66
dinilai berlangsung, diserahkan kepada urf atau kebiasaan yang berlaku dimasyarakat itu.
102
2. Khiyar asy- Syarat, yaitu hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang
berakad atau keduanya atau bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih dalam tenggang waktu yang ditentukan.
Misalnya, pembeli mengatakan “saya beli barang ini dari engkau dengan syarat saya berhak memilih antara meneruskan atau membatalkan akad selama
satu minggu”. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa khiyar asy-syarat ini dibenarkan dalam satu kontrak dengan tujuan untuk mmelihara hak-hak para
pihak dari unsur penipuan yang mungkin terjadi. Khiyar asy-syarat hanya berlaku dalam kontrak yang bersifat mengikat kedia belah pihak seperti jual
beli, sewa menyewa, perserikatan dagang, dan jaminan utang. Transaksi yang sifatnya tidak mengikat kedua belah pihak seperti hibah, pinjam meminjam,
perwakilan wakalah dan wasiat tidak diperbolehkan atau tidak berlaku. Demikian juga dengan transaksi jual beli dengan pesanan bai’ as-Salam dan
jual beli mata uang ash-Sharf, khiyar asy-Syarat ini tidak berlaku sekalipun kedua kontrak ini bersifat mengikat kedua belah pihak yang mlaksanakan
kontrak. Hal ini disebabkan karena dalam kontrak jual beli yang bersifat pesanan, disyaratkan pihak pembeli menyerahkan seluruh harga barang ketika
kontrak disetujui, dan dalam kontrak ash-sharf disyaratkan nilai tukar uang
102
Mukhamad Aziz, dalam tulisannya berjudul “ FIKIH MUAMALAT;KHIYAR, http:ashabulkhahfi-its.blogspot.om201205fikih-muamalat-khiyar_26.html, diakses pada tanggal 12
Juni 2013
Universitas Sumatera Utara
67
yang dijualbelikan harus diserahkan dan dapat diserahterimakan setelah persetujuan diapai dalam kontrak yang dibuatnya. Khiyar asy-Syarat
menentukan bahwa baik barang maupun nilai atau harga barang baru dapat dikuasai secara hukum, setelah masa waktu khiyar yang disepakati itu selesai.
Jadi dalam khiyar asy-syarat masalah tenggang waktu merupakan hal yang sangat penting dan tenggang waktu ini ditentukan sesuai dengan keperluan
dan boleh berbeda untuk setiap objek kontrak. Misalnya untuk buah-buahan, khiyar diperlukan waktu yang singkat, karena kalau lama akan terancam
busuk. Adapun untuk objek lain seperti tanah atau rumah diperlukan waktu yang lebih lama sesuai dengan waktu yang pantas diperjanjikan.
Dasar disyariatkannya hak pilih ini adalah hadits Ibnu Umar yang berbunyi: “Seorang menyampaikan kepada Nabi bahwa ia tertipu dalam jual
beli. Maka beliau menjawab: “Kalau engkau membeli sesuatu, katakanlah:” Tidak ada hak merampas”. Demikian juga keumuman firman Allah dalam Al-
Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 1 yang berbunyi :” Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” Dan sabda Rasululah: “Kaum Muslimin
ada pada syarat-syarat mereka.” Di sisi lain, memang sangat dibutuhkan hak pilih semacam ini. Buat
apa hak pilih semacam ini? Untuk memberikan kesempatan kepada calon pembeli merenung dan menimbang kembali pilihannya. Tenggang waktu itu
diperlukan karena mungkin pengalaman berniaga yang minim dan perlu bermusyawarah dengan orang lain, atau karena alasan lainnya. Demikian juga
Universitas Sumatera Utara
68
hal ini selaras dengan prinsip at-taradhi suka sama suka sehingga sebagian ulama telah menyebutkan bahwa seluruh ulama telah sepakat tentang
kebolehan persyaratan seperti ini.
103
Hak pilih ini juga bisa dimiliki oleh selain pihak-pihak yang sedang terikat dalam perjanjian.
