Pak, bapak bisa cerita lebih dalem lagi

P: Pak, bapak bisa cerita lebih dalem lagi

tentang perkawinan bapak dengan ibu?

I: Saya, sebenarnya…perkawinan saya dengan

istri saya itu atas perintah dari bapak. Atas perintah dari abah. Wallahualam apakah abah sudah punya firasat di masa depan akan ada apa, tapi, itulah yang abah sampaikan kepada saya. Meskipun pada awalnya saya tidak begitu dekat sama Nelly, istri saya sekarang. Saya dulu sering bergaul sama cewek. Dulu kan belum tua kayak gini, heheh. Ya, sebagai anak muda, saya punya temen deket, kataknlah paca. Namanya Muriah, rumahnya deket. Masih seberang jalan, hitungannya, kurang lebih 150 meter ada dari rumah saya. Kita pacaran. Teman dekat dari Muriah itu Nelly, yang sekarang jadi istri saya. Nelly sering main ke rumahnya, hampir setiap waktu, sering. Bahkan saat saya nyamperin Muriah buat pacaran di rumahnya. Sampe-sampe, saya sering juga kalo mau titip salam ke Muriah,lewat Nelly,”Nel, tolong sampaikan ya, ke Muriah…” Begitu!

Kalo pacaran juga kadang-kadang di rumah Nelly. Karena dia sering juga main, mampir ke rumahnya. Hingga kita udah menyiapkan kain panjang untuk melamar masing-masing, udah sampe tingkatan itu! Tiba-tiba, suatu hari, abah manggil,”Dek, sini,dek.” Lalu abah bilang, “Tuh, coba kamu deketin anak tiri dari Soen Bie itu, abah mau, kamu nikah sama dia.” Waduh, saya kaget, yang satu Kristen, sementara saya Islam. Kemudian keluarganya, bapaknya beragama Buddha. Selain agamanya beda, Nelly sudah dilamar pula! Tapia bah bilang ke saya waktu itu, “Abah nggak maksa kamu dis, barangkali kalau belum jodoh bisa saja. Kamu coba katakan saya kepada Nelly.”

Seperti itu. Kemudian, jam tiga kita bicara seperti itu, jam empat saya udah mau ketemu sama istri saya di rumahnya. Abah punya alesan waktu itu, katany a, “Kalau kamu nikah mau dengan keaksian bapak, nikahi Nelly.”

Seperti itu. Jadi, itu dadakan, saya jalan ke rumahnya istri saya setelah solat Ashar di mesjid, arah pulang ke rumahnya, kurang lebih 150 meter ada. Kemudian saya bertemu dengan encik istri saya. Saya bilang kepada encik,

“Cik, saya mau ngajak ngomong encik, saya sekedar mau ngasih pesan dari abah, abah juga berpesan agar encik tidak marah setelah

mendengar ini.” “Iya.” Katanya. Lalu saya sampaikan apa saja yang sudah disampaikan

abah, dan bapak istri saya hanya diam saja. Kemudian nangis, kurang lebih 17 menit, tapi tidak berkata apa-apa. Yang membuat saya kaget, setelah itu encik bukan sedih karena anaknya harus meninggalkan agamanya, bukan itu, tapi Encik bingung, kalo nggak diterima, sama Abah nggak enak, kalo nolak si Nelly juga udah dilamar. Saya akhirnya pulang lagi. Tapi kemudian saya dipanggil lagi, setelah tersangkut di pintu keluar rumah. Itu kan bentuk pintunya pintu dorong, nah, baju saya tersangkut di sana. Keluarlah neneknya, saya menceritakan kembali. Beliau berkata, “Pak penghulu orangnya baik banget, coba saja kamu langsung bicarakan ke Nelly, siapa tau, dia mau.” Nelly saat itu sedang bekerja di konveksi. Maka saya ke tempatnya dengan maksud untuk menjemputnya. Saya ajak dia untuk pulang bareng. Lalu saya mulai menceritakan kepadanya, “Kata abah, kita suruh nikah.” “Kita suruh nikah?” Dia balik tanya ke saya. “Ya.” Istri saya malah ketawa. Dikiranya waktu istu saya lagi bercanda, makanya dia sampai ketawa. Kemudian setelah beberapa menit, istri saya kembali bertanya, “Bener nih?” ”Iya, yang nyuruh abah.” Barulah saat itu dia baru sadar.Nelly pun langsung mau, kalau memang kata abah seperti itu. “Tolong sampaikan ke Abah.” Katanya, bahwa dia

