64
structure, dan budaya hukum legal culture. Yang dimaksud dengan budaya hukum dalam konteks penegakan hukum tentunya lebih terfokus pada nilai-nilai filosofi hukum, nilai-nilai
yang hidup dan berkembang dalam masyarakatdan kesadaransikap prilaku hukumprilaku sosialnya, dan pendidikan hukum dari suatu bangsa.
57
B. Dasar Hukum Jaksa Penuntut Umum dalam Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan KembaliPK
Herziening ke MA RI
Maka dari pada itu, untuk dapat menegakan hukum dengan baik maka jaksa sebagai aparat penegak hukum diharapkan dapat
bekerja dengan sebaik mungkin. Uraian tersebut jelas menunjukkan bahwa jaksa sebagai salah satu dari aparat penegak hukum turut berperan penting dalam penegakan hukum di
Indonesia. Terkait dengan perannya dalam penegakkan hukum di Indonesia, jaksa merupakan pihak
yang bertanggung jawab atas pro dan kontra mengenai pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening yang diajukan oleh jaksa. Mengenai masalah peninjauan kembali
yang diajukan oleh jaksa adalah bagian dari penegakan hukum Indonesia menuju proses perkembangan hukum itu sendiri.
Telah terjadi tumpang tindih dan ketidaksinkronan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur dan berkaitan dengan upaya hukum peninjauan kembali
PKHerziening. Peraturan tersebut antara lain Pasal 263 ayat 1 KUHAP dengan Pasal 263 ayat 3 KUHAP. PERMA No. 1 Tahun 1980 yang hingga kini belum direvisi, padahal telah
lahir Undang-Undang No.8 Tahun 1981. pengaturan mengenai pihak yang dapat mengajukan peninjauan kembali yang diatur dalam Pasal 10 PERMA No. 1 Tahun 1980 tersebut berbeda
dengan yang diatur dalam Pasal 263 ayat 1 Undang -Undang No.8 Tahun 1981. berdasarkan
57
Barda Nawawi Arif, Artikel, Bunga Rampai Potret Penegakan Hukum di Indonesia Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2009, hlm. 182-183.
Universitas Sumatera Utara
65
hirarkhi peraturan perundang-undangan, letak PERMA berada dibawah undang-undang karena PERMA merupakan salah satu peraturan pelaksana yang dibentuk untuk menjalankan
apa yang diatur dalam undang-undang. Ketidaksinkronan atau tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan mengenai pihak
yang dapat mengajukan peninjauan kembali tampak diacuhkan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Terbukti, hingga kini belum ada terdengar kabar akan ada revisi ataupun
pembentukan peraturan perundang-undangan yang nantinya dapat mengatur mengenai upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening secara jelas dan detail sehingga tidak akan lagi
menimbulkan masalah bagi para pencari keadilan dalam mencapai tujuan hukum. Pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening oleh jaksa yang diterima
Mahkamah Agung telah menunjukan pada pilihan masalah keadilan hukum yang materil dan kepastian hukum. Putusan Mahkamah Agung adalah suatu kepastian hukum, suatu putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tetapi apakah putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap ini sudah memenuhi keadilan hukum yang materil. Oleh karena itulah
tersedia upaya hukum yang dapat dipakai untuk mengejar keadilan apabila suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap tidak memenuhi keadilan hukum yang materil. Menurut Ketua
MA Harifin A Tumpa, “prinsipnya peninjauan kembali oleh jaksa memang tidak dibolehkan. Kecuali jaksa bisa membuktikan dan meyakinkan hakim agung ada kepentingan umum dan
kepentingan negara yang lebih besar yang harus dilindungi.”
58
Kemudian Harifin menambahkan bahwa tidak semua PK oleh jaksa dapat diterima, PK oleh jaksa yang akan
diterima adalah PK yang diajukan demi kepentingan umum dan kepentingan Negara.
59
58
Ali, Mahkamah Agung Tak Sembarangan Kabulkan PK oleh Jaksa, 3 Juli 2009, Hukumonline.com, diakses pada tanggal 17 Oktober 2009, pukul 17.54 Wib.
59
Ibid.
Hal ini bertujuan untuk mewujudkan tujuan bernegara yaitu kesejahteraan umum bagi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
66
sebagaimana yang diamanahkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Harifin, MA tak akan sembarangan mengabulkan PK oleh jaksa. Ia mencontohkan kasus Pollycarpus, terpidana pembunuh aktivis HAM Munir. “Disitu kan
menyangkut sorotan tentang HAM,” ujarnya. Kedua, perkara Djoko Tjandra menyangkut kepentingan negara. “Disana ada uang negara,” tuturnya. Dengan dikabulkannya PK ini,
lanjutnya, berarti jaksa telah berhasil meyakinkan hakim agung bahwa ada kepentingan umum dan kepentingan negara dalam kasus yang ditanganinya.
60
1. Pasal 263 ayat 1 dan ayat 3 KUHAP
Peninjauan kembali sebagai salah satu upaya hukum merupakan titik puncak dalam mencapai keadilan, karena upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening merupakan
upaya hukum terakhir dan tidak ada peninjauan kembali diatas peninjauan kembali. Saat ini telah ada beberapa perkara yang upaya hukum peninjauan kembali PKHerzieningnya
diajukan oleh jaksa. Jaksa menggunakan beberapa peraturan perundang-undangan dan alasan lainnya sebagai dasar kekuatan mereka untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali
PKHerziening ke Mahkamah Agung. Berdasarkan analisa terhadap Putusan MA RI No. 55 PKPid1996, Putusan MA RI No. 109 PKPid2007, Putusan MA RI No. 07 PKPidsus2009
dapat dilihat beberapa peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum pengajuan peninjauan kembali oleh jaksa, peraturan tersebut antara lain :
Pasal 263 ayat 1 disebutkan bahwa yang peninjauan kembali diajukan oleh terpidana ataupun ahli warinya. Pasal 263 ayat 1 tidak menyatakan bahwa jaksa berhak untuk
mengajukan peninjauan kembali, namun dalam ayat 1 tersebut tidak menyebutkan secara
60
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
67
pasti bahwa jaksa tidak diperbolehkan mengajukan peninjauan kembali.
61
Pasal 263 ayat 3 menyatakan “ Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat 2 terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajkan
peninjauan kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan terbukti akan tetapi tidak diikuti suatu pemidanaan.” . Memperhatikan uraian tersebut tentunya dapat
memberikan petunjuk bahwa jaksa diperkenankan untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening.
Hal ini diartikan oleh para jaksa sebagai peraturan yang tidak melarang jaksa untuk mengajukan peninjauan
kembali, sehingga Pasal 263 ayat 1 ini dijadikan sebagai salah satu dasar hukum bagi jaksa untuk mengajukan peninjauan kembali.
62
Menurut Paustinus Siburian dalam artikelnya Hak Jaksa Mengajukan Peninjauan Kembali PK dan Batasannya
Tidaklah mungkin terhadap putusan bebas, terpidana ataupun keluarganya akan mengajukan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening
karena tentu akan merugikan pihaknya. Terhadap putusan yang membenarkan terbuktinya dakwaan jaksa penuntut umum yang kemudian tidak diikuti pemidanaan maka diperbolehkan
untuk mengajukan peninjauan kembali, dan jaksa adalah pihak yang tepat dalam mengajukan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening atas putusan tersebut, karena jaksa adalah
pihak yang berkepentingan atas hal tersebut sebab dakwaannya telah terbukti maka ia berhak meminta tindak lanjut dari hakim atas terbuktinya dakwaan yaitu dengan dijatuhinya
pemidanaan terhadap terpidana. Hal ini kemudian menjadi senjata bagi jaksa untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening.
61
Putusan MA RI No. 55 PKPid1996
62
Putusan MA RI No. 109 PKPid2007
Universitas Sumatera Utara
68
“Barang siapa yang, setelah membaca KUHAP, berkesimpulan bahwa jaksa tidak dapat mengajukan Peninjauan Kembali PK atau bahwa hanya terpidana atau ahli
warisnya yang dapat mengajukan PK, maka orang itu pasti telah salah membaca undang-undang. Pembacaan yang teliti terhadap Pasal 263 KUHAP menunjukkan
bahwa jaksa diberikan hak untuk mengajukan PK. Namun KUHAP juga memberikan batasan dalam hal apa jaksa dapat mengajukan PK, yaitu dalam hal ada putusan yang
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang didalam pertimbangannya menyatakan perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi tidak diikuti pemidanaan. Jadi tidak
terhadap semua putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap jaksa berhak mengajukan PK ”
63
Berdasarkan uraian tersebut, Paustinus Siburian yang merupakan Advokat dan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual menjelaskan bahwa Pasal 263 ayat 1 KUHAP menyatakan bahwa
“terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan
permintaan peninjauan. kembali kepada Mahkamah Agung.” Ketentuan ini memberikan hak kepada terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan peninjauan kembali atas putusan
pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan digunakannya kata terpidana atau ahli warisnya menandakan bahwa dalam putusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan tetap yang dimintakan peninjuan kembali, seseorang sudah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana atau ada pemidanaan. Dikecualikan dari hal-hal yang
tidak dapat diajukan peninjauan kembali adalah putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Perumusan dalam Pasal 263 ayat 1 ini memang agak sedikit kacau. Yang dapat
mengajukan permintaan peninjauan kembali adalah terpidana atau ahli warisnya. Sementara untuk putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum tidak ada terpidana. Maka adanya
63
Paustinus Siburian, Hak Jaksa Mengajukan Peninjauan Kembali PK dan Batasannya, 7 Agustus 2009,
www.legalitas.org , diakses pada tanggal 15 Oktober 2009 pukul 14.30 Wib
Universitas Sumatera Utara
69
klausul “kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum” sangatlah tidak masuk akal ditempatkan dalam ayat tersebut.
64
Kalau kemudian jaksa mengajukan peninjauan kembali, menjadi layak karena adanya klausul “kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum”. Jaksa dapat berpikir
bahwa yang diatur dalam Pasal 263 ayat 1 adalah Peninjuan kembali oleh terpidana atau ahli warisnya. Sementara untuk putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dapat
diajukan peninjauan kembali tetapi tidak diatur dalam Pasal 263 ayat 1 KUHAP tersebut. Dimana diaturnya, jaksapun tidak tahu dan hal ini berarti ada kekosongan hukum. MA, dari
perspektif jaksa, berpikir bahwa MA dapat mengisi kekosongan tersebut melalui ketentuan bahwa hakim harus menggali nilai-nilai dalam masyarakat dan MA memang melakukannya
dalam Negara untuk perkara Muchtar Pakpahan dan lain-lain.
65
Bahwa jaksa dapat mengajukan peninjauan kembali mendapat landasannya dalam Pasal 263 ayat 3. Pasal 263 ayat 3 tersebut menyatakan “Atas dasar alasan yang sama
sebagaimana tersebut pada ayat 2 terhadap suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila dalam putusan
itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.”
66
64
Ibid.
65
Ibid.
66
Pasal 263 Ayat 3 Undang-Undang No. 8 tahun 1981.
Ayat 3 ini merupakan landasan hukum bagi jaksa dalam mengajukan PK atas putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Persyaratan dalam
Pasal 263 ayat 3 “……………. apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti dengan pemindanaan” menunjukkan bahwa
ketentuan Pasal 263 ayat 3 tidak ditujukan bagi Terpidana karena dalam konteks Pasal 263
Universitas Sumatera Utara
70
ayat 3 memang tidak ada yang disebut “Terpidana”. Tidak ada “terpidana” tanpa adanya “pemidanaan”.
67
2. Pasal 244 KUHAP
Pasal 263 menyimpulkan bahwa ayat 1 ditujukan untuk PK bagi Terpidana atau ahli warisnya. Yang diajukan PK menurut Pasal 263 ayat 1 adalah terhadap putusan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap yang isinya “pemidanaan”. Pasal 263 ayat 3 adalah PK yang diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
yang tidak berisi pemidanaan. Karena tidak ada pemidanaan maka tidak ada terpidana dan oleh karenanya tidak ditujukan bagi Terpidana atau ahli warisnya yang memang tidak ada.
Ketentuan dalam Pasal 244 KUHAP menjelaskan bahwa putusan bebas tidak dapat dimintakan kasasi. Namu melalui penafsiran terhadap Pasal 244 KUHAP telah diciptakan
arahan hukum baru yaitu berupa putusan bebas murni tidak dapat dimintakan kasasi, putusan bebas tidak murni dapat dimintakan kasasi. Penafsiran ini kemudian menjadi
yurisprudensi tetap Mahkamah Agung.
68
3. Pasal 21 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman
Pasal 21 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 ditafsirkan bahwa didalam perkara pidana selalu terdapat dua pihak yang berkepentingan yaitu terdakwa dan kejaksaan yang
mewakili kepentingan umum Negara. Oleh karena itu pihak yang berkepentingan yang disebut dalam Pasal 21 tersebut ditafsirkan adalah kejaksaan yang tentunya juga berhak
memohon pemeriksaan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
67
Paustinus Siburian, Op.cit.
68
Putusan MA RI No. 07 PKPidsus2009
Universitas Sumatera Utara
71
Hal yang dipaparkan dalam Pasal 21 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tersebut dilanjutkan oleh Pasal 23 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004. Melalui penafsiran
ekstentif, kemudian disimpulkan bahwa yang dimaksud pihak-pihak yang berkepentingan dalam perkara pidana selain terpidana atau ahli warisnya adalah jaksa.
69
4. Pasal 23 ayat 1 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 menjelaskan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan
dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Pasal tersebut tidak
memaparkan tentang siapa saja yang dimaksud pihak-pihak yang bersangkutan yang dapat mengajukan peninjauan kembali tersebut.
70
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan, jaksa bisa mengajukan PK. Itu mengacu pada pasal 23 UU Kekuasaan
Kehakiman yang menyebutkan pihak-pihak yang bersangkutan bisa mengajukan PK. Menurut Hendarman supandji, “Yang bersangkutan termasuk jaksa juga.”
