Kesimpulan Temuan Data dan Analisis

8.2. Kesimpulan Temuan Data dan Analisis

Berdasarkan analisis teori yang telah diberikan, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan akhir dari analisis ini. Temuan penting penelitian ini dapat dirangkum menjadi dua bagian besar, yakni temuan teoritik dan empirik. Temuan teoritik penelitian ini mengungkapkan bahwa ternyata konsep identitas etnis tidak cukup untuk menjelaskan fenomena transformasi Orang Keturunan menjadi Cina Benteng. Oleh karena itu, harus ada pembedaan antara konsep identitas dan etnisitas, dimana kedua konsep tersebut saling berhubungan antara satu dan yang lainnya. Penelitian ini telah mendefinisikan bahwa identitas adalah proses identifikasi atas keanggotaan suatu kolektivitas yang fleksibel dan dinamis berubah-ubah menurut

nama, skala, dan intensitas. Diketahui bahwa identitas dan etnis merupakan dua hal yang berbeda dalam konteks sosial tertentu. Maka, teori yang dibangun dalam penelitian ini dapat memberikan pemetaan bagi masing-masing ciri identitas etnis, untuk dikategorikan sebagai identitas atau etnisitas. Dalam hal ini, Orang Keturunan pada Desa Situgadung dapat menjadi sebuah komunitas Cina Benteng yang berbeda, namun tetap dapat diakui sebagai Cina Benteng. Hal ini menunjukkan erlunya pembedaan antara identitas dan etnisitas. Berdasarkan kasus ini, dapat dilihat bahwa pada awalnya anggota komunitas keturunan Cina di Desa Situgadung secara objektif memiliki ciri-ciri fisik dan sosio-kultural sebagai suatu sosok yang lebih mendekatkannya sebagai "orang pribumi." Namun ternyata mereka tidak serta merta menjadi orang Cina Benteng. Dibutuhkan sebuah proses panjang dan berliku sampai akhirnya mereka menjadi orang Cina Benteng. Secara fisik dan sosio-kultural, ia di masa lampau mengidentifikasi dirinya sebagai Orang Keturunan, menjadi Cina Udik, "Cina" hingga akhirnya, dalam beberapa tahun terakhir, ia benar-benar menjadi seorang Cina Benteng. Oleh karena itu, istilah Cina Benteng dapat bersifat kontekstual. Pada suatu konteks sosial, Cina Benteng dapat dilihat sebagai identitas, seperti pada Desa Situgadung dan identifikasi mereka sebagai Orang Keturunan. Namun dalam konteks sosial yang lain, Cina Benteng dapat pula dilihat sebagai etnisitas, seperti Cina Benteng yang didefinisikan secara objektif. Bila dihubungkan dengan tinjauan pustaka, maka penelitian ini memberikan sebuah gambaran baru bagi identitas etnis, teruatama dalam konteks Cina Benteng di Desa Situgadung. Studi yang dilakukan mengenai identitas etnis menganggap indetitas etnis sebagai sebuah kesatuan tunggal, serta memiliki ciri-ciri seperti yang digambarkan pada tabel berikut.

Tabel 8.1. Ciri-Ciri Identitas Etnis Berdasarkan Chandra (2006) dan Trimble

dan Dickson (2010)

No.

