Provisi Sumberdaya Hutan dan Dana Reboisasi

gergaji domestik diproyeksikan akan berkurang, sementara produksi pulp dan kertas hampir tidak terpengaruh dalam jangka pendek short run. Akhirnya kenaikan permintaan hasil hutan untuk kepentingan lingkungan environment good will akan meningkatkan harga kayu bulat dan intensitas penebangan tidak berpengaruh terhadap luas kawasan hutan Bolkesjø et al., 2005

2.2. Provisi Sumberdaya Hutan dan Dana Reboisasi

Varian 1987 menyebutkan bahwa kebijakan ekonomi seperti pajak sering mempengaruhi anggaran konsumen yang terbatas. Secara teoritis, instrumen pajak ini akan mempengaruhi perubahan kemiringan slope garis anggaran budget line dengan merubah harga yang diterima oleh konsumen. Nicholson 2000 menjelaskan bahwa untuk mengetahui dampak dari pajak per unit , perlu dilihat perbedaan pajak yang dibayar oleh pembeli dan pajak yang dibayar oleh penjual. Pajak per unit merupakan juga besaran harga yang dibebankan kepada konsumen harga dan produsen. Namun kehilangan yang mestinya diterima oleh konsumen dan produsen akan menjadi penerimaan bagi pemerintah. Penerapan pajak akan membuat harga komoditi meningkat sehingga produsen akan mengurangi penawaran kayu bulat ke pasar. Dengan penerapan pajak maka akan terjadi harga keseimbangan baru, dimana harga yang diterima oleh konsumen adalah sebesar P2, dan harga yang diterima oleh produsen adalah sebesar P3. Provisi Sumberdaya Hutan PSDH atau Resources Royalty Provision adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik atas hasil yang dipungut dari hutan negara. Dan DR adalah pungutan yang dibebankan terhadap kayu bulat hutan alam. Sumber: Pindyck, 2005 diolah Gambar 2. Penerapan Pajak Iuran Hasil Hutan di Indonesia pertama kali dipungut tahun 1968, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1969 tentang Iuran HPH IHPH dan Iuran Hasil Hutan IHH, Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 211968 Tahun 1968 tentang Penetapan Besarnya Jumlah IHPH dan IHH, dan pada waktu itu IHH sudah mencakup pembayaran PBB. Pada tahun 1998 kemudian menggunakan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Besarnya ditetapkan sama sebesar 6 persen dari harga untuk seluruh jenis dan seluruh wilayah. Pada tahun 1999 dasar hukum yang digunakan adalah Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 220kpts-II1999 tentang Besarnya Provisi Sumberdaya Hutan PSDH per satuan Hasil Hutan Kayu. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No 59 tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 06KepI1999 tentang Penetapan Harga Patokan untuk Perhitungan PSDH, yang kemudian diperbarui dengan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 814MPPKep122002. Besarnya PSDH adalah 10 persen dari harga patokan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP, mengelompokan PSDH dalam penerimaan negara bukan pajak. Pengaruh penerapan kebijakan PSDH dapat didekati dengan penerapan pajak yang menjelaskan pengaruh pajak terhadap kesejahteraan individu. Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pajak, menunjukkan bahwa kebijakan pajak akan mempengaruhi tingkat produksi kayu bulat. Simangunsong 2001 menyebutkan bahwa model keseimbangan parsial perdagangan internasional terhadap kayu tropis dapat digunakan untuk mempelajari pengaruh liberalisasi perdagangan seperti penghilangan tarif produksi, konsumsi, ekspor, dan harga serta kesejahteraan negara pengekspor. Analisis model keseimbangan parsial untuk tujuan analisis, bahwa faktor-faktor lain tidak berubah Arsyad, 1999. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan penghapusan tarif akan meningkatkan produksi dan ekspor kayu lapis, kayu gergaji dan menurunkan harga untuk produk tersebut. Conrad et al. 2005 melakukan penelitian penerapan pajak yang dikenakan pada kayu hasil produksi sistem tebang pilih pada hutan jenis campuran. Hasil penelitian ini memberikan insentif dan dampak yang berbeda di Indonesia, dibandingkan dengan dampaknya yang terjadi di Brazil atau Malaysia, oleh karena itu disarankan untuk tidak memberlakukan model kebijakan pajak yang seragam untuk semua negara atau semua jenis hutan. Di Indonesia, koordinasi dan akuntabilitas yang kuat antara badan-badan yang mengurus pembayaran REDD+ dan badan-badan yang mengawasi DR akan sangat penting. Mengingat rencana Kementerian Kehutanan saat ini untuk mengalokasikan sekitar US 2.2 miliar dari DR untuk membiayai pengembangan hutan tanaman komersial melalui BLU-BPPH Badan Layanan Umum-Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan Barr et al., 2011. Pemberian subsidi untuk mendukung pembiayaan pembangunan hutan tanaman industry melalui pinjaman lunak menggunakan dana DR melalui BLU-BPPH sebagaimana sedang direncanakan pemerintah sangat beresiko, terutama berkaitan dengan transparansi penggunaan anggaran dan efektifitas penggunaan dana subsidi di lapangan Obidzinski dan M. Chaudhury, 2009. Dana yang berasal dari sektor kehutanan termasuk royalty dari kegiatan eksploitasi hutan dan kesepakatan eksploitasi sumberdaya, biaya taman nasional, termasuk dana reboisasi serta beberapa iuran spesifik lainnya, dikelola oleh pemerintah pusat dan didistribusikan ke daerah- daerah. Hanya saja pada praktiknya persoalan distribusi dana ini masih menjadi persoalan, khususnya dalam hal keterbukaan porsi bagian pemerintah daerah dan berkaitan dengan ketepatan waktu pendistribusian Larson, 2004. Hal yang sama juga terjadi di Kamerun, dimana persoalan yang berkaitan dengan pembagian keuangan dari royalty sektor kehutanan merupakan persoalan yang sensitif, dimana masalah persoalan distribusi manfaat adalah persoalan yang utama. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Oyono et al.2005 tersebut diusulkan untuk membagikan royalty secara adil dan langsung ke masyarakat. Menurut Alemagi, 2011, berdasarkan undang-undang di Kamerun, iuran royalty yang dipungut dari perusahaan digunakan bagi pembangunan masyarakat, dimana 50 dialokasikan untuk Negara, 40 untuk wilayah dimana perusahaan berada dan 10 untuk masyarakat desa tempat perusahaan tersebut beroperasi. Perusahaan juga diharuskan membayar pajak lingkungan ecotax kepada masyarakat yang nilainya US1.5 per m 3 kayu. Beberapa secara sukarela memberikan kontribusi antara US1.2-1.6 per m 3 dari setiap kayu yang ditebang dan dijual oleh perusahaan. Penetapan harga dan pajak kayu bulat dari hutan alam telah menjadi isu yang tak kunjung selesai. Dalam jangka menengah hingga jangka panjang harga internasional berdasarkan FOB sebaiknya dijadikan acuan dalam penetapan pajak agar industri lebih kompetitif Dwiprabowo et al., 2003. Dana Reboisasi DR adalah pungutan yang diberlakukan sejak 1989, merupakan dana hutan secara nasional berupa retribusi berbasis volume tebangan kayu yang dibayarkan oleh para pemegang konsesi hutan. Selama rentang waktu lebih dari 20 tahun tersebut, DR telah menghasilkan penerimaan nominal sekitar US 5.8 milyar, menjadikannya sumber pendapatan pemerintah terbesar dari sektor kehutanan Barr et al., 2010. Penelitian yang dilakukan Ginoga et al. 2001 menyimpulkan bahwa potensi penerimaan DR dan IHH PSDH sebetulnya akan bisa lebih besar lagi dibandingkan dengan perkiraan potensi apabila kebijakan tarif dan harga patokan yang dikeluarkan oleh Pemerintah betul-betul dilakukan. Kebijakan tarif yang selalu berubah-ubah merupakan salah satu dari beberapa kendala dalam upaya memperoleh kepastian besarnya dan kelancaran penerimaan iuran.

2.3. Dampak Kebijakan terhadap Kesejahteraan