Menurut mayortas ulama demi merealisasikan hikmah yang sama dari disyariatkannya persyaratan hak pilih bagi pihak-
pihak yang terikat tersebut. Pendapat ini ditentang oleh Zufar dan Imam Asy- Syafi’I dalam salah satu pendapat beliau. Namun pendapat mayoritas ulama
dalam persoalan ini lebih tepat. Hak pilih persyaratan masuk dalam berbagai perjanjian permanen yang bisa dibatalkan. Nikah, thalaq, khulu’ dan
sejenisnya tidak menerima yang satu ini, karena semua akad tersebut secara asal tidak bisa dibatalkan. Mengenai masa tenggang khiyar syarat para ulama
berselisih pendapat tentang hal ini, namun umumnya mereka sepakat bahwa tenggang waktu bagi khiyar asy-syarat harus ditentukan secara tegas dan
jelas, sebab kalau tidak akad termacam fasad menurut Hanafi dan batal menurut Syafi’iyah dan Hambaliyah. Adapun masa tenggang khiyar ini
mulai berlaku sesudah akad disepakati bersama. Pada garis besarnya perbedaan mereka mengenai lamanya masa tenggang ini dapat dikelompokkan
kepada tiga macam: a. Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat masanya tidak boleh lebih dari tiga
hari karena hadis yang menetapkan khiyar ini menyebutkan masa tiga hari: “ Jika kamu menjual maka katakanlah : Tidak ada kecurangan. Dan saya
memilki khiyar selama tiga hari”. H.R. Bukhori. Menurut mereka bahwa masa tiga hari sudah dirasa cukup bagi pembeli
untuk menjatuhkan pilihannya. Karena itu jika ia melanggar lebih dari tiga hari, akadnya menjadi fasad dan batil.
b. Mazhab Hambali dan sebagian Hanafiyah berpendapat bahwa waktu tenggang bagi khiyar
syarat ini tidak harus merujuk kepada hadis
tersebut melainkan kepada kesepakatan pihak-pihak yang melakukan transaksi meskipun pada akhirnya melebihi dari tiga hari. Hal ini
disebabkan karena khiyar asy-syarat ditetapkan oleh syara’ untuk memudahkan transaksi dan bermusyawarh. Masa tiga hari kadang-kadang
tidak cukup untuk mengambil keputusan yang bijak. Meskipun dalam hadis tersebut dinyatakan tiga hari dan itu dianggap cukup, namun bagi
orang-orang tertentu tiga hari belum tentu cukup. Karena itu persoalan lamanya tenggang ini diserahkan kepada pihak yang melangsungkan
transaksi.
103
Zamakhsyari Hasballah, hal: 118
Universitas Sumatera Utara
69
c. Madzhab Maliki berpendapat bahwa tenggang waktu khiyar asy-syarat ditentukan oleh kebutuhan di lapangan dan ini akan berbeda-beda
tergantung kepada keadaan masing-masing barang. Kalau barang yang dibeli itu mudah rusak seperti buah-buahan, masanya cuma sehari; kalau
pakaian dan barang-barang tahan lama bisa mencapai tiga hari; tetapi kalau barang itu jauh dari jangkauan si pembeli, maka bisa melebihi dari
tiga hari.
Selain itu, Khiyar asy-syarth menurut para pakar fiqih, akan berakhir apabila
104
: a. Akad dibatalkan atau dianggap sah oleh pemilik khiyar, baik melalui
pernyataan maupun tindakan. b. Tenggang waktu khiyar jatuh tempo tanpa pernyataan batal atau
diteruskan jual beli itu dan pemilik khiyar, dan jual beli menjadi sempurna dan sah.
c. Obyek yang diperjualbelikan hilang atau rusak di tangan yangberhak khiyar. Apabila khiyar milik penjual, maka jual beli menjadi batal, dan
apabila khiyar menjadi hak pembeli, maka jual beli itu menjadi mengikat, hukumnya berlaku, dan tidak boleh dibatalkan lagi oleh pembeli.
d. Terdapatnya pertambahan nilai obyek yang diperjualbelikan di tangan pembeli dan hak khiyar ada di pihaknya. Apabila penambahan itu
berkaitan erat dengan obyek jual beli dan tanpa campur tangan pembeli, seperti susu kambing, atau penambahan itu akibat dan perbuatan pembeli,
seperti rumah di atas tanah yang menjadi obyek jual beli, maka hak khiyar menjadi batal. Akan tetapi apabila penambahan itu bersifat terpisah dan
obyek yang diperjualbelikan seperti anak kambing yang lahir atau buah- buahan di kebun, maka hak khiyar tidak batal, karena obyek jual beli
dalam hal ini adalah kambing atau tanah dan pohon, bukan hasil yang lahir dan kambing atau pohon itu.
e. Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah, khiyar juga berakhir dengan wafatnya pemilik khiyar, karena hak khiyar bukanlah hak yang boleh
diwariskan. Menurut ulama Malikiyah dan Syafi’iyah hak khiyar tidak batal, karena menurut mereka, hak khiyar boleh diwarisi ahli waris. Hal
ini, demikian kata mereka, sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang mengatakan: “Siapa yang meninggalkan harta dan hak, maka semuanya
itu untuk ahli waris”. H.R. Ahmad Ibn Hanbal,abu Daud, dan Ibn Majah
104
Hasballah Thaib, Op. Cit., hal: 31-32
Universitas Sumatera Utara
70
3. Khiyar at- Ta’yin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang