Tinjauan Pustaka Koperasi Syari’ah (Studi Deskriptif Mengenai Proses Pertukaran di Koperasi Syari’ah)

19

I.6. Tinjauan Pustaka

Perhatian para ahli antropologi terhadap berbagai macam sistem mata pencarian atau sistem ekonomi hanya terbatas kepada sistem-sistem yang bersifat tradisional saja, terutama dalam rangka perhatian mereka terhadap kebudayaan suatu suku bangsa secara holistik. Berbagai sistem tersebut adalah : i berburu dan meramu; ii beternak; iii bercocok tanam di ladang; iv menangkap ikan; dan v bercocok tanam menetap dengan irigasi Koentjaraningrat,2000;358. Koentjaraningrat 2000 lebih lanjut menyatakan saat ini kondisi tersebut mulai mengalami perubahan, para ahli antropologi mulai menaruh perhatian terhadap penelitian mengenai soal anggaran pendapatan dan pengeluaran rumah tangga yang biasanya terlupakan oleh para ahli ekonomi. Akhir-akhir ini ada pula beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli antropologi terhadap aktivitas- aktivitas perdagangan di kota, yang terkadang meliputi daerah distribusi yang luas, tetapi biasanya para ahli antropologi membatasi diri terhadap aktivitas perdagangan yang berdasarkan volume modal yang terbatas. Ahli antropologi di Indonesia sekarang juga ada yang mempelajari pedagang kaki lima, atau para pedagang pasar. Berangkat dari hal itulah kemudian penulis berkeinginan menambah referensi mengenai aktivitas perdagangan yang ada di kota, namun memiliki volume modal yang terbatas dan pilihannya jatuh kepada lembaga koperasi syari’ah yang ada di kalangan mahasiswa dan masyarakat kota, terutama yang kegiatan operasionalnya berpusat pada golongan ekonomi menengah ke bawah. Universitas Sumatera Utara 20 Ilmu ekononomi dan antropologi ekonomi merupakan dua hal yang berbeda. Ilmu ekonomi hanya berurusan dengan pertukaran yang menggunakan mekanisme uang. Antropologi ekonomi pada masa awal perkembangannya, lebih banyak berurusan dengan gejala pertukaran tradisional yang tidak menggunakan mekanisme uang Sairin,2001:38. Studi antropologi ekonomi melihat pertukaran sebagai gejala kebudayaan yang keberadaannya berdimensi luas, tidak sekedar berdimensi ekonomi, tetapi juga agama, teknologi, ekologi, politik dan organisasi sosial Dalton dalam Sairin,2001;39. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Marcell Mauss 1992, menurutnya sistem tukar menukar merupakan suatu sistem yang menyeluruh total system dimana setiap unsur dari kedudukan atau harta milik terlibat di dalamnya dan berlaku bagi setiap anggota masyarakat yang bersangkutan. Setiap pemberian dalam tukar menuukar tersebut harus dikembalikan dalam suatu cara khusus yang menghasilkan suatu lingkaran kegiatan yang tidak ada habis- habisnya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Nilai dari pengembalian barang yang telah diterima harus dapat mengimbangi nilai barang yang telah diterima karena bersamaan dengan pemberian tersebut adalah nilai kehormatan dari kelompok yang bersangkutan, apa yang saling dipertukarkan dilihat oleh Mauss sebagai sebuah prestasi. Saling tukar-menukar pemberian prestasi, yang biasanya terwujud sebagai saling tukar-menukar pemberian hadiah, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. pengembalian benda yang diterima tidak dilakukan pada saat pemberian itu Universitas Sumatera Utara 21 diterima tetapi pada waktu yang berbeda sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku; kalau pemberian imbalan diberikan pada saat yang sama, maka namanya barter, 2. pengembalian pemberian hadiah yang diterima tidak berupa barang yang sama dengan yang diterima tetapi dengan benda yang berbeda yang mempunyai nilai sedikit lebih tinggi dari hadiah yang diterima atau setidak-tidaknya nilainya sama, 3. benda-benda pemberian yang diterima tidak dilihat sebagai benda dalam nilai harfiahnya, tetapi sebagai mana atau prestasi Mauss dalam Suparlan,1992;xx. Homans dalam bukunya “Elementary forms of Social Behavior,1974 mengeluarkan beberapa proposisi dan salah satunya berbunyi :”Semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cendrung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi”. Proposisi ini secara eksplisit menjelaskan bahwa satu tindakan tertentu akan berulang jika disertai dengan imbalan http:meiliemma.wordpress.com20080127teori-pertukaran-sosial 10082009 10:52. Proposisi lain yang juga memperkuat proposisi tersebut berbunyi : “Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang, makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali”. Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah “distibutive justice” – aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi “seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya – makin tinggi Universitas Sumatera Utara 22 pengorbanan, makin tinggi imbalannya – dan keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya – makin tinggi investasi, makin tinggi keuntungan http:meiliemma.wordpress.com20080127teori-pertukaran-sosial 10082009 10:52. Masih seputar proses pertukaran, dalam kajian ilmu antropologi ekonomi berbagai pertukaran yang terdapat dalam masyarakat tradisional yang tidak menggunakan uang tersebut sering diungkapkan dengan istilah resiprositas dan redistribusi Sairin,2001;39. Menurut Sahlins Dalam Sairin,2001, ada tiga macam resiprositas, yaitu : resiprositas umum generalized resiprocity, resiprositas sebanding balanced resiprocity, dan resiprositas negatif negative reciprocity. Resiprositas yang terakhir ini, yaitu resiprositas negatif sebenarnya kata lain dari sistem pertukaran pasar atau jual beli. Berikut penjelasan ringkas mengenai tiga macam resiprositas tersebut. 1. Resiprositas Umum Resiprositas umum ini berarti individu atau kelompok memberikan barang dan jasa kepada individu atau kelompok lain tanpa menentukan batas waktu pengembalian. Resiprositas umum ini tidak mengenal hukum-hukum yang dengan ketat mengontrol seseorang untuk memberikan atau mengembalikan. Moral saja yang mengontrol dan mendorong pribadi-pribadi untuk menerima resiprositas umum sebagai kebenaran dan tidak boleh dilanggar. Sistem resiprositas umum dapat menjamin individu-individu terpenuhi kebutuhannya pada waktu mereka tidak mampu membayar atau mengembalikannya secara langsung atas apa yang mereka terima dan pakai. Universitas Sumatera Utara 23 Sistem ini biasanya berlaku di lapangan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat yang dekat Swartz dan Jordan dalam Sairin,2001;50. Resiprositas umum pada masyarakat industri tetap berlaku dikalangan orang yang sekerabat, namun resiprositas yang cocok untuk masyarakat tersebut adalah resiprositas simbolik. Resiprositas simbolik merupakan suatu adat kebiasaan memberi atau menerima sebagai sarana untuk menjalin hubungan persahabatan semata, tanpa mempunyai makna yang dekat dengan usaha memenuhi kebutuhan ekonomi. Resiprositas umum pada masyarakat sederhana cenderung memusat di kalangan orang yang mempunyai hubungan kerabat dekat, pada masyarakat agraris resiprositas umum antarkerabat sangat penting sebab mereka terikat oleh harta warisan yang merupakan sumber mata pecaharian hidup mereka. Dalam koperasi syari’ah hal ini dapat kita lihat nantinya pada proses mudharabah sistem bagi hasil. 2. Resiprositas Sebanding Resiprositas ini menghendaki barang atau jasa yang dipertukarkan mempunyai nilai yang sebanding, kemudian disertai pula dengan perjanjian kapan pertukaran itu berlangsung, kapan memberikan, menerima, dan mengembalikan. Ciri resiprositas sebanding yaitu adanya norma-norma, aturan-aturan, atau sanksi-sanksi sosial untuk mengontrol individu-individu dalam melakukan transaksi. Ciri lainnya adalah keputusan untuk melakukan kerja sama resiprositas berada di tangan masing-masing individu dan individu-individu yang melakukan kerja sama resiprositas tidak mau rugi. Fungsi resiprositas sebanding adalah Universitas Sumatera Utara 24 membina solidaritas sosial dan menjamin kebutuhan ekonomi sekaligus mengurangi resiko kehilangan yang dipertukarkan. Resiprositas sebanding ini dapat kita lihat nantinya di koperasi syari’ah pada saat terjadinya transaksi murabahah jual beli dan musyarakah kerjasama dalam hal modal. 