54
keseimbangan itu, baik keseimbangan antara apa yang diberikan dan apa yang diterima maupun keseimbangan dalam memikul resiko. Asas keseimbangan
dalam transaksi antara apa yang diberikan dengan apa yang diterima tercermin pada dibatalkannya suatu akad yang mengalami ketidakseimbangan
prestasi yang mencolok. Asas keseimbangan dalam memikul resiko tercermin dalam larangan terhadap transaksi riba, dimana dalam konsep riba hanya
debitur yang memikul segala resiko atas kerugian usaha, sementara kreditor bebas sama sekali dan harus mendapat prosentase tertentu sekalipun pada saat
dananya mengalami kembalian negatif.
6. Asas Kemaslahatan Tidak Memberatkan
Dengan adanya kemaslahatan dimaksudkan bahwa akad yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh
menimbulkan kerugian mudharat atau keadaan memberatkan masyaqqah. Apabila dalam pelaksanaan akad terjadi suatu perubahan keadaan yang tidak
dapat diketahui sebelumnya serta membawa kerugian yang fatal bagi pihak bersangkutan sehingga memberatkkannya, maka kewajibannya dapat diubah
dan disesuaikan kepada batas yang masuk akal.
7. Asas Amanah
Dengan asas amanah dimaksudkan bahwa masing-masing pihak haruslah beritikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak dibenarkan
salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya. Dalam kehidupan masa kini banyak sekali objek transaksi yang dihasilkan oleh satu pihak
melalui suatu keahlian yang amat spesialis dan profesionalisme yang tinggi sehingga ketika ditransaksikan, pihak lain yang menjadi mitra transaksi tidak
banyak mengetahui seluk beluknya. Oleh karena itu, ia sangat bergantung kepada pihak yang menguasainya.
Begitupun dalam hukum Islam, terdapat suatu bentuk perjanjian yang disebutkan perjanjian amanah, salah satu pihak hanya bergantung kepada
informasi jujur dari pihak lainnya untuk mengambil keputusan untuk menutup perjanjian bersangkutan. Diantara ketentuannya, adalah bahwa bohong atau
penyembunyian informasi yng semestinya disampaikan dapat menjadi alasan pembatalan akad bila dikemudian hari ternyata informasi itu tidak benar yang
telah mendorong pihak lain untuk menutup perjanjian. Contoh paling sederhana dalam hukum Islam adalah akad murabahah, yang merupakan salah
satu bentuk akad amanah. Pada zaman sekarang wilayah akad amanah tidak hanya dibatasi pada akad seperti murabahahh, tetapi juga meluas ke dalam
akad takaful asuransi bahkan juga banyak akad yang pengetahuan mengenai objeknya hanya dikuasai oleh salah satu pihak saja.
8. Asas keadilan .
Keadilan adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua hukum. Dalam hukum Islam, keadilan langsung merupakan perintah Al-Quran yang
menegaskan, “berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”[QS. 5:8]. Keadilan merupakan sendi setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.
Universitas Sumatera Utara
55
Sering kali di zaman modern akad ditutup oleh satu pihak dengan pihak lain tanpa memilki kesempatan untuk melakukan negoisasi mengenai klausul akad
tersebut, karena klausul akad itu telah dibakukan oleh pihak lain. Sehingga tidak mustahil bahwa dalam pelaksanaannya akan timbul kerugian kepada
pihak yang menerima syarat baku itu karena didorong kebutuhan. Dalam hukum Islam kontemporer telah diterima suatu asas bahwa demi keadilan
syarat baku itu dapat diubah oleh pengadilan apabila memang ada alasan untuk itu.
Asasnya adalah
bahwa akad,
seperti dikemukakan
terdahulu, wajib
dilaksanakan dalam semua kandungannya. Dan juga harus memuat asas-asas yang tersebut diatas. Namun terdapat perjanjian di mana salah satu pihak tidak dapat
membuat penawaran karena klausul perjanjian itu telah dibakukan sedemikian rupa, dan pihak tersebut tidak punya pilihan kecuali menerimanya. Inilah yang terjadi
dengan apa yang disebut dengan akad baku ‘aqd al-is’an atau pun kontrak baku. Tidak mustahil terjadi kemungkinan bahwa klausul akad tersebut kemudian ternyata
sangat memberatkan pihak yang menerimanya, tanpa dapat menawar. Bagaimana pihak tersebut harus melaksanakannya?
Perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh dua pihak di mana salah satu pihak menstandarkan klausul-klausulnya kepada pihak lain yang tidak
mempunyai kebebasan untuk melakukan tawar menawar dan tidak mempunyai pilihan kecuali menerimanya. Dan mengenai penanda-tanganannya, meskipun si
penanda-tangan tak membacanya, ia dianggap telah menyetujui isinya.
88
Ciri yang menandai akad baku ini adalah adanya keterkaitan dengan penguasaan hajat orang banyak, adanya penguasaan yang luas oleh suatu pihak
karena melibatkan ekonomi usaha besar yang tidak dapat dilakukan oleh semua
88
G. H. Treitel , Law of Contract, Eight Edition, Sweet Maxwell, International Syudent Editions, London, 1991, dalam Syahril Sofyan, Op. Cit., hal: 244
Universitas Sumatera Utara
56
orang, dan penawarannya biasanya ditujukan kepada umum dengan klausul yang sama dan bersifat terus menerus dan biasanya tercetak serta detail dan tidak dapat
ditawar-tawar.
89
Secara praktikal kontrak baku ini sangat praktis dan ekonomis bagi para
pelaku bisnis karena dapat disiapkan dengan waktu yang singkat bila kapan saja dibutuhkan ketika harus menghadapi kastemernya, akan tetapi patut juga dicermati
dan diwaspadai bahwa dengan penanda-tanganan suatu akad baku ini telah menempatkan kedudukan sang kastemer dalam posisi yang lemah dan tidak seimbang
dengan pelaku bisnis itu sendiri, padahal dari sudut pandang ekonomi pelaku bisnis itu berada dalam posisi sebagai pihak yang kuat dan yang menurut ajaran atau teori
fidusia maupun filosofi bangsa kita tidak patut diperlakukan sewenang-wenang, karena hukum kontrak menentukan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak dan perjanjian itu harus
dilaksanakan dengan itikad baik
90
. Dilaksanakan dengan itikad baik bermakna bahwa itikad baik itu secara
normatif harus ada sesudah sampai pada tahap kontrak baku tersebut telah ditanda- tangani oleh kedua belah pihak, padahal kalau kita perhatikan alam terkembang ini
adalah sangat sulit diterima logika akal sehat suatu perjanjian akan dilaksanakan dengan itikad baik kalau ternyata didahului dengan hal-hal yang sukar dilihat itikad-
baik dari pelaku bisnis yang menghindari tanggung jawab atau konsekwensi serta
89
Syamsul Anwar, Op. Cit., hal: 318-319
90
Syahril Sofyan, Op. Cit., hal: 242
Universitas Sumatera Utara
57
resiko kontrak yang sudah ada dalam kontrak baku yang telah ditandatangani. Pada titik ini terlihat upaya dari pelaku usaha itu untuk senantiasa mengelak atau
menghindar dari kewajiban untuk tetap memenuhi tanggung-jawabnya sebagai pelaku bisnis menurut hukum, dan ini terlihat dengan dicantumkannya klausula-klausula
dalam perjanjian atau kontrak baku itu yang memberikan posisi hukum yang lebih kuat kepada pelaku usaha daripada kastemernya dan sebagai konsekwensinya para
kastemer senantiasa tak mendapatkan pelayanan dan perlindungan hukum yang mereka harapkan dari pelaku usaha itu.
91
Tapi tidak dapat dipungkiri, keadaan dimana posisi kastemer yang lemah ketika dihadapi dengan akad baku memberi kesempatan kepada pembuat akad
tersebut untuk melakukan penipuan dimana dengan sengaja dengan kehendak dan pengetahuan memunculkan kesesatan pada kastemer tersebut. Penipuan tersebut
dikatakan terjadi tidak saja bilamana suatu fakta tertentu dengan sengaja tidak
diungkapkan atau disembunyikan, tetapi juga suatu informasi keliru dengan sengaja diberikan ataupun terjadi dengan tipu daya lain demi tercapainya tertutupnya akad
tersebut.
92
Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, maka pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk
menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian, pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk
91
Ibid, hal: 242-243.
92
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotarian, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008, hal: 373
Universitas Sumatera Utara
58
menentukan klausula-klausula tertentu dalam kontrak baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuatdirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak
ditemukan lagi dalam perjanjian baku, karena format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat. Oleh karena yang merancang format dan
isi perjanjian adalah pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat, maka dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang menguntungkan
baginya atau meringankanmenghapuskan beban-bebankewajiban-kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi bebannya.
