Kerangka Teori Hukum Khiyar Dalam Akad Yang Mengandung Penipuan Dalam Perspektif Hukum Islam

14 d. Sejauh mana persinggungan asas-ass dalam Hukum Perjanjian menurut KUH Perdata dengan asas-asas Hukum Perjanjian menurut Hukum Islam? e. Strategi apa yang ditempuh oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penegakan hukum dalam rangka pencapaian tujuan untuk membumikan hukum rakyat sekaligus merumuskan hukum perikatan nasional? Dari ketiga penelitian diatas sejauh yang diketahui tidak ada kesamaan dengan penelitian ini. Dengan demikian penelitian tentang “HUKUM KHIYAR DALAM AKAD YANG MENGANDUNG PENIPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”, belum pernah dilakukan.Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Ilmu Hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu termasuk ketergantungannya pada metodologi, karena aktivitas penelitian hukum dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut realitas. Dari kata dasar “thea” ini pula datang kata modern “teater” yang berarti pertunjukan atau tontonan. Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir Universitas Sumatera Utara 15 yang tersusun “sistematis, logis rasional, empiris kenyatannya, dan juga simbolis”. 14 “Teori adalah merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangan melalui proses penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah”. 15 Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proporsisi-proporsisi yang telah diuji kebenarannya. Suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada aktivitas penelitan yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu. 16 Karena teori ini dapat dikatakan merupakan suatu pencapaian akan sesuatu secara generalisasi, yang telah diuji dan hasilnya mempunyai ruang lingkup yang sangat luas terhadap fakta-fakta yang bersangkutan, teori hukum akan senantiasa berkembang sesuai dinamika masyarkat. Sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan, teoritis 17 . Gorys Keraf 18 mendefinisikan teori sebagai asas-asas umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang–kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena–fenomena yang ada. 14 Soerjono Soekanto, Pengantar penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia press, 1999, hal: 12. 15 Ibid, hal: 15 16 Soerjono Soekanto, Op Cit, hal :6. 17 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hal :80. 18 Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, Jakarta: Gramedia, 2001, hal :47 Universitas Sumatera Utara 16 Kerangka teori ini akan digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas dalam tesis ini yaitu mengenai “Hukum Khiyar Dalam Akad Yang Mengandung Penipuan Dalam Perspektif Hukum Islam”. Penelitian ini menggunakan Teori Maqashid Al- Syari’ah sebagai grand theory teori utama, yang memiliki arti tujuan-tujuan syariat. Maqasid al-Syari’ah dikalangan ulama ushul fiqh disebut juga dengan asrar Al-Syari’ah, yaitu tujuan- tujuan dan rahasia-rahasia yang terdapat dibalik suatu hukum yang ditetapkan oleh Srai’, berupa kemashlahatan bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. 19 Maqashid Al-Syariah ini merupakan intisari utama dari hukum Islam, dimana tujuan Allah SWT menurunkan hukum-Nya bagi manusia adalah untuk merealisasikan lima tujuan utama, sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Syatibi 20 : 1. Memelihara Agama; 2. Memelihara Jiwa; 3. Memelihara aqal Pikiran; 4. Memelihara Keturunan; 5. Dan memelihara harta benda. Khiyar ini berkaitan dengan salah satu tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dalam hukum Islam yaitu untuk memelihara harta benda. Tentunya memelihara harta benda dari perbuatan yang dilarang Syariat Islam yaitu melakukan 19 Ar-Raysuni, Nadzariyyah al-Maqashid, Herdon: IIIT, 2000, hal: 10 dalam Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqh dan Ushul Fiqih, Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2013, hal: 2 20 Hasballah Thaib, Tajdid, Reaktualisasi Dan Elastisitas Hukum Islam, Medan: Sekolah Pasca Sarjana Hukum USU, 2002, hal: 39 Universitas Sumatera Utara 17 penipuan. Dalam hal memelihara harta benda, ajaran Islam memerintahkan hal-hal berikut ini 21 : 1. Islam memerintahkan setiap muslim untuk bekerja keras dan mencari rezeki lewat jalan yang halal. Bahkan dalam banyak hadits disebutkan bahwa rezeki yang paling disukai Allah dari hamba-Nya adalah rezeki yang diusahakannya dengan tangannya sendiri. 