71
5. PERMA No. 1 Tahun 1980 Tentang Peninjauan Kembali Putusan yang Telah
Memperoleh Kekuatan Hukum yang Tetap
69
Ibid.
70
Ibid.
71
www.Batamupdate.com , Kasus Cessie Bank Bali, 30 Juni 2009, diakses pada tanggal 21 oktober 2009,
pukul 16.05 Wib.
Universitas Sumatera Utara
72
Pasal 10 ayat 1 PERMA No. 1 Tahun 1980 menentukan permohonan peninjauan kembali suatu putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap harus
diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau oleh Jaksa Agung.
72
Pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening oleh jaksa merupakan bagian dari penegakan hukum dalam rangka pencapaian rasa keadilan. Pada masa belakangan
ini, terutama sejak lahir putusan MA RI No. 55 PKPid1996 tanggal 25 Oktober 1996 yang menerima secara formal permintaan peninjauan kembali penuntut umum dalam kasus
Muchtar Pakpahan, telah menimbulkan perdebatan berbagai kalangan. Diterimanya oleh Mahkamah Agung permohonan peninjauan kembali penuntut umum dalam kasus Muchtar
Pakpahan, telah menjadi preseden bagi penuntut umum lain untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening.
Sedangkan, alasan lain yang dipakai oleh jaksa sebagai landasan dalam pengajuan peninjauan kembali adalah asas legalitas serta penerapan asas keseimbangan hak asasi antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum, bangsa dan Negara dilain pihak disamping perseorangan terdakwa, juga kepentingan umum yang diwakili kejaksaan tersebut dapat pula
juga melakukan peninjauan kembali. Setelah adanya putusan MA RI No. 55 PKPid1996, pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening oleh jaksa terus berlanjut.
Putusan MA RI No. 55 PKPid1996 tersebut dipandang sebagai yurisprudensi oleh para jaksa dan Hakim Agung dalam menangani perkara peninjauan kembali oleh jaksa.
73
Ada pendapat berbeda yang menanggapi perihal pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening oleh jaksa. Meskipun jaksa yang mengajukan peninjauan kembali
72
op.cit.
73
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Pembahasan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan Bandung: Sinar Grafika, 2006, hlm. 640.
Universitas Sumatera Utara
73
telah meyakini bahwa apa yang mereka lakukan berlandaskan aturan hukum namun dipihak lain ada golongan yang menganggap dasar hukum tersebut hanya dibuat-buat saja. Pihak yang
menentang pengajuan peninjauan kembali oleh jaksa menyatakan bahwa pengajuan upaya hukum peninjauan kembali PKHerziening yang diterima oleh Mahkamah Agung dalam
kasus Muchtar Pakpahan harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam surat kabar KOMPAS pada tanggal 22 November 1996 memuat berita yang isinya sebagai berikut, “ …. Muladi
menegaskan, KUHAP menjaga keseimbangan kepentingan masyarakat, Negara dan individu. Karena itu Mahkamah Agung harus mempertanggungjawabkan keputusan majelis yang
diketuai mantan Ketua MA Soerjono yang menyimpang dari Pasal 263 KUHAP. Hukum sendiri memang membutuhkan terobosan yang berani untuk melakukan pembaruan hukum.
Tetapi keberanian itu harus ditunjang dengan keyakinan bahwa ada kesalahan dalam penerapan hukum. Terobosan pembaruan hukum memang merupakan kewenangan MA,
namun dalam kasus pembatalan putusan Adi Andoyo, MA harus mempertanggungjawabkan apa alasannya.
74
JE. Sahetapy mengutarakan, putusan majelis hakim yang diketuai soerjono telah melecehkan KUHAP. Dalam KUHAP ditegaskan bahwa yang bisa mengajukan peninjauan
kembali itu adalah terdakwa atau keluarganya.
75
Otto Hasibuan berpendapat bahwa kesalahan yang dilakukan MA tidak boleh dibiarkan. Diterimanya PK jaksa merupakan pelanggaran
prinsip hukum universal. Sebab, di belahan dunia manapun, dalam penegakan hukum, hak terdakwa selalu diberikan terakhir.
76
74
Leden Marpaung, op.cit, hlm 16-17.
75
Ibid.
76
Jimmy Radjah, Penegakan Hukum Reformasi Mahkamah Agung Belum Optimal, 21 Oktober 2009,
www.Suarakaryaonline.Com , diakses pada tanggal 21 Oktober 17.57 Wib.
Universitas Sumatera Utara
74
BAB IV ALASAN HAKIM AGUNG MA RI MENERIMA MENGABULKAN