Latar Belakang Masalah Koperasi Syari’ah (Studi Deskriptif Mengenai Proses Pertukaran di Koperasi Syari’ah)

11 BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Ilmu ekonomi dan antropologi ekonomi adalah dua disiplin ilmu yang berbeda dalam mempelajari gejala pertukaran. Ilmu ekonomi mengkaji dan mempelajari pertukaran apabila pertukaran itu menggunakan mekanisme uang, sedangkan antropologi ekonomi pada masa awal perkembangannya lebih banyak berurusan dengan gejala pertukaran tradisional yang tidak menggunakan mekanisme uang. Pertukaran yang tidak menggunakan uang tersebut banyak terdapat pada masyarakat tradisional, misalnya pertukaran hadiah gift exchange, perdagangan kula, dan potlatch. Kurangnya perhatian ahli antropologi terhadap gejala pertukaran yang menggunakan mekanisme uang dipengaruhi oleh kondisi awal perkembangan antropologi ekonomi itu sendiri, dimana antropologi pada saat itu menaruh perhatian kepada masyarakat tradisional dan pedesaan dengan sistem perekonomian subsisten 1 mereka. Studi antropologi ekonomi, melihat pertukaran sebagai gejala kebudayaan yang keberadaannya berdimensi luas, tidak sekedar berdimensi ekonomi, tetapi juga agama, teknologi, ekologi, politik dan organisasi sosial Dalton dalam Sairin,2001;39. Antropologi ekonomi menempatkan gejala pertukaran sebagai persoalan yang berdimensi luas, akan tetapi seperti yang diuraikan di awal disiplin ilmu ini pada mulanya kurang menaruh perhatian kepada pertukaran yang menggunakan 1 Pengertian Subsisten, menurut Wharthon 19..;.. ada dua, yaitu sebagai tingkat hidup dan sebagai suatu bentuk perekonomian. Pengertian pertama menggambarkan suatu kondisi ekonomi yang berfungsi sekedar untuk dapat bertahan hidup, sedangkan pengertian kedua merupakan suatu sistem produksi yang hasilnya untuk kebutuhan sendiri, tidak dipasarkan, sedangkan kalau ada produksi yang dipasarkan tidak dimaksudkan untuk keuntungan komersil. Universitas Sumatera Utara 12 mekanisme uang atau sistem ekonomi pasar. Kondisi tersebut saat ini mulai berubah, para ahli antropologi ekonomi mulai menaruh perhatian kepada permasalahan atau gejala pertukaran yang menggunakan mekanisme uang pasar. Perhatian ini dirasa perlu sejalan dengan kenyataan bahwa transformasi ekonomi tradisional menuju sistem ekonomi modern sedang melanda di berbagai tempat. Masuknya antropologi ekonomi ke dalam penelitian yang berorientasi pasar bukanlah berarti antropologi mengurusi permasalahan-permasalahan ekonomi pasar sepenuhnya. Antropologi tetap pada tugasnya yaitu menganalisa dimensi- dimensi sosial budaya yang muncul pada proses ekonomi pasar tersebut. Hal ini dilakukan karena ilmu ekonomi cendrung mengabaikan variabel-variabel sosial budaya dalam menganalisis permasalahan ekonomi Dalton dalam Sairin,2001;40. Beranjak dari pernyataan tersebut kemudian penulis merasa tertarik untuk melihat dan membahas lebih jauh gejala-gejala sosial budaya terutama gejala pertukaran yang ada di salah satu lembaga ekonomi yang menggunakan mekanisme uang pasar, yaitu lembaga ekonomi syari’ah. Lembaga ekonomi syari’ah adalah lembaga ekonomi yang dalam operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip dan aturan ajaran Islam. Lembaga ini kemudian dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu lembaga ekonomi keuangan Bank dan lembaga ekonomi keuangan bukan bank. Lembaga keuangan Bank seperti Bank Syari’ah, dan lembaga keuangan syari’ah bukan bank seperti baitul maal, pegadaian syari’ah, asuransi syari’ah dan juga koperasi syari’ah www.dakwatuna.com . Universitas Sumatera Utara 13 Ada hal menarik dalam sistem ekonomi syari’ah yang di praktikkan oleh lembaga ekonomi syari’ah, pada dasarnya sistem ekonomi syari’ah tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu pemerataan distribusi kekayaan. Islam memang tidak mengharuskan persamaan dalam kepemilikan kekayaan, namun Islam juga tidak membiarkan buruknya distribusi kekayaan. Sebab Islam memandang individu sebagai manusia yang harus dipenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya secara menyeluruh. Sebagai buktinya, banyak ayat al-Quran dan al-Hadits yang memerintahkan manusia untuk menginfakkan harta dan memberi makan orang-orang fakir, miskin, dan kekurangan, seperti dalam QS al-Hajj 22: 28; al-Baqarah 2: 177, 184, 215; al-Insan 76: 8, al-Fajr 90:13-14; dan al-Maidah 5: 89. Al-Quran menyatakan bahwa dalam setiap harta terdapat hak bagi orang miskin. Allah Swt. berfirman: Pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta- minta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian QS adz-Dzariyat 51: 19. Islam juga mencegah berputarnya harta kekayaan hanya di kalangan orang- orang kaya, sementara kelompok lainnya miskin tidak memperoleh bagian. Allah Swt. berfirman: Supaya harta itu jangan hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja di antara kalian. QS al-Hasyr [59]: 7. Secara umum, sistem ekonomi Islam menetapkan dua mekanisme penyaluran kekayaan. Pertama: mekanisme pasar, yakni mekanisme yang terjadi akibat tukar-menukar barang dan jasa dari para pemiliknya Universitas