93
Keadaan akad yang seperti ini dapat kita lihat pada Kasus antara PT. Bank Syariah Mandiri melawan PT. Atriumasta Sakti. Dimana kedua belah pihak telah
sepakat dalam membuat akad pembiayaan murabahah No 53 tanggal 23 Februari 2005 dihadapan Efran Yuniarto, SH., Notaris di Jakarta. Permasalahan muncul disaat
PT. Atriumasta Sakti merasa bahwa PT. Bank Syariah Mandiri telah cidera janji dengan tidak mengeluarkan pencairan dana tahap kedua seperti yang dijanjikan,
selain itu ternyata pada akad murabahahnya, bentuk perjanjiannya ternyata mengambil konstruksi kredit modal kerja yang biasa digunakan pada bank
kovensional,yang sudah pasti bertentangan dengan prinsip pembiayaan murabahah yang merupakan akad jual beli. Selain itu margin yang ditetapkan dalam perjanjian
murabahah berupa ceiling price yang berubah-ubah secara tidak pasti uncertain tidak ditentukan secara lump sum pertahun tetapi ditetapkan dalam prosentase
93
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012, hal: 58
Universitas Sumatera Utara
59
pertahun seperti halnya bunga pada perbankan konvensional yang menurut prinsip syariah adalah riba yang haram hukumnya. Tak hanya itu saja, tentang pembebanan
bunga dalam surat sanggup promes yang sama artinya dengan riba, dan karenanya juga melanggar prinsip syariah. Dan terakhir akad pembiayaan No. 53 tersebut
sekaligus merupakan akad transaksi jual beli antara pemasok dan bank, dan juga jual beli antara bank dengan nasabah yang hanya dibuat dalam satu akad saja, hal ini
sudah tentu bertentangan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional No.04DSN- MUIIV2000 tentang Murabahah.
Dari kasus diatas jelas terlihat adanya unsur penipuan dalam akad murabahah yang jelas sekali dilarang oleh syariat Islam. Dimana pada akad murabahah yang
dipakai adalah menggunakan standar pada perjanjian diperbankan konvensional, tetapi justru tidak berdasarkan prinsip perjanjian perbankan syariah seharusmya.
Tidak hanya itu saja, terdapat ketidak pastian terhadap ceiling price yang diselalu berubah-ubah seperti halnya penerapan bunga pada bank konvensional dan menurut
prinsip syariah ini dinamakan riba yang haram hukumnya. Selain itu dalam hal terdapatnya 2 dua akad dalam satu transaksi bersamaan, dimana hal ini juga sudah
bertentangan dengan syariah Islam.
94
Keadaan peristiwa diatas jelas terlihat sangat memberatkan pihak nasabah bahkan
menimbulkan kerugian bagi dirinya. Maksud dari keadaan memberatkan disini dan dalam hukum perjanjian Syariah adalah suatu peristiwa luar biasa yang di
94
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisi Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hal: 94
Universitas Sumatera Utara
60
luar kemampuan para pihak dan yang terjadi secara tidak terduga sebelumnya, serta menyebabkan pelaksanaan isi perjanjian yang sangat memberatkan salah satu pihak
dan menimbulkan kerugian yang fatal. Dalam hal ini bagi pihak yang dirugikan tersebut dapat melaksanakan opsi khiyar yang dimilikinya apakah akan membatalkan
akad tersebut atau tetap meneruskannya Jika ia memilih untuk membatalkan kontrak itu haruslah mengajukan kepada pihak yang berwenang atau pengadilan. Oleh karena
sebagai pihak yang ditipu, ia berhak melakukan pembatalkan akad tersebut Dengan demikian, akad kontrak yang dibuatnya tidak terlaksanakan sebagaimana mestinya,
sebab ia sebagai pihak yang ditipu sudah menderita rugi dengan adanya kontrak tersebut.
Penipuan tidak dipersangkakan, melainkan harus dibuktikan. Dengan kata lain, pihak tertipu, agar dapat meminta pembatalan perjanjian, harus membuktikan di
depan hakim bahwa ia tidak telah menutup perjanjian bersangkutan, setidaknya tidak dengan syarat tersebut kalau tidak karena adanya penipuan yang dilakukan oleh pihak
lawan janji.