Ciri-Ciri

1. Objektif

2. Didasarkan atas kesamaan

3. Mencakup aspek kebudayaan

4. Mencakup aspek garis keturunan

5. Harus diakui oleh pihak luar

Sementara itu, temuan empirik penelitian ini berkisar pada fakta bahwa menjadi seorang etnis Cina bukanlah sesuatu yang taken for granted . Etnis Cina, atau dalam konteks tertantu juga Cina Benteng, mungkin merupakan nama suatu kolektivitas. Namun tidak berarti semua orang yg secara obyektif menjadi anggota, menjadikannya sebagai identitas. Individu memiliki semacam kebebasan untuk menentukan nama kelompok yg dipilihnya, cakupan besar kelompoknya, dan kadar keetnisan yg dipilihnya. Melalui proses yang sudah dijelaskan, individu mengalami sosialisasi, afiliasi dan signfikansi yang mengarahkannya untuk mengekslusikan atau mengiklusikan dirinya ke dalam keangotan suatu kelompok. Selain itu, temuan empirik lainnya dalam penelitian ini menyatakatakan bahwa identitas etnis Cina merupakan sebuah entitas yang rumit dan beragam. Mulai dari yang paling dekat dengan pribumi hingga yang paling lekat dengan kebudayaan Cina secara ekstrim.

Namun, penelitian ini juga membenarkan studi yang dilakukan oleh Ting dan Ling (2011). Ting dan Ling (2011) menunjukkan bahwa identifikasi identitas etnis Cina di Sarawak, Malaysia tidak berbading lurus dengan penggunaan atribut kebudayaan etnis, terutama bahasa. Penelitian ini mengkonfirmasi studi Ting dan Ling (2011) meski memberikannya dalam konteks Cina Benteng di Desa Situgadung, yang prosesnya sangat berbeda dengan konteks masyarakat Sarawak, Malaysia. Dalam kasus ini, kita mengenathui berdasarkan pemaparan Informan A bahwa ke- Cina-an tidak didefinisikan oleh pelaksanaan ritual dan penggunaan bahasa. Namun, Informan A mengatakan bahwa ke-Cina-an didefinisikan sebagai kemampuan berdagang dan afiliasi pad Agama Kristen. Ini merupakan fenomena lokal atas Namun, penelitian ini juga membenarkan studi yang dilakukan oleh Ting dan Ling (2011). Ting dan Ling (2011) menunjukkan bahwa identifikasi identitas etnis Cina di Sarawak, Malaysia tidak berbading lurus dengan penggunaan atribut kebudayaan etnis, terutama bahasa. Penelitian ini mengkonfirmasi studi Ting dan Ling (2011) meski memberikannya dalam konteks Cina Benteng di Desa Situgadung, yang prosesnya sangat berbeda dengan konteks masyarakat Sarawak, Malaysia. Dalam kasus ini, kita mengenathui berdasarkan pemaparan Informan A bahwa ke- Cina-an tidak didefinisikan oleh pelaksanaan ritual dan penggunaan bahasa. Namun, Informan A mengatakan bahwa ke-Cina-an didefinisikan sebagai kemampuan berdagang dan afiliasi pad Agama Kristen. Ini merupakan fenomena lokal atas

Dalam kasus ini, Orang Keturunan di Desa Situgadung dapat menjadi Cina Benteng versi lokal. Perubahan identitas mereka yang pada awalnya merupakan pemaknaan subjektif kemudian dapat diakui secara objektif oleh berbagai pihak. Fenomena ini telah dijelaskan secara mendalam pada bagian-bagian sebelumnya, mulai dari Bab 4 hingga Bab 6 ini. Berdasarkan fenomena yang telah dijabarkan, yang menjadi pertanyaan penting bagaimana sebuah komunitas yang tidak memiliki hubungan sejarah dapat menjadi komunitas lain. Sebab, pada sebuah komunitas yang awalnya mengidentifikasi diri secara subjektif, namun pada akhirnya diakui secara subjektif. Bab 2 telah memberikan definisi ilmiah akan Cina Benteng secara objektif, yakni penduduk Cina Peranakan yang tinggal di daerah sekitar kota Tangerang. Bab 4 telah memberikan sejarah akan asal-usul komunitas Orang Keturunan yang ternyata diakui tidak memiliki hubungan dengan Cina Benteng secara objektif. Bab 5 telah memberikan pemaparan akan sejarah perubahan identitas Orang Keturunan ke Cina Benteng yang disebabkan oleh banyak fenomena. Dapat diketahui bahwa dapat mengaku sebagai Cina Benteng, memiliki dinamika perubahan identitas yang khas, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ditambah dengan fakta bahwa kini penduduk Orang Keturunan telah berhasil menciptakan konsep identitas Cina Benteng versi lokal. Maka diperlukan sebuah teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena sebuah komunitas yang pada awalnya secara subjektif mengaku sebagai Cina Benteng, kemudian dapat diakui secara objektif sebagai Cina Benteng versi lokal.

