain daripada itu, mengenai peninjauan kembali ini diatur bahwa : 1 Pengajuan peninjauan kembali tidak dibatasi suatu tenggang waktu; 2 Permintaan peninjauan kembali tidak meneguhkan atau menghentikan pelaksanaan dari putusan eksekusi Universitas Sumatera Utara 51 3 Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.

D. Upaya hukum peninjauan kembali PK Herziening dalam Undang-Undang Pokok

Dokumen yang terkait

Analisis Terhadap Perlindungan Investor Asing Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Sumatera Utara (Studi Putusan MA - RI No. 382 K/TUN/2010)

1 69 133

Tinjauan Yuridis Atas Pensertifikatan Tanah yang Berasal dari Hak Ulayat (Studi Kasus Putusan MA No. 274/K/PDT/2005)

3 52 113

Tinjauan Yuridis Mengenai Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK)/Herziening Yang Diajukan Oleh Jaksa (Analisa Terhadap Putusan MA RI No. 55 PK/Pid/1996, Putusan MA RI No. 109 PK/Pid/2007 dan Putusan MA RI No. 07 PK/Pidsus/2009)

2 111 125

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Ditinjau dari UU No. 41 Tahun 1999 (Studi Putusan MA No. 68K/PID.SUS/2008)

4 78 338

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

Analisis Kasasi Jaksa Penuntut Umum Terhadap Putusan Bebas Judex Facti Yang Mengadili Tidak Sesuai Ketentuan Kuhap.(Putusan MA Ri No. 1112.K/Pid /2001)

0 21 85

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG YANG MEMBATALKAN PUTUSAN JUDEX FACTI (Studi Kasus Putusan MA RI No. 1112K/Pid/2001)

0 6 16

KAJIAN YURIDIS TENTANG KEKUATAN MENGIKAT KLAUSULA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH SUSUN (Studi Putusan MA RI No. 3145 K/Pdt/1999)

0 4 95

KAJIAN YURIDIS TENTANG PERLAWANAN EKSEKUSI LELANG PUPN OLEH DEBITUR YANG WANPRESTASI DI BPD BALI CABANG NEGARA (Studi Putusan MA RI No. 2911 K/Pdt/2000)

0 4 96

Analisis Terhadap Perlindungan Investor Asing Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Sumatera Utara (Studi Putusan MA - RI No. 382 K/TUN/2010)

0 0 6