2. Islam mengajarkan kepada ummatnya bahwa salah satu hal yang akan dimintai Allah pertanggung jawabannya dari manusia di akhirat kelak adalah terkait masalah harta, di mana ia dapatkan dan bagaimana ia menggunakannya. Hal ini mendorong setiap mukmin untuk bertanggung jawab terhadap setiap harta yang didapatkan dan digunakannya. 3. Islam mengajarkan bahwa harta adalah wasilah sarana untuk mencapai ridha Allah bukan gyah tujuan akhir. Maka dari itu, setiap mukmin didorong untuk mengeluarkan dari hartanya yang merupakan hak-hak orang yang berada disekitarnya dari golongan tidak mampu, sebagai jalan mendapatkan ridha Allah. 4. Islam mengajarkan bahwa satu-satunya harta yang dapat menemani seseorang dalam perjalanannya mempertanggung jawabkan hidupnya kepada Allah adalah harta yang dinafkahkan untuk ibadah, apalagi sedekah jariyah, yang terus mengalirkan pahala kepada pemberinya walaupun ia sudah meninggal dunia selama barang itu masih dapat dimanfaatkan orang. 5. Islam memerintah umatnya untuk mempertahankan hartanya dari pihak-pihak yang ingin mengambil dengan cara paksa. Bahkan dalam hadist dikatakan:” siapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia termasuk golongan syahid”. Dilihat dari segi kepentingannya, memelihara harta dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1. Memelihara harta benda dalam tingkatan dharurriyat, seperti pensyari’atan aturan kepemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang ilegal. Apabila aturan ini dilanggar maka akan berakibat terancamnya eksistensi harta. 2. Memelihara harta dalam tingkatan hajiyyat, seperti disyari’atkannya jual beli dengan cara salam. Apabila cara ini tidak dipakai maka tidak akan mengancam eksistensi harta melainkan hanya akan mempersulit seseorang yang memerlukan modal. 21 Zamakhsyari, Op. Cit., hal: 25-26 Universitas Sumatera Utara 18 3. Memelihara harta dalam tingkatan tahsiniyyat, seperti adanya ketentuan agar menghindarkan diri dari penipuan. Karena hal itu berkaitan dengan moral dan etika dalam bermuamalah atau etika bisnis. Hal ini juga akan berpengaruh kepada keabsahan jual beli tersebut, sebab pada tingkatan ketiga ini juga merupakan syarat adanya tingkatan kedua dan pertama. Selain dari Teori Maqashid Al- Syari’ah sebagai Teori Utama yang dipergunakan sebagai pisau analisis, penelitian ini disertai juga dengan teori Keadilan sebagai Teori Pendukung. Hal ini dipergunakan untuk memperoleh kepastian hukum terhadap para pihak dalam melaksanakan suatu akad transaksi perjanjian yang mengandung penipuan sehingga pihak yang mengalami kerugian atau kekecewaan dapat melakukan khiyar sesuai dengan yang diatur dalam Hukum Islam. Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki oleh seseorang, termasuk hak asasi harus diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban terkait pula dengan amanah, sementara amanah wajib diberikan kepada yang berhak menerimanya. Oleh karena itu hukum berdasarkan amanah harus ditetapkan secara adil tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat negatif lainnya. 22 Raghib Al-Asfahani menyatakan bahwa kata adil ‘adl berarti memberi pembagian yang sama 23 . Sementara itu, pakar lain mendefinisikannya dengan penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Ada juga yang menyatakan bahwa ‘adl adalah memberikan hak kepada pemiliknya melalui jalan yang terdekat. Hal ini 22 Zamaksyari, Op. Cit., hal: 95 23 Raghib Al-Asfahani, Mufradaat Al-Qur’an, Hal :154 selanjutnya dapat di lihat dalam Zamakhsyari, Op.Cit., hal: 95-96 Universitas Sumatera Utara 19 sejalan dengan pendapat al-Maraghi yang memberikan makna kata ‘adl dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya secara efektif. 24 Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk berlaku adil dalam segala hal, walaupun merugikan diri sendiri: a. Allah SWT berfirman tentang perintah agar manusia berbuat adil dan berbuat kebaikan, serta menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar, hal ini terdapat dalam Surat An-Nahl ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. b. Allah berfirman tentang kewajiban menegakkan keadilan kepada siapa saja kendatipun kepada orang yang tidak seagama, terdapat dalam Surat As-Syura ayat 15: “Maka karena itu serulah mereka kepada agama ini dan tetaplah sebaai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:”Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan Kami dan Tuhan Kamu. Bagi kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu, tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali kita.” c. Allah berfirman tentang alasan apapun tidak dapat diterima untuk tidak berbuat adil, termasuk ketidaksenangan terhadap orang tertentu, terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 8 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.” d. Allah berfirman tentang berlaku adil akan mendekatkan seseorang kepada Allah Swt seperti terdapat dalam Surat Al-Maidah ayat 8: “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. 