Perilaku Penguasaan Wilayah Perilaku

tipe habitat mulai hutan primer, hutan sekunder, hutan pantai, hutan rawa gambut, hutan bakau, hutan tebangan, perkebunan, hingga belukar terbuka. Namun, harimau sumatera cenderung lebih menyukai hutan dataran rendah sebagai habitatnya karena hutan ini dapat mendukung biomassa hewan- hewan ungulata besar Santiapillai Ramono 1993, seperti babi hutan Sus scrofa, rusa sambar Rusa unicolor dan kijang Muntiacus muntjak yang merupakan hewan mangsa harimau sumatera Dinata Sugardjito 2008. Menurut Griffiths 1994, keanekaragaman dan kepadatan hewan mangsa di hutan dengan ketinggian 100-600 meter dpl lebih banyak dibandingkan di hutan dengan ketinggian 900-1.700 meter dpl. Kajian Dinata Sugardjito 2008 menunjukkan bahwa habitat hutan yang dekat dengan alur sungai, aman dari perburuan hewan mangsa serta bebas dari kegiatan penebangan pohon, seprtinya merupakan merupakan lokasi yang ideal bagi kehidupan harimau sumatera. Kehilangan habitat Kinnaird et al. 2003, Linkie et al. 2003 dan perburuan untuk perdagangan bagian-bagian tubuh harimau Kenney et al. 1994, Plowden Blowes 1997 telah menyebabkan penyebaran dan populasi harimau sumatera menurun, serta telah membuat harimau sumatera semakin terdesak pada sisa-sisa habitat hutan yang ada. Bahkan diduga kuat hal tersebut juga yang telah mengakibatkan dua subpesies harimau jawa dan harimau bali menjadi punah di alam Sunquist et al. 1999.

2.2.2 Daerah Jelajah

Daerah jelajah atau home range adalah satu wilayah yang biasa dikunjungi dan digunakan sebagai tempat berlangsungnya aktivitas satwaliar Owen 1980. Daerah jelajah ini merupakan wilayah yang secara tetap dikunjungi satwaliar karena dapat mensuplai makanan, minuman, serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung atau bersembunyi, tempat tidur serta tempat kawin Boughey 1973, Pyke 1983. Owen 1980 juga menyatakan bahwa daerah jelajah satu individu satwaliar dapat diketahui melalui penangkapan, penandaan, dan pelepasan kembali satwaliar tersebut. 25 Selain itu, daerah jelajah dapat diketahui melalui tanda-tanda satwaliar seperti feses, jejak tapak kaki dan sebagainya. Daerah jelajah satwaliar yang individunya dapat dibedakan melalui tanda-tanda khusus, seperti harimau berdasarkan pola belangnya, dapat ditentukan melalui survey kamera-trap Maddox at al. 2004, 2007. Secara umum, daerah jelajah harimau berkisar antara 26-78 km 2 , kecuali harimau siberia yang daerah jelajahnya bisa mencapai 310 km 2 STF 2007 diacu dalam Soehartono et al. 2007. Ukuran daerah jelajah harimau sangat tergantung pada keberadaan dan jumlah hewan mangsa yang tersedia. Oleh karenanya, ketersediaan hewan mangsa memainkan peran penting dalam menetukan daerah jelajah individu harimau Aheams et al. 2001. Luas daerah jelajah harimau sumatera jantan bervariasi antara 40-250 km 2 , sedangkan betina antara 15-25 km 2 . Namun, menurut hasil penelitian Franklin et al. 1999, ukuran daerah jelajah harimau sumatera jantan telah diketahui sekitar 110 km 2 dan betina mempunyai kisaran ukuran daerah jelajah antara 50-70 km 2 . Salah satu faktor utama yang mempengaruhi luas jelajah harimau sumatera adalah ketersediaan hewan mangsa. Semakin tinggi kelimpahan hewan mangsa utamanya, maka semakin kecil pula daerah jelajah satu individu harimau. Daerah jelajah harimau juga tidak eksklusif, artinya bisa saja satu jalur harimau digunakan oleh beberapa individu yang berbeda pada waktu yang berlainan. Selain itu, daerah jelajah ini keberadaannya tumpang tindih antara indvidu harimau. Daerah jelajah satu harimau jantan dewasa biasanya tumpang-tindih dengan daerah jelajah dua hingga tiga betina dewasa. Sementara itu, jarang terjadi tumpang-tindih daerah jelajah antar harimau jantan dewasa.

2.3 Penggunaan Ruang

Pola penggunaan ruang merupakan keseluruhan interaksi antara satwa lair dengan habitatnya Legay Zie 1985 diacu dalam Muntasib 2002. Tata cara tentang bagaimana satwaliar menggunakan ruang space use atau