Perikanan Tangkap Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Jawa Tengah

8 KOMNASKAJIKANLUT 2002 menyatakan bahwa potensi SDI di perairan laut Indonesia mencapai 6,4 juta ton per tahun. Potensi tersebut meliputi ikan pelagis besar sebesar 1,17 juta ton, ikan pelagis kecil sebesar 3,61 juta ton, ikan demersal sebesar 1,37 juta ton, ikan karang konsumsi sebesar 0,15 juta ton, udang penaeid sebesar 0,09 juta ton, lobster sebesar 0,04 juta ton, dan cumi- cumi sebesar 0,03 juta ton. Dari potensi untuk penangkapan ikan di laut sebesar 6,4 juta tontahun total allowable catch sebesar 5,12 juta tontahun tersebut diatas, sampai dengan tahun 2002 baru dapat dimanfaatkan sekitar 4,1 juta ton atau 63,93; sehingga masih terdapat peluang untuk pengembangan usaha penangkapan sekitar 1,2 juta ton per tahun.

2.2 Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap adalah aktivitas atau kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap telah memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja nelayan sebanyak 3.476.200 jiwa dengan pengoperasian armada penangkapan sebanyak 474.540 unit, dan secara kumulatif dapat diperhitungkan lebih dari 12,5 juta penduduk Indonesia menggantungkan mata pencahariannya pada usaha perikanan tangkap secara langsung maupun usaha ikutannya. Data yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar 97,41 dari usaha penangkapan ikan tersebut tergolong skala kecil dengan tingkat produktivitas dan efisiensi usaha yang relatif rendah. Apabila jumlah nelayan yang ada dipadukan dengan potensi SDI perairan Indonesia sebesar 6,40 juta ton per tahun dan JTB sebesar 5,22 juta ton per tahun, maka peluang produktivitas nelayan di Indonesia diperhitungkan rata-rata sebesar 1,35 ton per orang per tahun atau ekuivalen dengan 6,63 kg per orang per hari trip penangkapan ikan lama melaut 200 hari dalam satu tahun DJPT 2005. Pembangunan sektor kelautan dan perikanan, termasuk didalamnya pembangunan sub sektor perikanan tangkap, menurut DJPT 2005 merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada: 1 peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya, 2 peningkatan peran sektor perikanan dan kelautan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, 9 3 peningkatan kecerdasan dan kesehatan bangsa melalui peningkatan konsumsi ikan, 4 pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungan perairan tawar, pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan, dan 5 peningkatan peran laut sebagai pemersatu bangsa dan peningkatan budaya bahari bangsa Indonesia. Pembangunan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja banyak, dengan pendapatan nelayan yang memadai Monintja 2000. Pembangunan perikanan tangkap dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha perikanan, yang diarahkan untuk meningkatkan konsumsi, penerimaan devisa, dan meningkatkan penyediaan bahan baku industri. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, diidentifikasikan bahwa tujuan pembangunan perikanan tangkap adalah: 1 meningkatkan kesejahteraan nelayan; dan 2 menjaga kelestarian SDI dan lingkungannya. Sasaran pembangunan sub-sektor perikanan tangkap yang ingin dicapai menurut DJPT 2004 pada akhir tahun 2009 adalah: 1 tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,47 juta ton; 2 meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp. 1,5 jutabulan; 3 meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US 5,5 milyar; 4 meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kgkapitatahun; dan 5 penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap termasuk nelayan sekitar 4 juta orang. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan atau berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Komponen-komponen perikanan tangkap, yakni: 1 masyarakat atau sumber daya manusia SDM; 2 sarana produksi; 3 usaha penangkapan: 4 prasarana pelabuhan; 5 unit pengolahan; dan 6 unit pemasaran Monintja dan Yusfiandayani 2001. 