3. Resiprositas Negatif Dalam sejarah ekonomi, resiprositas merupakan bentuk pertukaran yang muncul sebelum pertukaran pasar. Lambat laun resiprositas tersebut lenyap dan kehilangan fungsi-fungsinya sebagai akibat masuknya sistem ekonomi uang Nash, 1966, contohnya disini adalah hilangnya budaya gotong royong yang diganti dengan sistem uang Sairin,2001;49-63. Resiprositas sering dinilai sebagai bentuk pertukaran yang manusiawi jika dibandingkan dengan pertukaran pasar, prinsip kekeluargaan dan kesetiakawanan merupakan bukti dari hal tersebut. Wajah resiprositas yang bersifat manusiawi itu, dilain pihak sering dipakai para politisi untuk memobilisasi sumber daya dalam masyarakat. Masuknya sistem ekonomi uang inilah yang dimaksudkan dengan resiprositas negatif, atau dengan kata lain resiprositas negatif adalah resiprositas yang sudah terpengaruh oleh sistem ekonomi uang atau pasar. Lain resiprositas lain lagi redistribusi, redistribusi berarti suatu proses perpindahan hak dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu kelompok ke kelompok yang lain, biasanya yang berpindah adalah barang dan jasa Sairin,2001;68. Hal yang membedakan redistribusi dan resiprositas adalah pada hal pelaksanaannya, dimana redistribusi memang murni penyaluran suatu barang Universitas Sumatera Utara 25 atau jasa tanpa ada maksud apa-apa di balik penyaluran barang dan jasa tersebut sedangkan resiprositas masih ada unsur balas jasa dalam hal pelaksanaannya. Contoh lain dalam sistem pertukaran ini adalah seperti apa yang pernah digambarkan oleh Malinowsky, ketika meneliti sistem perdagangan kula pada masyarakat Trobriand. Sistem kula terebut pada dasarnya adalah sistem barter atau pertukaran, yang memperebutkan Sulava kalung-kalung kerang yang beredar ke satu arah mengikuti arah jarum jam dan Mwali gelang-gelang kerang yang beredar berlawanan dengan arah jarum jam, yaitu dua buah benda yang sangat tinggi nilainya di mata penduduk Trobriand Koentjaraningrat,1987 ;164-165. Sistem pertukaran lain yang sempat populer dan menjadi bahan penelitian antropologi adalah potlatch. Dalam kamus istilah antropologi potlatch adalah pesta adat orang Indian di daerah barat laut Amerika Utara dimana dipamerkan harta kekayaan sebagai tanda gengsi yang kemudian dibagi-bagikan atau dirusak Koentjaraningrat,dkk,2005;194-195. Perkataan potlatch dalam bahasa Inggris- Amerika dapat dihubungkan dengan pesta atau berdagang, di mana dalam pengertian terakhir tercakup juga pengertian jual dengan harga, tetapi dalam arti teknis antropologi perkataan tersebut menunjukkan suatu pranata yang kompleks dari pengumpulan dan penyebaran kekayaan barang-barang upacara yang diketemukan dalam berbagai bentuk diantara kelompok-kelompok budaya yang berada di Pantai Barat laut Amerika Utara Cyril S. Belshaw,1981;26-27. Penyebaran kekayaan itulah yang sebenarnya juga ada di dalam koperasi syari’ah, karena dengan motif ekonomi dan sosialnya, tujuan koperasi sendiri nantinya adalah mensejahterakan anggotanya, dan kesejahteraan anggota koperasi Universitas Sumatera Utara 26 syari’ah didapatkan karena adanya proses penyebaran kekayaan atau lebih tepatnya pendistribusian kekayaan. Koperasi berasal dari kata cooperation Inggris, secara sederhana koperasi berarti kerja sama. Kata koperasi mempunyai padanan makna dengan kata syirkah dalam bahasa arab. Syirkah ini merupakan wadah kemitraan, kerja sama, kekeluargaan, baik dan halal yang sangat terpuji dalam Islam. Menurut Bahasa koperasi didefinisikan sebagai wadah perkumpulan asosiasi sekelompok orang untuk tujuan kerjasama dalam bidang bisnis yang saling menguntungkan di antara anggota perkumpulan Muhammad,2007;93. Bibit koperasi di Indonesia