II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penawaran dan Permintaan Kayu Bulat
Kurva penawaran adalah hubungan antara jumlah barang yang perusahaan bersedia menjual dengan harga barang tersebut Pindyck dan Rubinfeld, 2005.
Konsep penawaran digunakan untuk menunjukan keinginan para penjual di suatu pasar. Kurva Penawaran memiliki kemiringan positif karena biaya marginal akan
meningkat apabila kuantitas meningkat Nicholson, 2000. Kurva penawaran menunjukan hubungan antara kuantitas suatu barang yang
ditawarkan pada berbagai tingkat harga, ceterus paribus Arsyad, 1999. Berdasarkan ragam dari fungsi permintaan, untuk pemanfaatan utility
maximization problem , dikenal individual demand function: permintaan kuantitas
sebagai fungsi dari harga the ordinary demand curve, dan permintaan kuantitas sebagai fungsi dari pendapatan the Engle Curve, permintaan kuantitas fungsi
dari harga dan barang lain the cross-price demand function Binger dan Hoffman, 1988.
Menurut Pindyck dan Rubinfeld 2005, faktor diluar harga yang mempengaruhi penawaran yaitu biaya produksi yang terdiri dari faktor tenaga
kerja labor, modal capital dan bahan baku raw material. Sedangkan kurva permintaan adalah hubungan antara jumlah barang yang
konsumen bersedia membeli dengan harga barang tersebut Pindyck dan Rubinfeld, 2005. Faktor di luar harga yang mempengaruhi permintaan adalah
pendapatan income, selera consumer tastes dan harga barang lain related goods
yaitu barang substitusi
s
ubstitutes dan barang komplemen
c
omplements
Pindyck dan Rubinfeld, 2005. Kurva permintaan memiliki kemiringan negatif karena nilai marginalnya turun apabila kuantitasnya meningkat Nicholson, 2000.
Model ekonomi yang paling umum digunakan yaitu model penawaran- permintaan, yang menggambarkan bagaimana harga berperan dalam biaya
produksi dan keinginan pembeli untuk membayar pada tingkat biaya tersebut Nicholson, 2000. Model penawaran-permintaan dapat digunakan untuk
menganalisis dampak dari berbagai bentuk kebijakan yang ditetapkan pemerintah, termasuk
digunakan untuk
menganalisis bagaimana
kebijakan pajak
mempengaruhi konsumen dan produsen. Karakteristik keseimbangan pasar apabila kuantitas permintaan sama dengan kuantitas penawaran
Q
D
= Q
S
, tidak terjadi kelebihan penawaran
no excess supply atau kekurangan no shortage
dan tidak ada tekanan terhadap harga untuk berubah no pressure on the price to
change Pindyck dan Rubinfeld, 2005.
Konsep permintaan digunakan untuk menunjukkan keinginan-keinginan seorang pembeli pada suatu pasar. Fungsi permintaan menunjukan hubungan
antara kuantitas suatu barang yang diminta dengan semua faktor yang mempengaruhinya. Harga, pendapatan, selera dan harapan-harapan untuk masa
datang merupakan variabel-variabel penting dalam fungsi permintaan. Para pembeli dianggap akan membeli barang dalam jumlah yang dapat
memaksimumkan kepuasan mereka Arsyad, 1999. Hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta adalah berbanding terbalik. Jika harga naik, kuantitas yang
diminta turun. Hubungan ini disebut “hukum permintaan” Arsyad, 1999. Model penawaran-permintaan adalah model yang menggambarkan
bagaimana harga suatu barang ditentukan oleh perilaku individu-individu yang
membeli barang tersebut dan perusahaan-perusahaan yang menjualnya Nicholson, 2000. Beberapa hasil penelitan menyebutkan intervensi kebijakan
yang dilakukan pemerintah akan berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan kayu bulat.
Menurut Pindyck dan Rubinfeld 2005, elastisitas adalah persentase perubahan satu variabel yang menghasilkan perubahan satu persen kenaikan pada
variabel lainnya. Elastisitas permintaan adalah persentase perubahan kuantitas permintaan dari produk akibat kenaikan satu persen harga. Sedangkan elastisitas
penawaran adalah persentase perubahan kuantitas penawaran akibat kenaikan satu persen harga. Nicholson 2000 menyebutkan bahwa pada kurva yang memiliki
elastisitas permintaan kurang dari -1 bersifat elastis, dan yang memiliki elastisitas permintaan sama dengan -1 bersifat unit elastis, serta yang memiliki elastisitas
permintaan lebih dari -1 bersifat inelastis. Untuk kurva yang elastis, perubahan harga sepanjang kurva akan mempengaruhi terjadinya perubahan kuantitas
permintaan produk secara nyata significant. Pada kasus inelastis, adanya perubahan harga akan sangat kecil pengaruhnya terhadap kuantitas permintaan.
Menurut Pindyck dan Rubinfeld 2005, elastisitas penawaran tergantung kepada suku bunga, upah, harga bahan baku, dan bahan lainnya intermediate goods
yang digunakan untuk menghasilkan produk. Kenaikan biaya input akan menyebabkan meningkatkanya biaya perusahaan.
Apabila elastisitas permintaan bersifat elastis, maka konsumen akan membeli sebanyak mungkin yang bisa didapatkan pada harga keseimbangan,
tetapi akan menguranginya apabila harga produk naik dan meningkatkan pembeliannya apabila harga produk turun Pindyck dan Rubinfeld, 2005.
Sebaliknya apabila harga bersefat inelastis, maka diperlukan kenaikan harga yang cukup tinggi untuk untuk membuat konsumen mengurangi permintaan dan pindah
ke barang substitusi Menurut McGuyan dan Moyer 1986 faktor yang mempengaruhi permintaan yaitu ketahanan penggunaan barang, derived
permintaan, sebagai bahan baku produk lain dan 3 Nilai tukar. Harga produk yang memiliki barang substitusi lebih elastis. Produk tahan lama durable bersifat
elastis, dan yang memiliki porsi terbesar anggaran budget lebih elastis. Beberapa nilai elastisitas permintaan jangka panjang dari beberapa komoditi hasil hutan
dapat di lihat pada Tabel 1. Dengan menggunakan data deret waktu timeseries 1967-1982, Sinaga
1989 membangun model ekonometrika industri produk kayu olahan dengan menggunakan berbagai simulasi yang menjelaskan hubungan penawaran,
permintaan dan harga, menunjukan adanya pengaruh kebijakan intervensi pemerintah di setiap sub-sektor industri kayu Indonesia. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan disebutkan bahwa penerapan kebijakan larangan ekspor kayu bulat akan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi dan turunnya harga
kayu bulat domestik. Berdasarkan hasil penelitian Simangunsong 2001 terhadap model
permintaan internasional berdasarkan data yang diambil dari 64 negara data tahun 1973 sampai tahun 1997 terhadap tujuh kelompok hasil hutan, dimana
persamaan penawaran diturunkan dari model harga internasional 18 negara data tahun 1975 sampai tahun 1995, serta dilakukan ujicoba permintaan dinamis dan
permintaan statis serta persamaan harga, maka secara umum model statis yang diduga dengan menggunakan Least Squares with Dummy Variables LSDV
sangat cocok untuk menduga model permintaan dan penawaran. Juga disebutkan bahwa terdapat kecenderungan elastisitas yang sama di semua negara.
Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa untuk permintaan hasil hutan akan memiliki harga yang inelastis.
Berkaitan dengan perkembangan penawaran kayu bulat, saat ini tidak ada data yang berkaitan dengan luas efektif areal tebang di dalam wilayah kerja HPH.