24 Mustafa Al- maraghii, Tafsir al-Maraghi, jilid 3, hal:129 selanjutnya dapat di lihat dalam Zamakhsyari, Op. Cit., hal: 96 Universitas Sumatera Utara 20 Keadilan ‘adl menurut Islam tidak hanya merupakan dasar dari masyarakat muslim yang sejati, sebagaimana di masa lampau dan seharusnya di masa datang. Dalam Islam, antara keimanan dan keadilan tidak terpisah. Orang yang imannya benar dan berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Hal ini tergambar dengan sangat jelas dalam surat di atas. Keadilan adalah perbuatan yang paling takwa atau keinsyafan kebutuhan dalam diri manusia. 25 Begitu juga dalam berekonomi, keadilan dalam Islam dapat diartikan sebagai 26 : 1. Persamaan Kompensasi. Persamaan kompensasi adalah pengertian adil yang paling umum, yaitu bahwa seseorang harus memberikan kompensasi yang sepadan kepada pihak lain, sesuai dengan pengorbanan yang telah dilakukan. Pengorbanan yang telah dilakukan inilah yang menimbulkan hak pada seseorang yang telah melakukan pengorbanan untuk memperoleh balasan yang seimbang dengan pengorbanannya. 2. Persamaan Hukum. Persamaan hukum disini memberikan makna bahwa setiap orang harus diperlakukan sama di depan hukum. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap seseorang di depan hukum atas dasar apapun juga. Dalam konteks ekonomi, setiap orang harus diperlakukan sama dalam setiap aktivitas maupun transaksi ekonomi. Tidak ada alasan untuk melebihkan hak suatu golongan atas golongan yang lain hanya karena kondisi yang berbeda dari dua golongan tersebut. 3. Moderat. Moderat disini dimaknai sebagai posisi tengah-tengah. Nilai adil disini dianggap telah diterapkan seseorang juga orang yang bersangkutan mampu memposisikan dirinya dalam posisi di tengah. Hal ini memberikan suatu implikasi bahwa seseorang harus mengambil posisi di tengah dalam arti tidak mengambil keputusan yang terlalu memperberat ataupun keputusan yang terlalu memperingan, misalnya dalam memberikan kompensasi. 4. Proporsional. Adil tidak selalu diartikan sebagai kesamaan hak, namun kesesuaian ini disesuaikan dengan ukuran setiap individu atau proporsional, baik dari sisi tingkat kebutuhan, kemampuan, pengorbanan, tanggung jawab, ataupun 25 Zamakhsyari, Op. Cit., hal: 99 26 Zamahsyari, Op. Cit., hal: 114-115 Universitas Sumatera Utara 21 kontribusi yang diberikan oleh seseorang. Proporsional tidak hanya berkaitan dengan konsumsi, namun juga pada distribusi pendapatan. Suatu distribusi yang adil tidak harus selalu merata, namun perlu tetap memperhatikan ukuran dari masing-masing individu yang ada. Mereka yang ukurannya besar perlu memperoleh besar, dan yang kecil memperoleh jumlah kecil pula. Dalam berekonomi, seluruh makna keadilan ini akan terwujud jika setiap orang menjunjung tinggi nilai kebenaran, kejujuran, keberanian, kelurusan, dan kejelasan. Secara singkat masing-masing nilai ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Kebenaran Kebenaran merupakan esensi dan dasar keadilan. Kebenaran dalam hal ini dimaknai sebagai kesesuaian dengan syari’ah Islam. Kebenaran empiris atau faktual hanya bisa diterima jika tidak bertentangan dengan kebenaran syari’ah. Kebenaran dalam memberikan informasi, kebenaran dalam memberikan pertimbangan, dan kebenaran dalam memberikan jaminan kepada semua pihak atas hak-hak yang terkait. Keadilan hanya bermakna jika setiap orang berfikir, bersikap, dan berperilaku secara benar. 2. Kejujuran Jujur artinya konsistensi antara kepercayaan, sikap, ungkapan, dan perilaku. Kejujuran merupakan aspek penting dan prasyarat dalam keadilan. Kejujuran merupakan tuntutan yang mutlak untuk bisa mencapai kebenaran dan keadilan. Bila seseorang tidak bisa berlaku jujur dalam suatu hal, maka keputusan yang diambil dalam urusan itu dipastikan tidak benar dan tidak adil. 3. Keberanian Untuk mengambil suatu keputusan yang adil dan melakukan yang benar seringkali seseorang dihadang oleh suatu keadaan yang serba menyulitkan. Oleh karena itu, keberanian diperlukan untuk mengatasi keberanian hal ini keadilan tidak bisa diwujudkan. 4. Kelurusan. Nilai kelurusan diartikan sebagai taat asas atau konsisten menuju tujuan. Taat asas disini merupakan suatu kondisi yang harus dipenuhi agar perilaku adil bisa terwujud. Jika seseorang tidak bisa berperilaku taat asas, maka akan sangat terbuka kemungkinan untuk melakukan kedzaliman. 27

2. Konsepsi.