tumbuh di Purwokerto pada tahun 1896 yang dipelopori oleh seorang pamong praja bernama R.Aria Wiria Atmaja yang mendirikan sebuah bank yang diberi nama “Hulph-en Spaar Bank” Bank Pertolongan dan Simpanan. Bank itu dimaksudkan untuk menolong para priyayi pegawai negeri yang terjerat hutang pada lintah darat. Fungsi utama dari bank itu adalah meminjamkan dana kepada para pegawai negeri atau usaha ini semacam koperasi simpan pinjam pada saat itu Anoraga dalam Atozisochi Daeli,2002:10-11. Pengertian dari Koperasi menurut Undang-Undang No.25 tahun 1992 adalah suatu badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau kumpulan dari beberapa koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan Modul Pelatihan Koperasi,2005;3. Tidak berbeda dengan koperasi umum, koperasi syari’ah juga memiliki pengertian yang sama. Universitas Sumatera Utara 27 Syari’ah sendiri mengandung arti ajaran atau tuntunan hukum agama Muhammad Ali,1994;388. Oleh karena itu secara garis besar koperasi syari’ah memiliki aturan yang sama dengan koperasi umum, namun yang membedakannya adalah produk- produk yang ada di koperasi umum diganti dan disesuaikan nama dan sistemnya dengan tuntunan dan ajaran agama Islam. Sebagai contoh produk jual beli dalam koperasi umum diganti namanya dengan istilah murabahah, produk simpan pinjam dalam koperasi umum diganti namanya dengan mudharabah Modul Pelatihan Koperasi,2005;68. Tidak hanya perubahan nama, sistem operasional yang digunakan juga berubah, dari sistem konvesional biasa ke sistem syari’ah yang sesuai dengan aturan Islam. Ada tiga Landasan koperasi syari’ah yaitu: koperasi syari’ah berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, koperasi syari’ah berazaskan kekeluargaan, koperasi syari’ah berlandaskan syari’ah Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan saling tolong menolong dan saling menguatkan http:www.koperasisyariah.comcategorykoperasi-syariahpage2 , 10082009 10:37. Ada dua prinsip dasar pada koperasi syari’ah, yaitu: A. Koperasi syari’ah menegakkan prinsip-prinsip ekonomi Islam, sebagai berikut: 1. Kekayaan adalah amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak; 2. Manusia diberi kebebasan dalam mu’amalah selama tidak melanggar ketentuan syari’ah; Universitas Sumatera Utara 28 3. Manusia merupakan wakil Allah dan pemakmur di bumi; 4. menjunjung tinggi keadilan serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja. B. Koperasi syari’ah dalam melaksanakan kegiatannya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari’ah Islam sebagai berikut: 1. Keanggaotaan bersifat sukarela dan terbuka; 2. Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen; 3. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan profesional; 4. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; 5. Pemberian balas jasa modal dilakukan secara terbatas dan profesional menurut sistem bagi hasil; 6. Jujur, amanah, dan mandiri; 7. Mengembangkan sumber daya manusia, sumber daya ekonomi dan sumber daya informasi secara optimal; 8. Menjalin dan menguatkan kerjasama diantara anggota, antar koperasi dan atau lembaga lainnya. http:www.koperasisyariah.comcategorykoperasi-syariahpage2 Perbedaan lain antara koperasi syari’ah dengan koperasi biasa terletak dalam hal bunga, dimana koperasi syari’ah tidak memakai sistem bunga melainkan Universitas Sumatera Utara 29 memakai sistem bagi hasil. Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan sistem bunga dan bagi hasil ini akan diterangkan pada bab selanjutnya. Saat ini koperasi syari’ah di Indonesia berdiri semakin kokoh, hal ini dilandasi oleh keluarnya keputusan menteri Kepmen Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91KepM.KUKMIX2004 tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Harapan dikeluarkannya keputusan ini adalah untuk memacu semangat pertumbuhan koperasi yang berbasis syari’ah sehingga dapat membantu pertumbuhan ekonomi negara ini.

I.7. Metode Penelitian