Selama ini, pemilihan identitas etnis didefinisikan entah itu secara Positivis (Realita Objektif) atau secara Post-Modern (Realita Subjektif) saja. Berdasarkan Realita Objektif, etnisitas merupakan sekelompok individu dengan berbagai kesamaan dan diakui baik oleh pihak eksternal maupun internal. Sementara Realita

Subjektif melihat etnisitas tidak memiliki definisi sebagai pakem. Pandangan Positivis melihat Realita Objektif akan lebih berpengaruh ketimbang Realita Subjektif. Sementara pandangan Post-Modern melihat Realita Subjektif akan lebih berpengaruh ketimbang Realita Objektif. Temuan ini setidaknya dapat memberikan tambahan, sebab, kasus lapangan menunjukkan bahwa terdapat dua alasan yang membuat perubahan identitas Cina Benteng di Desa Situgadung bersifat unik.

a. Dalam konteks Desa Situgadung, pandangan teoritis yang paling nampak dalam sebenarnya tergantung entah itu Realita Objektif atau Subjektif.

Namun, asal ada yang disebut sebagai sebuah “prestise”. Jika Realita Objektif lebih memiliki “prestise”, maka individu akan lebih terpengaruh pada Realita

Objektif. Begitupun sebaliknya, bila Realita Subjektif lebih memiliki “prestise”, maka individu akan lebih terpengaruh pada Realita Subjektif.

b. Fenomena Cina Benteng di Desa Situgadung tidak menunjukkan bahwa pengakuan objektif merupakan faktor utama dalam menentyukan identitas Cina Benteng pada Desa Situgadung. Sebab, pada awalnya, komunitas Orang Keturunan secara subjektif mengaku sebagai Cina Benteng versi lokal. Baru kemudian mereka diakui secara objektif sebagai Cina Benteng. Fenomena ini menunjukkan bahwa baik pengakuan subjektif dan objektif belum tentu mendominasi pilihan individu terhadap suatu kolektivitas. Rasionalitas-lah yang menentukan apakah identifikasi subjektif atau objektif yang lebih bersifat menguntungkan bagi individu.

Dari penjelasan yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa fenomena pengakuan identitas Cina Benteng merupakan perpaduan antara Realita Subjektif dan Realita Objektif. Sebab, pada fase awal perubahan identitas, anggota komunitas Orang Keturunan mengidentifikasi secara subjektif bahwa mereka adalah Cina Benteng versi lokal. Barulah kemudian mereka diakui secara objektif sebagai Cina Benteng. Bila dihubungkan dengan analisis sebelumnya, nampak bahwa baik Realita

Subjektif maupun Realita Objektif masing-masing tidak memiliki pengaruh yang dominan dalam menentukan identitas Cina Benteng.

Teori ini merupakan hasil abstraksi dari temuan lapangan yang telah dianalisis. Sejauh ini, peneliti dapat mengatakan bahwa teori ini berlaku dalam konteks masyarakat Cina Benteng di Desa Situgadung. Namun, peneliti merasa bahwa teori yang telah peneliti konstruksikan perlu untuk diuji dalam konteks masyarakat yang berbeda. Terutama dalam konteks komunitas Cina Peranakan dalam konteks yang berbeda. Hal ini dirasa perlu untuk dilakukan, mengingat kompleksitas multikultural masyarakat Indonesia bersifat rumit.