Namun berdasarkan asumsi bahwa satu hektar hutan produksi menghasilkan rata- rata sebanyak 40 m
3
Timotius, 2000, maka luas areal tebang akan sangat ditentukan oleh volume kayu yang dikeluarkan dan sangat ditentukan oleh
perubahan harga kayu bulat yang berlaku di pasaran. Sejalan dengan semakin berkurangnya tutupan hutan, termasuk semakin
turunnya kualitas hutan produksi, maka jumlah HPH dan produksi kayu bulat dari tahun ke tahun semakin menurun. Untuk melaksanakan praktik penebangan yang
lebih baik, maka pemerintah melakukan pengendalian produksi kayu bulat. Praktik pengendalian produksi kayu bulat hutan alam yang dilakukan pemerintah
melalui sistem pengaturan RKT selama ini dianggap tidak efektif masih mengalami kebocoran, terbukti masih banyaknya produksi kayu ilegal di pasar
dalam negeri maupun ekspor Astana, Sabarudi dan Muttaqin, 2003. Pada Gambar 1, berdasarkan sumber data yang dari Departemen Kehutanan dan dari
Food Agriculture Organizatio FAO dapat dilihat bahwa perkembangan produksi kayu bulat dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan. Hal ini juga sejalan
dengan keberadaan kualitas tutupan forest cover hutan alam yang semakin menurun serta jumlah perusahaan HPH yang melakukan kegiatan di kawasan
hutan alam produksi juga semakin menurun.
Tabel 1. Elastisitas Permintaan Jangka Panjang Hasil Hutan
Sumber: Simangunsong, 2001
Elasticity 2
3 4
5 6
7 9
10 Median Product
a b
a b
Price elasticity Sawn
-0.80 -0.22 -0.51
Sawn. c -0.21 -0.72
-0.24 -1.13 0.38 -0.46
-0.35 Sawn. nc
-0.16 -0.90 -0.16
-0.53 -1.00 -0.07 -0.35
Panels -0.37
-0.37 Ply
0.15 -0.55
-0.18 -0.09 -0.25 -0.25 -0.21
Part -0.14
-0.09 -0.17 0.00 -0.69
-0.14 Fiber
-0.17 0.08
-1.11 -0.26 -0.68 -0.26
News -0.75 -0.59
-1.15 -0.30 -0.05 -0.72 -0.76 -0.27 -0.13 -0.48 -0.18 -0.48 Print
-0.74 -0.21 -0.78 0.00 0.00 -0.49 -0.70 -0.26 -0.09 -0.89 -0.27 -0.27
Opap -0.83 -0.29
-0.88 -0.01 -0.29 -0.72 -0.45 0.00 -0.69 -0.30 -0.10 -0.30 GDP elasticity
Sawn 0.91
0.50 0.71
Sawn. c 0.71 1.57
1.41 0.85 0.16 0.28
0.78 Sawn. nc
0.53 0.88 1.26
0.25 0.77 0.81 0.79
Panels 1.37
1.37 Ply
1.02 1.46
0.30 0.10 1.47 0.86
0.94 Part
2.32 3.08
0.60 0.97 1.02 1.02
Fiber 1.07
1.70 0.14 1.38 1.55
1.38 News
1.07 0.84 1.23 0.84 1.08 0.95 1.14 0.73 1.54 0.63 1.07
1.07 Print
1.20 1.56 1.24 1.52 1.31 1.03 1.29 1.52 1.47 1.07 1.55
1.31 Opap
1.65 1.41 1.24 0.62 1.59 0.98 1.00 1.61 1.02 0.41 1.30
1.24 1 Biongiono 1978. 43 countries. 1963-1973. a hingh income. B low income.
2 Biongiono 1979. 43 countries. 1963-1973. 3 Wibe 1984, 103 countries, 1970-1979.
4 Uutela 1987, 40 countries, 1965-1980. 5 Biongiono and Chang 1986. 10 OECD countries. 1961-1981, within-country estimates.
6 Baudin and Lundberg 1987, major consuming countries, 1961-1981. 7 Prestemon and Buongiono 1993, 24 countries, 1968-1988.