akhirnya juga mau masuk Islam. Pada saat itulah, cincin kawinnya Nelly, dikembalikan ke Curug. Ke tunangannya yang orang Chinese, namanya Tjan Poh. Tjan Poh, menerima kembali cincin itu, dan nggak ngambek! Iya. Salah satu yang membuat istri saya mudah untuk mau masuk Islam, Karena dia juga mendengar kabar bahwa bapaknya telah bercerai dengan istrinya, dan udah masuk Islam, ke Ciomas. Pulang kampung. Sudah

kawin sama orang Islam. Jadi Nelly itu adalah pribumi yang dipungut sama Cina sin keh. Bapaknya aslinya pribumi, hanya dipungun sama keluarga Sin Keh. Singkat cerita, kita akan menikah. Rencananya pernikahan dilaksanakan hari Senin. Kemudian, tinggal berapa hari lagi sebelum Senin, penghulu menelpon, katanya pernikahan tidak bisa dilaksanakan hari ini. Ia sedang ada halangan hari Senin. Lalu saya pikir, “Kenapa nggak anak buahnya aja?” Saya menduga, karena abah memang orang yang dianggap sangat penting oleh penghulu. Maklum mungkin dia ingin langsung hadir menyaksikan pernikahan saya. Akhirnya jadi hari Selasa, minggu depannya, setelah tertunda. Sampai sekitar sebulan kemudian akhirnya saya dipanggil sama Abah. Saya disuruh berbaring, jidatnya kena lutut Abah. “Abah mau ngomong.” Katanya begitu. “Tolong jaga istrimu, dia rela keluar dari budayanya.” “Abah hari Selasa mau pulang.” Katanya abah sudah didatengin sama seseorang berpakaian putih yang ngasih kabar itu. Saya nggak percaya. Saya tungguin sampe hari Selasa, nggak dateng. Sampe terus Selasa berikutnya, nggak dateng. Selasa ketiga, itu hari libur pas Idul Adha. Setelah kita Solat Ied, kebetulan abah nggak hadir saat itu karena masih sakit. Saya juga pas abis selese solat sempet liat keadaan abah di rumah, masih nggak apa-apa. Kemudian, pak Agus, tetangga abah, datang pas abis solat Ashar, sehabis saya main bulu tangkis. Beliau menyuruh saya untuk liat kondisi abah. Saya lihat abah, dan memangku

tanya, “Abah?””Hmm?” Dia cuma menjawab begitu.

kepalanya.

Saya

Kemudian, bapak meninggal dipangkuan saya. Seperti yang waktu itu pernah saya ceritakan sebelumnya. Kejadiannya taun 1982. Bapak meninggal taun 1982. Istri saya baru kenal tiga minggu kenal sama Abah, sejak kita dinikahi. Tapi istri saya sudah sangat menghormati abah. Istri saya itu mantu kesayangan abah. Orangnya menurut saya, tegar sekali. Soalnya, Kemudian, bapak meninggal dipangkuan saya. Seperti yang waktu itu pernah saya ceritakan sebelumnya. Kejadiannya taun 1982. Bapak meninggal taun 1982. Istri saya baru kenal tiga minggu kenal sama Abah, sejak kita dinikahi. Tapi istri saya sudah sangat menghormati abah. Istri saya itu mantu kesayangan abah. Orangnya menurut saya, tegar sekali. Soalnya,

abah biasanya manggil istri saya dengan sebutan Enok. Lalu kemudian ada do’a, yang, saya sudah lupa do’anya do’a apa. Itu pake

bahasa Sunda. Di bawah kulit, di tangannya. Sulit memang untuk dilogikakan, tapi memang seperti itu kenyataannya. Barulah setelah itu saya langsung cerai dua-duanya. Saya pun ke istripoligami juga tidak pernah melakukan apapun layaknya suami-istri. Saya kalo mampir cuman numpang makan, kalo kerumahnya. Ngobrol aja seadanya. Tidur, satu jam, pulang. Seperti itu. Setelah cerai, tulisannya, ilang! Saya juga kurang mengerti kenapa abah semasa hidupnya punya pengaruh yang bener-bener kuat di masyarakat. Sampe nggak jarang masyarakat seperti tergiring pikirannya, contohnya istri saya dan calon suaminya waktu itu, Tjan Poh.

P: Ada anaknya lagi yang abah nikahkan sama

orang Chinese?