10 1 Masyarakat atau SDM Dalam membangun dan mengembangkan usaha perikanan tangkap sangat dibutuhkan SDM yang cukup tangguh, handal dan profesional. Untuk memperoleh tenaga-tenaga yang trampil dalam penguasaan teknologi, maka sangat dibutuhkan pembinaan terhadap SDM yang merupakan langkah awal yang harus diperhatikan sehingga dalam pelaksanaan kegiatan operasi penangkapan dapat berjalan secara optimal. 2 Sarana produksi Indikator utama dan merupakan penunjang ke arah berkembangnya usaha perikanan tangkap sangat bergantung pada fungsi sarana produksi yang tersedia. Sarana produksi tersebut antara lain penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan kapal, instalasi air tawar dan listrik serta pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. 3 Usaha penangkapan atau proses produksi Usaha penangkapan terdiri dari kapal, alat dan nelayan, aspek legal yang meliputi sistem informasi dan unit sumber daya yang terdiri dari spesies, habitat dan lingkungan fisik. 4 Prasarana pelabuhan Menurut DJPT 2004 pelabuhan perikanan PP adalah pusat pengembangan ekonomi ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran. PP berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data. Sesuai dengan pasal 41 UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa PP mempunyai peranan penting dalam mendukung peningkatan produksi perikanan, memperlancar arus lalu lintas kapal perikanan, mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat perikanan, pelaksanaan dan pengendalian SDI, dan mempercepat pelayanan terhadap kegiatan di bidang usaha perikanan. Mengingat sampai saat ini pembangunan PP sebagai prasarana perikanan telah banyak dilakukan, maka pembinaannya dilakukan secara ganda, yaitu meningkatkan pemanfaatan prasarana yang telah dibangun dan terus melanjutkan pembangunan di tempat-tempat lain yang strategis dan prospektif. 11 5 Unit pengolahan Unit pengolahan terdiri dari handling atau penanganan, processing dan packaging. Unit pengolahan bertujuan untuk mempertahankan kualitas hasil tangkapan dengan melakukan penanganan yang tepat dan mengutamakan produksi selalu dalam keadaan higienis dan terhindar dari sanitasi. Pengolahan tersebut dapat dilakukan secara tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan pengasapan ataupun dengan cara modern dengan menggunakan es, atau alat pendingin lainnya. 6 Unit pemasaran Pemasaran merupakan arus pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Pembangunan perikanan tangkap ke depan dinilai cerah karena potensi dan prospek yang dimiliki bangsa Indonesia, yaitu : 1 luasnya perairan yang dimiliki laut teritorial, laut nusantara dan ZEE, dan perairan umum danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya; 2 potensi lestari ikan laut yang belum dikelola secara optimal; 3 potensi SDM nelayan yang melimpah yang belum dioptimalkan; 4 prospek pasar dalam dan luar yang cerah untuk produk-produk perikanan laut; 5 permintaan ikan untuk konsumsi dalam dan luar negeri sangat tinggi seiring meningkatnya jumlah penduduk; dan 6 kesadaran masyarakat akan pentingnya ikan sebagai bahan pangan yang aman, sehat dan bebas kolesterol sehingga masyarakat beralih dari mengkonsumsi red-meat menjadi white-meat DJPT 2004. Menurut RPPK 2005 peluang pemanfaatan sumber daya perikanan meliputi: 1. Pengendalian perikanan tangkap di daerah-daerah padat nelayan dan daerah yang telah terindikasi mengalami tekanan penangkapan ikan secara berlebihan. 2. Rasionalisasi dan relokasi kegiatan penangkapan ikan dalam rangka mencari keseimbangan spasial pemanfaatan sumber daya perikanan. 3. Pengembangan perikanan tangkap di daerah yang masih rendah tingkat pemanfaatan sumber dayanya, termasuk ZEEI. 4. Promosi, inisiasi, dan pengembangan pemanfaatan sumber daya perikanan di perairan internasional high sea, utamanya di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. 12 5. Pengembangan pemanfaatan sumber daya perikanan budidaya, dengan penekanan pada jenis-jenis yang memiliki nilai atau harga internasional yang tinggi. 6. Pengembangan budidaya perikanan jenis atau spesies untuk kebutuhan domestik, lokal, dan dalam negeri. 7. Pengembangan industri pengolahan perikanan yang diarahkan pada penciptaan nilai tambah dan penciptaan produk yang dapat bersaing di pasar global. 