maka tekhnik “public speaking” sama pentingnya dengan kemampuan berdialog dengan individu-individu lain secara efektif. Tapi ada yang beranggapan mempelajari public
speaking membuang-buang waktu saja. Karena setiap hari kegiatan kita dilengkapi dengan berbicara. Mungkin pengertian salah itu bersumber pada perkiraan bahwa Anda diharapkan
melakukan pidato-pidato resmi atau karena membayangkan pidato para tokoh politik yang terkenal. Orang-orang dilingkungan pergaulan dan usaha Anda banyak mengemukakan ide
yang biasa Anda lakukan juga, dalam rapat, konperensi ataupun percakapan setiap hari. Ucapan-ucapan mereka yang benar, bukanlah gambaran “public speaking”, tetapi merupakan
suatu pengecualian, dari seni berbicara. Banyak orang berpidato, mengesankan di hati. Memang kualitas orang berbeda
berbicara dengan baik dan efektif. Pasti Anda pernah berbicara dengan baik dan efektif dalam pembicaraan pribadi, surat ataupun memorandum. Tak ada alasan mengapa Anda tidak dapat
melakukan di depan umum. Masalahnya penguasaan teknik yang masih harus Anda pelajari dan kuasai. Kalau berbicara dengan kaku dan memalukan, maka kesempatan untuk mencapai
apa yang diharapkan dalam usaha, seni dan pergaulan akan berkurang. Tidak ada bedanya percakapan dengan beberapa orang dengan percakapan di depan
umum. Hanya suaralah yang diperkeras dan diperjelas. Dalam percakapan antara teman, kita menjawab pertanyaan mereka, bertanya sesuatu atau menanggapi pendapat mereka. Di depan
umum, kiat menggantikkan dengan penampilan sikap kita secara umum, raut wajah kita, anggukan atau gelengan kepala, sebagai tanda perhatian kita pada tanggapan para pendengar.
Public Speaking merupakan percakapan biasa yang diperluas daya cakupannya.
II.6.3 Kredibilitas Komunikator dalam Menyampaikan Pesan
Menjadi komunikator atau orang yang pertama memberikan pesanidegagasan dalam suatu proses komunikasi itu memang tak mudah. Sering kita lihat beberapa tokoh
Universitas Sumatera Utara
politik mengiklankan dirinya di media massa besar-besaran dan tentu saja besar pula biayanya, pesan-pesannya sama sekali tak digubris oleh khalayak. Hal itu disebabkan salah
satu faktor yaitu kredibilitas komunikator di mata komunikan khalayak. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki komunikator sehingga
diterima atau diikuti oleh komunikan penerima pesan. Gobbel, Menteri Propaganda Jerman dalam perang Dunia II mengatakan bahwa untuk menjadi komunikator yang efektif harus
memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas menurut Aristoteles, bisa diperoleh jika seorang komunikator memiliki
ethos, pathos dan logos. Ethos adalah kekuatan yang dimiliki pembicara dari karakter pribadinya, sehingga ucapan-ucapannya dapat dipercaya. Phatos ialah kekuatan yang dimiliki
seorang pembicara dalam mengendalikan emosi pendengarnya, sedangkan logos ialah kekuatan yang dimiliki komunikator melalui argumentasinya.
Sedangkan James Mc-Croskey menjelaskan bahwa kredibilitas seorang komunikator dapat bersumber dari kompetensi competence, sikap charracter, tujuan intention,
kepribadian personality, dan dinamika dynamic. Kompetensi ialah penguasaan yang dimiliki oleh seorang komunikator pada masalah yang dibahasnya. Seorang dokter misalnya
lebih berkompeten bicara tentang kesehatannya daripada seorang Insinyur Teknik Sipil, begitu juga sebaliknya. Sikap ialah menunjukkan pribadi komunikator, apakah ia tegar atau
toleran dalam sebuah prinsip. Tujuan menunjukkan apakah hal-hal yang disampaikan seorang komunikator punya maksud baik atau tidak. Kepribadian menunjukkan apakah pembicara
memiliki pribadi yang hangat dan bersahabat. Sedangkan dinamika adalah menunjukkan apakah hal yang disampaikan itu menarik atau sebaliknya justru membosankan komunikan.
Menurut bentuknya kredibilitas dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu : 1. Initial Credibility, yakni kredibilitas yang diperoleh komunikator sebelum proses
komunikasi berlangsung, misalnya pembicara yang sudah punya nama bisa
Universitas Sumatera Utara
mendatangkan banyak pendengar, atau tokoh terkenal macam GusDur tulisannya pasti akan dimuat di surat kabar, meski editornya belum membacanya.
2. Derived Credibility, yakni kredibilitas yang diperoleh seseorang pada saat komunikasi berlangsung. Misalnya seorang SBY memperoleh tepukan dari masyarakat, karena
pidatonya yang disampaikan bersifat menyenangkan hati para pendengarnya masyarakat.
3. Terminal Credibility, yakni kredibilitas yang diperoleh seorang komunikator setelah pendengar atau pembaca mengikuti ulasanya. Seorang komunikator yang ingin
memperoleh kredibilitas perlu memiliki pengetahuan yang dalam, pengalaman yang luas serta adanya kekuasaan yang dipatuhi dalam status sosial yang dihargai.
Hovland, Janis dan Kelly Rakhmat, 1986 menyebutkan bahwa paling tidak terdapat dua komponen kredibilitas komunikator, yakni keahlian expertness dan dapat di percaya
trustworthiness. Keahlian expertness merupakan kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator berkaitan dengan topik yang dibicarakan, seperti perubahan sikap,
pendapat dan prilaku komunikan. Sedangkan dapat dipercaya trustworthiness merupakan kesan komunikaan tentang sumber komunikasi yang disampaikan komunikator yang
berkaitan dengan wataknya, seperti kejujuran, ketulusan, bersifat adil, bersikap sopan, dan berprilaku etis dan sebaliknya.
Komunikator yang memiliki kredibilitas yang tinggi selalu memperhatikan pesan yang akan disampaikannya dan selalu berubah dalam menyampaikan pesannya karena
senantiasa di sesuaikan dengan sifat dan kedudukan komunikannya. Apabila komunikasi yang dijalankan komunikator telah berjalan dengan efektif, maka pesan yang disampaikan
komunikator akan menimbulkan perubahan sikap dan perilaku dalam diri komunikan. Jadi pada dasarnya kredibilitas seorang komunikator bisa berubah jika terjadi
perubahan komunikan, topik dan waktu. Artinya kredibilitas seorang pembicara pada suatu
Universitas Sumatera Utara
tempat belum tentu bisa sama di tempat lain, kalau komunikannya berubah. Demikian pula halnya dengan perubahan topik dan waktu, dalam hal ini komunikator bisa saja menguasai
topik tertentu, tapi belum tentu dengan topik lain.
II.7 Persepsi II.7.1 Definisi Persepsi