dibandingkan dengan perkiraan potensi apabila kebijakan tarif dan harga patokan yang dikeluarkan oleh Pemerintah betul-betul dilakukan. Kebijakan tarif yang
selalu berubah-ubah merupakan salah satu dari beberapa kendala dalam upaya memperoleh kepastian besarnya dan kelancaran penerimaan iuran.
2.3. Dampak Kebijakan terhadap Kesejahteraan
Kontribusi ekonomi kayu terhadap kesejahteraan sangat tergantung kepada dukungan kebijakan pemerintah terhadap praktik eksploitasi dan industri
pengelolaan kayu. Kebijakan yang ikut berperan didalamnya termasuk kebijakan pungutan iuran kayu. Penerimaan pemerintah yang berasal dari pungutan bukan
pajak termasuk izin perusahaan, Dana Reboisasi dan PSDH mencapai 682 juta pada tahun 1997 dan kemudian menurun menjadi 303 juta pada tahun 2002
akibat adanya krisis yang berkepanjangan World Bank, 2006. Untuk melakukan evaluasi dampak kebijakan terhadap kesejahteraan dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis kesejahteraan. Bagi negara yang masih memiliki hutan yang berkualitas baik, keberadaan
industri pengolahan kayu akan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat sekitar . Hal ini juga terjadi di Nigeria, dimana industri kayu lapis didirikan yang
di wilayah Sapele tersebut mampu menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat di desar Sapele, Nigeria. Keberadaan industri kayu lapis tersebut kemudian
memunculkan industri hilir lainnya yang mengolah produk lanjutan dari industri hulu tersebut Okunomo dan Achoja, 2010.
Gambar 2 menunjukan bahwa daerah diantara kurva permintaan dan kurva penawaran menggambarkan jumlah surplus produsen dan surplus konsumen,
dengan menghitung tambahan nilai yang diperoleh dari transaksi pasar. Besarnya kesejahteraan ini akan maksimum pada keseimbangan pasar persaingan sempurna
competitive market equilibrium Nicholson, 2000. Menurut Pindyck 2005, surplus konsumen adalah keuntungan total atau
nilai yang diterima konsumen atas biaya yang digunakan untuk membayar barang, sedangkan surplus produsen adalah keuntungan total atau penerimaan yang
diterima produsen atas biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut. Surplus konsumen berada di atas harga dan dibawah permintaan,
sedangkan surplus produsen berada di bawah harga dan di atas penawaran. Just et al.
1982 menyebutkan bahwa surplus produsen terletak di atas kurva penawaran dan di bawah garis harga dari perusahaan atau industri, sedangkan surplus
konsumen terletak dibawah kurva permintaan dan di atas garis harga. Fungsi Produksi Cobb-Douglas adalah fungsi produksi dimana q=AK
α
L
β
, dimana q adalah tingkat output, K adalah kuantitas modal, dan L adalah kuantitas
tenaga kerja, dimana A, α dan β adalah konstata. Adapun surplus produsen sangat erat kaitannya dengan keuntungan profit. Untuk jangka pendek surplus produsen
adalah sama dengan penerimaan R dikurangi dengan biaya variabel VC, yaitu keuntungan variabel. Keuntungan total adalah penerimaan dikurangi dengan
semua biaya, yaitu biaya variabel dan biaya tetap, dimana; Surplus produsen = PS = R
– VC dan Keuntungan = π = R - VC - FC. Dalam jangka pendek apabila biaya tetap bernilai positif, maka surplus produsen adalah lebih besar dari keuntungan
Pindick, 2005
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Hutan alam dan hutan tanaman industri adalah penawaran utama bahan baku industri pengolahan kayu primer, yaitu industri kayu lapis, industri kayu gergaji
dan industri pulp. Produksi kayu bulat yang berasal dari hutan alam dikelola melalui sistem
HPH dan dilakukan dengan sistem tebang pilih selective cutting. Hutan tanaman industri dipanen dengan sistem tebang habis, dimana jumlah produksi dari hutan
tanaman akan tergantung kepada luas areal penebangan. Secara teoritis kuantitas penawaran kayu bulat dipengaruhi produksi kayu
bulat di dalam negeri, impor kayu bulat dan dikurangi ekspor kayu bulat. Sedangkan produksi kayu bulat ditentukan oleh harga kayu bulat, ketersediaan
kayu bulat di hutan stok dan kemampuan keuangan perusahaan. Keterkaitan pasar kayu bulat dan industri kayu primer dapat dilihat pada Gambar 3.
Beberapa metodologi untuk penelitian terkait dengan industri kehutanan sudah dikembangkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Menurut Timotius 2000,
produksi kayu bulat Indonesia dipengaruhi oleh perubahan harga riil kayu bulat domestik, bunga riil Indonesia, jumlah maksimum tebangan kayu bulat dalam satu
tahun yang diperbolehkan oleh pemerintah Annual Allowable Cut AAC, nilai tukar rill rupiah terhadap US, produksi log Indonesia tahun sebelumnya.
Turner 2006 menyebutkan bahwa pendugaan model yang digunakan disektor kehutanan menggambarkan penawaran kayu dalam berbagai bentuk, dan
secara umum mengandung satu atau beberapa unsur, yaitu kayu bulat yang dipanen, dinamika stok kayu, dan perubahan luas hutan.
Gambar 3. Keterkaitan Pasar Kayu Bulat dan Hasil Olahan Industri Kayu Primer