95
95
J. Satrio, Hukum Kontrak: Teori dan Tekhnik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hal: 359
Universitas Sumatera Utara
61
BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK YANG
DIRUGIKAN DALAM AKAD YANG MENGANDUNG UNSUR PENIPUAN A. Khiyar Hak Opsi
Hukum Islam memberikan dan membenarkan kepada para pihak yang melakukan akad perjanjian
untuk menggunakan semacam pilihan yang telah
disediakan oleh Syariat Islam untuk memasuki kontrak supaya dalam pelaksanaanya benar-benar akan memberikan hasil yang memuaskan bagi para pihak, dan pilihan itu
idealnya dituangkan dalam atau dicantumkan dalam redaksi akad yang dibuat oleh para pihak saat akan memulai transaksi bisnis atau muamalah diantara keduanya,
karena Islam menghendaki transaksi bisnis itu dilaksanakan tertulis berbasis keridhoan diantara para pihak
96
Dalam Hukum Islam, pilihan ini disebut dengan khiyar atau hak pilih. Dimana khiyar ini ditetapkan syariat Islam bagi mereka yang melakukan transaksi perdata
agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan dikemudian harinya, sehingga kemashlahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan yang diharapkan.
97
Secara etimologi, khiyar artinya adalah “memilih, menyisihkan, dan mengayak”. Secara umum artinya adalah menentukan yang terbaik dari dua hal
atau lebih untuk dijadikan orientasi.
98
96
Syahril Sofyan, Op. Cit., hal: 128
97
Hasballah Thaib, Hukum Aqad Kontrak Dalam Fiqih Islam dan Praktek Di Bank Sistem Syari’ah, Medan: Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2005, hal: 22
98
Zamakhsyari Hasballah, Op. Cit., hal: 110
61
Universitas Sumatera Utara
62
Secara terminologis, al-Zuhaily mendefenisikan khiyar adalah hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan kontrak untuk meneruskan atau
tidak meneruskan kontrak dengan mekanisme tertentu.
99
Pengertian Khiyar menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah KHES Pasal 20 ayat 8 adalah hak pilih bagi penjual dan pembeliuntuk melanjutkan atau
membatalkan akad jual beli yang dilakukannya. Ada beberapa hikmah yang disampaikan ulama fiqh dalam pensyariatan al-
Khiyar, diantaranya
100
: 1. Membuktikan dan mempertegas adanya kerelaan dari kedua belah pihak. Oleh
sebab itu, syariat hanya menetapkan dalam kondisi tertentu saja, atau ketika salah satu pihak yang bertransaksi menegaskannya sebagai persyaratan.
2. Memperkecil kelemahan transaksi dipermulaan karena tidak adanya informasi yang lengkap. Bisa juga ada keraguan dan sejenisnya yang menyebabkan
kerugian para transaktor pelaku transaksi. 3. Memberikan kesempatan kepada pelaku transaksi untuk melihat kembali
transaksinya agar mendapatkan kebaikan dan menutupi kebutuhannya dalam jual beli.
4. Memberikan kesempatan untuk bermusyawarah dan berfikir ulang dengan cara memberikan waktu merujuk kepada para ahli yang ia percayai tentang
kesesuaian harga dan barang, sehingga terlepas dari perasaan dibohongi atau dirugikan sekali.
5. Memberikan kemudahan kepada pemilik harta dan menutup kesempatan orang yang rakus berbuat sesuka hati. Hal ini dengan menjadikan adanya
kesempatan untuk melihat dan memeriksa barangnya. Tujuannya agar para pelaku bisnis bertransaksi di atas ilmu dan kejelasan sehingga tidak terjadi
penyesalan setelah terjadinya transaksi tersebut.
6. Memberikan kesempatan kepada pelaku transaksi untuk menggagalkannya apabila terjadi kesalahan atau adanya penolakan untuk memperbaiki
keadaannya.
99
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh al Islami wa Adillatuhu, Dar al Fikr al Mu’ashir, Damaskus, Jilid 4, 1997, hal: 3086-3095 dalam Abdul Manan, Hukum ekonomi Syariah Dalam Perspektif
kewenangan Peradilan Agama, Jakarta:Kencana, 2012, hal: 98
100
Zamakhsyari Hasballah, Op. Cit., hal: 111-112.
Universitas Sumatera Utara
63
Pada dasarnya khiyar itu sendiri boleh bersumber dari kedua belah pihak yang berakad, dengan syarat harus ada kesepakatan diantara keduanya untuk memasukkan
klausula khiyar tersebut dalam akad atau perjanjian yang akan dibuat. Adapun jenis- jenis khiyar dalam Hukum Islam adalah sebagai berikut:
1. Khiyar Majlis atau hak pilih dilokasi perjanjian Khiyar al-Majlis