Validasi Model Ekstrapolasi Model
73 statistik tidak berpengaruh, namun data menunjukkan adanya kecenderungan
bahwa lamanya waktu harimau translokasi membangun daerah jelajah tetapnya, dipengaruhi juga oleh faktor kelimpahan hewan mangsa di lokasi
pelepas-liaran serta umur harimau ketika dilepas-liarkan. Harimau JD-1 dan JD-2 ternyata relatif cepat dalam menetapkan daerah jelajah, yaitu 10 dan 11
minggu. Keduanya ditranslokasikan ke areal dengan KR hewan mangsa paling tinggi yaitu 0,8 tandakm dibanding areal translokasi lainnya
Lampiran 1. Baik harimau JD-1 maupun JD-2, keduanya juga berumur paling tua 6 dan 4 tahun ketika dilepas-liarkan, sehingga sepertinya mereka
lebih siap untuk menempati areal kosong di antara daerah jelajah harimau yang telah ada lebih dahulu di sekitar lokasi translokasinya.
Tabel 8. Waktu dibutuhkan harimau translokasi dalam menetapkan daerah jelajahnya serta nilai KR harimau lokal dan mangsa utama pada
masing -masing lokasi pelepas-liaran.
ID Lokasi
Waktu penetapan
minggu Kelamin
1=jantan; 2=betina
Umur thn
KR harimau lokal
tandakm KR mangsa
utama tandakm
JD-1 TNBBS
10 1
6 0,05
0,80 JD-2
TNBBS 11
1 4
0,05 0,80
BD-1 KHUM
17 2
2 0,09
0,25 JD-3
TNGL 8
1 4
0,01 0,45
JD-5 TNKS
13 1
2 0,09
0,31
Menurut laporan Smith et al. 1987, selain harimau jantan soliter yang memiliki wilayah teritori, setiap harimau betina juga memiliki daerah jelajah.
Meskipun ukuran daerah jelajahnya lebih kecil dibandingkan jantan, namun daerah jelajah betina lebih stabil. Smith et al. 1987 dalam penelitiannya
menemukan beberapa kasus perkelahian antara dua harimau betina yang bertemu pada satu lokasi di dalam hutan. Dengan adanya sistem teritorialitas
baik pada harimau jantan maupun betina, maka jika satu harimau ditranslokasikan ke satu wilayah dimana terdapat harimau lokal yang lebih
dahulu menghuni wilayah tersebut, maka akan dibutuhkan waktu untuk
mencari wilayah kosong yang dapat dijadikan daerah jelajah oleh harimau yang ditranslokasikan tersebut.
5.1.2.2 Luas Daerah Jelajah Setiap individu harimau yang ditranslokasi dan dilepas-liarkan di
kawasan yang berbeda di Sumatera, menetapkan daerah jelajah dengan yang berbeda-beda. Dengan banyaknya data yang dikumpulkan melalui dari
kalung GPS memungkinkan dilakukannya pendugaan luas daerah jelajah harimau dengan metode Fixed Kernel FK. Perhitungan dengan FK95
memberikan variasi luas jelajah harimau jantan antara 37,5-188,1 km
2
dan betina 376,8 km
2
Tabel 9. Perkiraan ukuran daerah jelajah dengan metode FK memberikan hasil yang akurat namun membutuhkan sampel data yang
besar Seaman Powell 1996, Mitchell 2007. Tabel 9. Luas daerah jelajah harimau yang diamati dengan kalung GPS yang
dianalisis berdasarkan Minimum Convex Polygon dan Fixed Kernel.
Harimau Lokasi
N hari pengamatan
N data posisi
Daerah jelajah km
2
MCP 100 FK 95
FK 50 JD-1
TNBBS 224
3.469 191,2
140,9 27,9
JD-2 TNBBS
253 1.288
67,1 37,5
4,9 JD-3
TNGL 79
1.486 236
141,2 28,9
JD-5 TNKS
238 7.007
400 188,1
42,2 BD-1
KHUM 213
6.880 610,3
376,8 80,2
Luas daerah jelajah yang dibangun oleh masing-masing harimau translokasi tidak dipengaruhi oleh umur r= -0,580; P= 0,306, jenis kelamin
r= 0,000; P= 1,000, kelimpahan harimau lokal r= 0,264; P= 0,668 serta kelimpahan hewan mangsa r= 0,667; P= 0,219. Namun demikian terdapat
kecenderungan bahwa luas daerah jelajah yang dibentuk oleh setiap harimau translokasi berhubungan dengan kelimpahan hewan mangsa di masing-
masing lokasi translokasi. Ahearn et al. 2001 melaporkan bahwa kelimpahan spesies hewan mangsa memainkan peran yang sangat penting
dalam menentukan daerah jelajah harimau. Smith et al. 1987 juga