I: Diantara saudara saya, sembilan semuanya, saya adalah yang satu-satunya nikah sama orang Chinese. Termasuk istri saya juga mantu yang paling dijaga sama abah. Soalnya kata abah, saya adalah keturunan yang disayangi sama nenek moyang. Abah juga pernah mengatakan kalau saya termasuk anak pandai. Karena dari dulu saya suka ditiupin di ubun-ubun saya

sama abah, sambil dibacakan “Alam Nasyarah”. Itu kata abah bisa mengencerkan pikiran, katanya. Saya, baru mengetahui kalo saya merupakan keturunan yang disayang oleh nenek moyang, ketika suatu hari saya rebahan di abah, supaya kepala saya bisa ditiup lagi sama abah. Saat itu abah berkata kalo asa adalah anak kesayangan nenek moyang. Saya baru sadar, itu bukan abah. Setelah saya tanya, ternyata beliau adalah Uyut Demang yang sedang dalam wujud abah. Berkat abah, kata orang, saya tidak pernah ke pesantran, tapi katanya ilmunya berimbang sama yang udah ke pesantren. Saya tidak pernah kuliah, tapi kata orang ilmu saya berimbang sama yang udah kuliah. Penyebabnya tak lain…katanya tiupan dari orang tua. Sampai saya pernah bertemu dengan Ulama Kyai Haji Muchtar bin Hassan, almarhum, sejak tahun 1980’an. Salah satu penghapal al- Qur’an pertama di desa ini. Abah Nasihun itu muridnya. Beliau juga pernah terkesan dengan saya. Ceritanya waktu itu saya masih kelas satu SMP. Kepala sekolah mengungumkan kalo dia butuh seorang siswa untuk memberikan pidato singkat di depan kepala Departemen Agama, Akah Basyumi, di KUA Serpong pada saat acara perayaan Maulid Nabi. Jadi, ceritanya akan ada satu murid Madrasah Tsanawiyah yang berprestasi untuk memberikan pidato singkat sebelum kyai. Saya yang masih kelas satu dipilih kepala sekolah, loh, saya pikir, kenapa nggak yang kelas tiga aja? Karena ya, salah aja nggak malu, orang namanya aja masih kelas satu. Begitu kan? Heheh. Saya tidak tegang waktu itu, karena saya masih terlalu muda, jadi nggak ngerti. Yang saya inget sampe sekarang, waktu saya naik mimbar, saya pidato, ada abah. Abah diem aja. Setelah saya berpidato, 10 menit kurang lebih. Selesai. Jemaah tepuk tangan. Tapi pidato kyai saya tidak denger, karena saya langsung disuruh kembali ke sekolah. Ada kelas seperti biasa. Pas pulang abah panggil saya. “Tadi ada anak kecil, ada anak sama abah, sambil dibacakan “Alam Nasyarah”. Itu kata abah bisa mengencerkan pikiran, katanya. Saya, baru mengetahui kalo saya merupakan keturunan yang disayang oleh nenek moyang, ketika suatu hari saya rebahan di abah, supaya kepala saya bisa ditiup lagi sama abah. Saat itu abah berkata kalo asa adalah anak kesayangan nenek moyang. Saya baru sadar, itu bukan abah. Setelah saya tanya, ternyata beliau adalah Uyut Demang yang sedang dalam wujud abah. Berkat abah, kata orang, saya tidak pernah ke pesantran, tapi katanya ilmunya berimbang sama yang udah ke pesantren. Saya tidak pernah kuliah, tapi kata orang ilmu saya berimbang sama yang udah kuliah. Penyebabnya tak lain…katanya tiupan dari orang tua. Sampai saya pernah bertemu dengan Ulama Kyai Haji Muchtar bin Hassan, almarhum, sejak tahun 1980’an. Salah satu penghapal al- Qur’an pertama di desa ini. Abah Nasihun itu muridnya. Beliau juga pernah terkesan dengan saya. Ceritanya waktu itu saya masih kelas satu SMP. Kepala sekolah mengungumkan kalo dia butuh seorang siswa untuk memberikan pidato singkat di depan kepala Departemen Agama, Akah Basyumi, di KUA Serpong pada saat acara perayaan Maulid Nabi. Jadi, ceritanya akan ada satu murid Madrasah Tsanawiyah yang berprestasi untuk memberikan pidato singkat sebelum kyai. Saya yang masih kelas satu dipilih kepala sekolah, loh, saya pikir, kenapa nggak yang kelas tiga aja? Karena ya, salah aja nggak malu, orang namanya aja masih kelas satu. Begitu kan? Heheh. Saya tidak tegang waktu itu, karena saya masih terlalu muda, jadi nggak ngerti. Yang saya inget sampe sekarang, waktu saya naik mimbar, saya pidato, ada abah. Abah diem aja. Setelah saya berpidato, 10 menit kurang lebih. Selesai. Jemaah tepuk tangan. Tapi pidato kyai saya tidak denger, karena saya langsung disuruh kembali ke sekolah. Ada kelas seperti biasa. Pas pulang abah panggil saya. “Tadi ada anak kecil, ada anak