8 Brooks et al 1995, 8 countries, 1964-1991, a high income, b low income. 9 Ches-Amil and Buongiono 2000, 14 EU countries, 1969-1992
10 Simangunsong and Buongiono 2001, 62 countries, 1973-1997 1
8
NO PROVINSI
TAHUN 2006
2007 2008
2009 2010
1 NAD
500 000 500 000
35000 35 000
2 Sumatera Utara
103 350 100 000
75 000 50 000
75 000 3
Sumatera Barat 204 400
106 000 125 000
200 000 180 000
4 Riau
300 700 185 000
150 000 150 000
175 000 5
Kep Riau 6
Jambi 74 130
70 000 50 000
50 000 7
Sumatera Selatan
20 000 20 000
8 Bengkulu
36 630 35 000
20 000 20 000
9 Bangka Belitung
10 Lampung
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat
13 Banten
14 Jawa Tengah
15 D.I. Yogyakarta
16 Jawa Timur
17 Bali 18 NTB
33 800 19
NTT 20
Kalimantan Barat
365 750 380 000
525 000 500 000
520 000 21
Kalimantan Tengah
822 000 1 850 000 1 850 000 2 100 000 2 030 000
22 Kalimantan
Selatan 52 200
65 000 65 000
60 000 65 000
23 Kalimantan
Timur 2 440 700 2 350 000
2 425 000 2 450 000 2 450 000 24 Sulawesi Utara
25 200 20 000
30 000 35 000
40 000 25 Gorontalo
25 650 85 000
85 000 60 000
75 000 26
Sulawesi Tengah
229 600 145 000
145 000 125 000
125 000 27
Sulawesi Tenggara
90 000 80 000
75 000 28
Sulawesi Selatan
29 Sulawesi Barat 149 160
180 000 125 000
50 000 90 000
30 Maluku
287 250 300 000
325 000 350 000
300 000 31 Maluku Utara
264 100 310 000
325 000 350 000
350 000 32 Papua Barat
1 412 280 1 439 000 1 435 000 1 225 000 1 200 000 33 Papua
825 350 980 000 1 230 000 1 225 000
1 225 000 JUMLAHTotal 8 152 250 9 100 000 9 100 000 9 100 000 9 100 000
Tabel 2. Jatah Produksi Tahunan Kayu Bulat Nasional Tahun 2005-2010
Sumber: Kementerian Kehutanan, 2011
Penelitian mengenai peraturan dilakukan di Barat Laut Pacific Amerika Serikat, berkaitan dengan undang-undang species langka endanger species untuk
melindungi sejenis burung hantu Strix occidentalis caurina dari kepunahan. Peraturan konservasi berdampak kepada penurunan produksi kayu dari wilayah
penghasil sepertiga kayu softwood di Amerika Serikat. Dengan turunnya produksi kayu bulat di wilayah tersebut kemudian berdampak kepada keberlanjutan industri
perkayuan dan penyerapan tenaga kerja Wear dan Park, 1994.
Sumber: Departemen Kehutanan, 2003 dan Kementerian Kehutanan, 2011 FAO, 2011
Gambar 1. Produksi Kayu Bulat Indonesia Tahun 1995-2009 Dari sisi permintaan, Sinaga 1989 menyebutkan bahwa permintaan kayu
bulat dalam negeri tergatung kepada harga yang berlaku di pasaran dan harga yang yang berlaku untuk barang substitusinya. Menurut Wan 2009, industry
pengolahan kayu di China sangat tergantung kepada penawaran bahan baku yang berasal dari impor. Kayu lapis adalah produk kayu olahan yang penting di China,
dan China adalah salah satu negara pengekspor plywood, meskipun tergantung
Tahun
kepada bahan baku dari impor. Walaupun pemerintah secara intensif melakukan program hutan tanaman, tetapi kebutuhan produksi kayu bulat domestik masih
jauh dari mencukupi. Samad, et al. 2009 mengemukakan bahwa permintaan kayu bulat dunia
akan meningkat sejalan dengan peningkatan populasi dan peningkatan pembangunan ekonomi khsusunya di negara-negara berkembang. Dengan alasan
tersebut Malaysia kemudian melakukan komitmen pengellaan hutan lestari, diantaranya melaksanakan penebangan hutan dengan metoda “reduce impact
logging ”. Hal ini mengakibatkan berkurangnya penawaran kayu bulat untuk
industri hilir perkayuan. Malaysia Barat telah mengalami defisit kayu bulat sejak tahun 1995 berdampak kepada produk utama perkayuan, berpindah dari yang
tadinya surplus menjadi defisit kayu bulat. Dari hasil penelitian perilakuk pasar kayu bulat di Malaysia Barat berkaitan dengan kebijakan pengelolaan hutan
lestari, menunjukan bahwa pelaksanaan sepenuhnya full adoption kebijakan pengelolaan hutan lestari akan menyebabkan pengurangan penawaran kayu bulat,
yang berlanjut kepada peningkatan harga dalam jangka panjang, namun tidak berpengaruh kepada permintaan. Kemungkinan kebijakan ini akan mempengaruhi
skema pembangunan hutan tanaman untuk mendukung kelestarian kehutanan di Malaysia Barat.