8. Pengembangan pemasaran ikan dan produk perikanan untuk memenuhi konsumsi ikan dalam negeri serta sebagai sumber devisa negara. Pemanfaatan peluang pengembangan tersebut didukung dengan jumlah tenaga kerja di bidang perikanan yang sampai tahun 2004 mencapai kurang lebih 6,0 juta orang. Dari sisi keterkaitan antar sektor, keberhasilan pembangunan sektor perikanan masih tergantung pada kebijakan yang dikeluarkan sektor lain. Saat ini dukungan sektor terkait belum sepenuhnya menunjukkan keberpihakan, seperti dukungan permodalan, jaminan keamanan dan kepastian hukum, penataan ruang, pengendalian pencemaran, pembangunan infrastruktur, serta urusan kepelabuhanan RPPK 2005. Kebijakan pembangunan perikanan tangkap menurut DJPT 2004 adalah: 1 menjadikan perikanan tangkap sebagai salah satu andalan perekonomian dengan membangkitkan industri dalam negeri mulai dari penangkapan sampai ke pengolahan dan pemasaran, 2 rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi armada perikanan tangkap secara bertahap dalam rangka menghidupkan industri dalam negeri dan keberpihakan pada perusahaan dalam negeri dan nelayan lokal, dan 3 penerapan pengelolaan perikanan fisheries management secara bertahap berorientasi kepada kelestarian lingkungan dan terwujudnya keadilan. Menurut Monintja dan Yusfiandayani 2001, perikanan tangkap perlu dikelola dengan baik karena: 1 Perikanan tangkap berbasis pada sumber daya hayati yang dapat diperbaharui renewable, namun dapat mengalami deplesi atau kepunahan. SDI memiliki kelimpahan yang terbatas sesuai carrying capacity habitatnya. 2 SDI dikenal sebagai sumber daya milik bersama common property yang rawan terhadap upaya penangkapan lebih overfishing. 3 Pemanfaatan SDI dapat merupakan sumber konflik di daerah penangkapan ikan maupun dalam pemasaran hasil tangkapan. 13 4 Usaha penangkapan haruslah menguntungkan dan mampu memberi kehidupan yang layak bagi para nelayan dan pengusahaannya. Jumlah nelayan yang melebihi kapasitas akan menimbulkan kemiskinan para nelayan. 5 Kemampuan modal, teknologi dan akses informasi yang berbeda antar nelayan menimbulkan kesenjangan dan konflik. 6 Usaha penangkapan ikan dapat menimbulkan konflik dengan subsektor lainnya, khususnya dalam zona atau tata ruang pesisir dan laut. Berbagai masalah dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan di bidang perikanan tangkap antara lain: 1 usaha perikanan tangkap masih didominasi oleh usaha perikanan tangkap skala kecil, 2 tidak ada kepastian dalam hal produktivitas dan ketersediaan bahan baku, 3 maraknya IUU fishing baik oleh nelayan asing maupun nelayan domestik, sehingga beberapa jenis alat tangkap produktivitasnya menurun, 4 rendahnya kepastian hukum, 5 kurangnya insentif investasi, 6 keamanan kegiatan penangkapan di berbagai wilayah kurang kondusif, 7 banyaknya pungutan terhadap pelaku usaha, baik yang resmi ataupun yang tidak resmi unpredictable, 8 bidang perikanan tangkap dipandang tidak bankable, 9 rendahnya kualitas SDM, 10 sarana dan prasarana daerah tertentu belum memadai, dan 11 tumpang tindihnya peraturan pusat dan daerah, terutama terkait dengan pungutan, retribusi, dan pajak pengusahaan perikanan DJPT 2005. Perikanan tangkap masih berpeluang untuk dikembangkan, namun disatu sisi masih terdapat beberapa permasalahan pembangunan perikanan tangkap, antara lain Barani 2004: 1 Sebagian besar nelayan masih merupakan nelayan tradisional dengan karakteristik sosial budaya yang belum kondusif untuk suatu kemajuan. 2 Struktur armada perikanan yang masih didominasi oleh skala kecil atau tradisional dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK yang rendah. 3 Masih timpangnya tingkat pemanfaatan stok ikan antara satu kawasan dengan kawasan perairan laut lainnya. 4 Masih banyaknya praktek illegal, unregulated, and unreported IUU fishing, yang terjadi karena penegakan hukum law enforcement di laut masih lemah. 5 Belum memadainya dukungan sarana dan prasarana perikanan tangkap. 