Uji Multikolinearitas Model Kesesuaian Habitat .1 Penentuan Titik

105 sebagai habitat harimau sumatera, hampir seluruhnya berada di dalam kawasan hutan Ulu Masen.

5.4.5 Uji Kelayakan Model Regresi Logistik

Uji kelayakan model regresi logistik dengan menggunakan uji Hosmer- Lemeshow menunjukkan bahwa model dinyatakan layak dengan signifikansi sebesar 0,233 0,05. Nilai Nagelkerke R 2 sebesar 0,302 merupakan gambaran bahwa 30,2 variabel-variabel bebas dalam model menjelaskan varian kesesuaian habitat harimau sumatera yang ditranslokasikan Lampiran 21. Sisanya yaitu sebesar 69,8 dari model dijelaskan oleh faktor-faktor atau variabel lain yang tidak masuk di dalam model yang terbentuk. Faktor-faktor lingkungan lainnya yang mungkin berpengaruh terhadap kesesuaian habitat harimau, namun tidak disertakan dalam penyusunan model regresi logistik ini antara lain kelimpahan hewan mangsa utama, tingkat gangguan manusia terhadap kawasan, serta struktur lansekap. Sunquist 2010 menyatakan bahwa mayoritas waktu aktivitas harimau digunakan untuk mencari pakan. Rajapandian 2009 dalam pemodelannya mendapati bahwa terdapat hubungan yang erat antara kelimpahan hewan mangsa dengan kehadiran harimau pada satu areal. Rajapandian 2009 dan Wibisono et al. 2011 melaporkan bahwa selain areal-areal yang berdekatan dengan patches hutan, areal-areal dengan gangguan perambahan yang minimal merupakan habitat yang palin disukai harimau baik di lansekap Terai Arc maupun di Sumatera.

5.4.6 Validasi Model

Hasil validasi model menunjukkan nilai kappa akurasi sebesar 46,6. Nilai ini menggambarkan bahwa tingkat keakuratan model kurang baik. Menurut Landis Koch 1977, model yang baik atau akurat adalah model yang memiliki nilai kappa akurasi antara 60 – 80 karena merupakan nilai dengan akurasi tinggi memuaskan. Uji validasi model juga menunjukkan bahwa terdapat kesalahan model dalam memprediksi suatu lokasi sebagai habitat yang kurang sesuai dimana sebenarnya harimau kemungkinan dapat ditemukan pada lokasi tersebut omission error sebesar 53,5. Kesalahan ini terjadi ketika menentukan titik pseudo-absence harimau dimana areal-areal yang sebenarnya masih merupakan habitat harimau dijadikan areal pengacakan untuk menentukan titik-titik pesudo-absence. Sepertinya menduga kesesuaian habitat harimau dengan menggunakan pendekatan titik ternyata kurang tepat, karena harimau merupakan satwa yang mempunyai daerah jelajah luas dan dapat ditemukan pada berbagai habitat dengan kondisi yang sangat beragam. Akibatnya menjadi sulit untuk menentukan titik pseudo-absence yang dapat merepresentasikan habitat kurang sesuai bagi harimau. Kesalahan lain adalah kesalahan model dalam memprediksi satu lokasi sebagai habitat yang sesuai namun sebenarnya tidak pernah dilaporkan adanya harimau sumatera pada lokasi tersebut commission error sebesar 38,7 Lampiran 22. Namun, validasi yang dilakukan terhadap hasil ekstrapolasi model menggunakan 50 data titik presence harimau diketahui bahwa tingkat validitasnya 98,0.

5.4.7 Ekstrapolasi Model

Tingkat keakuratan model berdasarkan kappa akurasi menunjukkan bahwa model dapat diterapkan di tempat lain. Kawasan hutan Ulu Masen KHUM sebagai satu kesatuan ekosistem dengan wilayah studi, dapat dianggap memiliki kondisi yang menyerupai dengan kondisi wilayah studi. Dengan demikian, model dapat diterapkan atau diekstrapolasikan pada seluruh KHUM Gambar 22. Berdasarkan poligon peta batas kawasan, hutan Ulu Masen memiliki luas 7.496,86 km 2 . Berdasarkan hasil ekstrapolasi, teridentifikasi kawasan yang kurang sesuai bagi habitat harimau translokasi seluas 376,89 km 2 5,0 luas kawasan, yang termasuk dalam katagori sesuai luasnya 5.360,55 km 2 71,5 luas kawasan, dan luas areal yang termasuk katagori sangat sesuai bagi habitat harimau adalah 1.759,42 km 2 23,5 luas kawasan.