Hasil kajian yang diakukan oleh Prahasto dan Nurfatriani 2001 menunjukkan bahwa produksi kayu bulat yang dihasilkan dari hutan alam dalam
rentang lima tahun terakhir sebelummya cenderung menurun sedangkan produksi dari hutan tanaman dari berbagai sumber belum menunjukkan kenaikan yang
berarti. Menurut Surhandari 2008, untuk mengurangi permintaan kayu bulat di
Indonesia, alternatif yang mungkin dapat dilakukan dengan pengurangan kapasitas industri pengolahan kayu, khususnya mengurangi jumlah industri yang dianggap
tidak efisien. Solusi lain yang dapat ditempuh adalah mempercepat pembangunan hutan tanaman industri HTI atau hutan tanaman sejenis seperti hutan tanaman
rakyat HTR. Selain untuk pemenuhan bahan baku industri kayu lapis dan kayu gergaji,
produksi kayu bulat Indonesia juga dibutuhkan untuk bahan baku industri pulp. Perkembangan industri pulp Indonesia selain memiliki peluang pengembangan
yang cukup baik, juga dihadapkan kepada beberapa kendala, diantaranya persoalan bahan baku, dimana 93 persen kertas dunia berasal dari bahan baku
kayu Situmorang, 2009. Upaya untuk melakukan konservasi di Finland akan meningkatkan harga
bahan baku kayu bulat yang juga akan meningkatkan biaya produksi industri perkayuan. Hal ini telah menyebabkan produksi kayu gergaji turun, tetapi tidak
akan mempengaruhi produksi kertas dan paperboard. Apabila konservasi meningkatkan impor kayu bulat maka pengaruh terhadap bahan baku terhadap
industri kehutanan menjadi sangat kecil Hänninen, et al., 2007 Penelitian dampak kebijakan konservasi di Norwegia yang dilakukan
menggunakan partial equilibrium model untuk sektor kehutanan terhadap harga kayu bulat dan hasil olahan, menunjukan bahwa harga kayu bulat akan meningkat
rata-rata dengan peningkatan upaya konservasi secara lokal. Dampak terhadap harga kayu bulat akan menjadi sangat terasa apabila mitra dagang Norwegia juga
melakukan kebijakan konservasi. Apabila pemilik hutan sukarela juga melakukan konservasi mengikuti kebijakan pemerintah di Norwegia, maka. produksi kayu
gergaji domestik diproyeksikan akan berkurang, sementara produksi pulp dan kertas hampir tidak terpengaruh dalam jangka pendek short run. Akhirnya
kenaikan permintaan hasil hutan untuk kepentingan lingkungan environment good will
akan meningkatkan harga kayu bulat dan intensitas penebangan tidak berpengaruh terhadap luas kawasan hutan Bolkesjø et al., 2005
2.2. Provisi Sumberdaya Hutan dan Dana Reboisasi