Sumatera Utara 14 http:hayanmahdi.multiply.comjournalitem9 . Di antara dalil absahnya mekanisme ini adalah firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian QS al-Nisa’ [4]: 29. Tidak sekadar diizinkan Islam juga menggariskan berbagai hukum yang mengatur mekanisme ini, antara lain adanya larangan berbagai praktik yang merusak mekanisme pasar. Islam melarang praktik penimbunan barang al- ihtikâr; sebuah praktik curang yang dapat menggelembungkan harga akibat langkanya barang di pasaran. Kelangkaan bukan karena fakta sesungguhnya, namun karena rekayasa pemilik barang. Demikian pula penimbunan emas dan perak, hal ini sesuai dengan dalil yang ada pada Al-Qur’an, dimana Allah berfirman : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih” Q.S.9:34. Kedua logam mulia itu dalam mekanisme pasar berfungsi sebagai alat tukar medium of exchange, oleh karenanya sebagai alat tukar emas dan perak memiliki kedudukan sangat strategis. Akibatnya, jika emas dan perak ditarik dari pasar akan berakibat pada sulitnya pertukaran barang dan jasa atau bahkan terhentinya kegiatan perekonomian. Praktik penipuan juga berdampak buruk, baik penipuan pada komoditas dan alat pembayarnya at-tadlîs maupun penipuan pada harga al-ghabn al-fâhisy. Praktik curang itu juga akan menciptakan ketimpangan harga, karena pada Universitas Sumatera Utara 15 umumnya seseorang bersedia melakukan pertukaran barang dan jasa karena ada unsur kesetaraan. Itulah sebabnya, harga barang ditentukan oleh kualitas barang, namun akibat praktik at-tadlîs yakni menutupi keburukan atau cacat pada komoditas serta menampakkannya seolah-olah baik barang yang seharusnya berharga murah itu melonjak harganya. Demikian pula al-ghabn al-fâhisy penipuan harga, pembeli atau penjual memanfatkan ketidaktahuan lawan transaksinya terhadap harga yang berkembang di pasar. Hal ini menyebabkan, penjual atau pembeli mau melakukan transaksi dengan harga yang terlalu murah atau terlalu mahal. Semua praktik tersebut jelas dapat mengakibatkan harga yang tidak stabil. Apabila berbagai hukum baik itu larangan dan perintah itu dipraktikkan, akan tercipta pasar yang benar-benar bersih dan baik. Produsen yang menginginkan barangnya berharga mahal akan kreatif memproduksi barang yang benar-benar berkualitas, bukan dengan jalan menimbun dan menipu yang akhirnya merugikan pihak lain. Kendati telah tercipta pasar yang bersih, tetap saja ada orang-orang yang tersingkir dari mekanisme pasar itu dengan berbagai sebab, seperti cacat fisik maupun non-fisik, keterampilan dan keahlian yang kurang, modal yang sedikit, tertimpa musibah, dan sebagainya. kondisi yang demikian menyebabkan mereka tidak bisa ‘menjual’ sesuatu, maka mereka pun tidak bisa memperoleh hasil pendapatan. Padahal kebutuhan primer mereka tetap harus dipenuhi, pertanyaannya dari manakah mereka memperoleh pendapatan? Universitas Sumatera Utara 16 Itulah sebabnya untuk menjawab pertanyaan tadi Islam memberikan solusi, di samping mekanisme pasar Islam juga menyediakan mekanisme kedua: yaitu mekanisme nonpasar, yakni sebuah mekanisme yang tidak dihasilkan dari transaksi pertukaran barang dan jasa http:hayanmahdi.multiply.comjournalitem9 . Barang dan jasa mengalir dari satu pihak kepada pihak lain tanpa meminta timbal balik. Mekanisme ini diterapkan kepada orang-orang lemah, miskin, dan kekurangan. Hadirnya mekanisme tersebut, diharapkan akan membantu mereka yang kurang mampu dalam hal pemenuhan kebutuhan hidupnya. Lebih dari itu, mereka diharapkan dapat bangkit untuk kembali berkompetisi dalam mekanisme pasar dengan modal dari mekanisme nonpasar itu. Aliran barang dan jasa yang tidak melalui mekanisme pasar cukup banyak dalam Islam, contohnya adalah zakat, dan pinjaman qardh, dan qardhul hasan. Islam mewajibkan orang kaya membayar zakat, zakat itu kemudian disalurkan kepada orang yang berhak dimana sebahagian besarnya adalah orang-orang miskin dan membutuhkan pertolongan. Selain zakat, ada juga infak dan sedekah yang disunnahkan. Semua jenis pemberian itu dilakukan tanpa mengharap pengembalian imbalan. Demikian pula hibah, hadiah, dan wasiat termasuk pula pembagian harta waris http:hayanmahdi.multiply.comjournalitem9 . Adanya dua mekanisme itulah yaitu mekanisme pasar dan nonpasar yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan primer setiap umat Islam. Universitas Sumatera Utara 17 Mengingat banyaknya lembaga syari’ah yang ada, maka penelitian ini nantinya akan difokuskan pada salah satu lembaga syari’ah dan lembaga syari’ah yang menjadi pilihan penulis adalah lembaga koperasi syari’ah. Dipilihnya koperasi syari’ah sebagai fokus penelitian bukanlah tanpa alasan, alasan yang pertama koperasi merupakan salah satu lembaga yang paling cocok dengan semangat Undang-undang dasar 1945, alasan kedua yang melatarbelakanginya adalah koperasi khususnya syari’ah di kota Medan mulai menunjukkan perkembangan yang berarti, alasan ketiga adalah sistem yang dipakai di setiap lembaga ekonomi syari’ah adalah sama yaitu sistem ekonomi Islam yang sumbernya Al-Qur’an dan As-Sunnah.

I.2. Rumusan Masalah