Dis.” “Itu saya, abah.” “Hah?” Abah nggak percaya. “Bener itu kamu?” ”Iya bah.” Abah

wajar kaget waktu itu, karena saya itu orangnya jarang belajar, main terus. Yang abah liat saya itu seperti itu. sampe pernah abah bawa penggaris, karena saya bandel nggak belajar buat baca do’a iftitah. Tapi seperti itu, umur

enem taun saya udah ngajar anak 15 taun. Ngajar ngaji. Di juga SD ranking satu terus, tapi kelas enem ranking tujuh karena bandel. Orang-orang, termasuk abah bilang saya pinter sendiri, orang-orang heran. Saya juga nggak tau kenapa. Tapi barangkali inilah yang dilakukan sama abah, ubun-ubun saya ditiup abah, abis dia baca do’a “Alam nasyrah”. Cara abah juga saya itiru saya ke anak-anak saya, Alhamdulillah, Insya Allah kalo dilaksanakan terus, buat semua orang, anaknya bisa punya pikiran yang encer. (P: Setelah bapak di SD sama Madrasah gimana?) Saya lulusan SMA, kerja jadi PNS Guru Agama, ngajar. Tapi kan ada perubahan peraturan, kalo mau ngajar minimal harus diploma. Aduh, saya pikir. Bisa- bisa saya berenti ngajar nih. Alhamdulillah, pemerintah waktu itu menyiapkan kejar paket untuk diploma. Saya mengambil untuk D-2. Jadi ijazah D-2 saya dapet dari paket.

P: Oh ya pak, kalo di sini, berapa banyak sih,

keluarga yang Chinese?

I: Kalo bicara tentang warga Chinese, di sini udah lama banget ya. Diperkirakan sudah ada bahkan sebelum Desa Sampora belum dibentuk. Belum dibentuk dalam pemerintahan. Nenek moyang saya yang Chinese ada lima generasi. Semuanya udah lahir di sini. Kalo sekarang, seluruh penduduk di desa ini ada 1.300 KK. Januari 2011 terakhir waktu saya jadi lurah, kurang lebih 1.100 KK, tanpa orang BSD. Diantara itu yang Chinese ada 50 KK. Karena udah banyak yang keluar desa. Cisauk nggak begitu banyak. Dulu ada banyak juga I: Kalo bicara tentang warga Chinese, di sini udah lama banget ya. Diperkirakan sudah ada bahkan sebelum Desa Sampora belum dibentuk. Belum dibentuk dalam pemerintahan. Nenek moyang saya yang Chinese ada lima generasi. Semuanya udah lahir di sini. Kalo sekarang, seluruh penduduk di desa ini ada 1.300 KK. Januari 2011 terakhir waktu saya jadi lurah, kurang lebih 1.100 KK, tanpa orang BSD. Diantara itu yang Chinese ada 50 KK. Karena udah banyak yang keluar desa. Cisauk nggak begitu banyak. Dulu ada banyak juga

pemahaman kalo Chinese itu agama. Jadi kalo di sini, biasanya misalkan ada yang nanya, ya, dua pilihannya, orang Chinese, atau oramg Islam. Soalnya orang sini, nggak peduli sama keturunan apa, suku apa. Kalo yang bukan Chinese ditanya, “Keturunan apa? Suku apa?”

Mereka jawabnya bangsa Islam. Atau kalo istilah orang Chinese yang masuk Islam itu orang selam. Mereka adalah, orang Chinese, yang masuk Islam dan sudah jadi pribumi. Kalau di sini contohnya Chinese yang jadi orang Sunda. (P: Banyak pak?) Itu banyak, nggak cuman istri saya aja. Jadi karena orang di sini udah nggak peduli sama suku keturunan, kalau di sini adanya orang ngaku suku Islam. Atau Chinese, keturunan. Soalnya, ada pepatah di sini yang berbunyi, “Masuk Islam, buang bangsa.” Yang kurang lebih kalo diartikan, “Menikah itu terserah dengan siapa, asal jangan buang agamanya.”