14 6 Terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem laut, seperti kerusakan hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun seagrass beds, yang merupakan tempat habitat ikan dan organisme laut lainnya berpijah spawning ground, mencari makan feeding ground, atau membesarkan diri nursery ground. 7 Masih rendahnya kemampuan penanganan dan pengolahan hasil perikanan, terutama oleh usaha tradisional sesuai dengan selera konsumen dan standardisasi mutu produk secara internasional seperti hazard analysis critical control point atau HACCP, persyaratan sanitasi, dan lainnya. 8 Lemahnya market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen pasar, dan selera preference para konsumen tentang jenis dan mutu komoditas perikanan. 9 Belum memadainya prasarana ekonomi dan sarana sistem transportasi dan komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian delivery produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu, terutama di luar Jawa dan Bali. Ada pula kendala yang sangat mempengaruhi tingkat pendapatan dari para nelayan menurut Barani 2004 antara lain: 1 Terjadinya degradasi dan kerusakan sumber daya perikanan dan lingkungan diakibatkan oleh kegiatan perikanan destructive fishing maupun kegiatan non perikanan penambangan karang, pencemaran, penebangan mangrove, dan sebagainya. 2 Semakin meningkatnya kasus pelanggaran jalur penangkapan ikan oleh kapal ikan berukuran besar yang secara langsung merugikan nelayan kecil. 3 Timbulnya konflik nelayan antar daerah dalam pemanfaatan fishing ground, terutama akibat dari pemahaman otonomi daerah yang berlebihan. 4 Terbatasnya prasarana pendukung sehingga menghambat kelancaran usaha nelayan. 5 Belum berkembangnya pola kemitraan usaha yang saling menguntungkan. 6 Produktivitas dan efisiensi usaha relatif masih rendah, terutama akibat dari skala usaha yang masih kecil maupun posisi marginal nelayan dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil. Beberapa strategi perencanaan pengelolaan perikanan tangkap menurut Monintja dan Yusfiandayani 2001, antara lain: 15 1 Pengikutsertaan nelayan dalam proses perencanaan merupakan suatu hal yang mutlak untuk mendapatkan dukungan yang kuat terhadap perencanaan pengembangan perikanan tangkap. Hal ini akan mempermudah proses law enforcement setiap kebijakan pengelolaan. 2 Implementasi monitoring, controlling dan surveillance MCS, guna pembentukan sistem informasi yang efektif dan akurat, untuk perencanaan pengelolaan SDI, serta untuk menjamin usaha penangkapan ikan yang berkelanjutan. 3 Code of conduct for responsible fisheries FAO 1995 dalam artikel 10 tentang “Integrasi Perikanan ke dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir” terutama pada artikel 10.1 : a Negara harus menjamin pemberlakuan suatu kebijakan, hukum dan kerangka kelembagaan yang tepat, guna mencapai pemanfaatan sumber daya secara terpadu dan lestari, dengan memperhatikan kerawanan dari ekosistem pantai dan sifat sumber daya alam SDA yang terbatas dan kebutuhan dari masyarakat pesisir. b Mengingat penggunaan ganda dari wilayah pesisir, negara harus menjamin bahwa wakil dari sektor perikanan dan masyarakat penangkap ikan harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan serta kegiatan lainnya yang terkait dalam perencanaan pengelolaan dan pembangunan wilayah pantai. c Negara harus membentuk sebagaimana layaknya, kelembagaan dan kerangka hukum untuk menentukan kemungkinan pemanfaatan sumber daya pesisir dan untuk mengatur akses terhadapnya, dengan memperhatikan hak-hak masyarakat nelayan pesisir dan praktek-praktek kebiasaan untuk keselarasan terhadap pembangunan berkelanjutan. d Negara harus memfasilitasi pemberlakuan praktek-praktek perikanan yang dapat menghindarkan konflik antar pengguna sumber daya perikanan dan antara mereka dengan pengguna wilayah pesisir lainnya. e Negara harus mengusahakan penetapan prosedur dan mekanisme pada tingkat administrasi yang sesuai, guna menyelesaikan konflik di dalam sektor perikanan dan antara pengguna sumber daya perikanan dengan para pengguna wilayah pesisir lainnya. 16

2.3 Pengembangan Perikanan Tangkap