Kondisi Perikanan Tangkap Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Jawa Tengah

5 PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Perikanan Tangkap

Perikanan telah sejak lama dipahami sebagai salah satu sumber daya yang begitu besar yang dimiliki oleh Indonesia. Pada abad VII, misalnya, perdagangan laut, termasuk perikanan, telah menjadi ciri dari beberapa wilayah seperti di Selat Malaka dan Laut Jawa. Perkembangan ekonomi dan formasi negara bahkan sangat terkait dengan aktivitas ini. Pada era kemerdekaan, kesadaran akan pentingnya mengelola SDI semakin mengemuka. Hal ini antara lain dituangkan dalam wacana politik ekonomi perikanan dan kelautan menyangkut: 1 perjuangan Konsepsi Archipelago sesuai Deklarasi Juanda 13 Desember 1957, 2 Undang-undang Pokok Agraria UUPA No. 5 tahun 1960, dan 3 perikanan sebagai salah satu arus utama mainstream pembangunan nasional. Pada tahun 1961, bersama minyak bumi dan hasil hutan, perikanan dicanangkan sebagai salah satu penggerak ekonomi nasional seperti tertuang dalam Perencanaan Pembangunan Delapan Tahunan yang disusun oleh Dewan Perancang Nasional sekarang Bappenas DJPT 2006. Salah satu sumber daya perikanan dan kelautan yang masih kurang mendapatkan perhatian adalah sumber daya pulau-pulau kecil. Dari 17.508 pulau yang ada di Indonesia, potensi pulau kecil diperkirakan mencapai 10.000 pulau Kusumastanto 2003. Jika dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan, maka pulau-pulau kecil dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru dan dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah dan antar kelompok sosial. Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan pulau kecil yang berjumlah 27 pulau. Karimunjawa memiliki sumber daya yang melimpah dengan didukung oleh kondisi ekosistem perairan yang terdiri atas terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang tersebar hampir di seluruh perairan di Karimunjawa, yang merupakan habitat yang sangat baik untuk perkembangbiakan ikan. Penggunaan dan penguasaan teknologi penangkapan ikan yang semakin modern dan ketersediaan tenaga kerja yang melimpah sebagai nelayan memungkinkan Karimunjawa untuk dikembangkan sebagai pusat perikanan di Jawa Tengah. Kondisi perikanan tangkap di Karimunjawa dari segi produksi ikan selama tahun 1996-2005 mengalami fuktuasi, tetapi sejak tahun 2001 terus mengalami peningkatan Gambar 3, hal ini didukung dengan perkembangan jumlah nelayan 66 yang sampai dengan tahun 2005 terus mengalami peningkatan hingga mencapai 2.923 orang Tabel 8 dan peningkatan jumlah kapal penangkap ikan Tabel 7, di mana banyak nelayan yang sudah meninggalkan perahu layar dan beralih menggunakan kapal motor dan motor tempel untuk melakukan penangkapan ikan sehingga dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh. Masyarakat Karimunjawa dalam melakukan penangkapan ikan masih menggunakan alat tangkap yang sederhana dan merupakan alat tangkap yang digunakan secara turun temurun, seperti pancing tonda, bagan apung, bubu, muroami, payang pukat, rawai dasar, jaring kapal jaring insang, dan alat tangkap lain Tabel 6, dengan kapal motor yang berukuran 15 GT dengan waktu melaut hanya satu hari sehingga hasil tangkapannya relatif hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan nelayan, alat tangkap yang ada bukanlah alat tangkap yang semuanya dipergunakan di Karimunjawa, tetapi alat tangkap tersebut mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Karimunjawa. Jenis alat tangkap yang berkembang di Karimunjawa pada dasarnya ada tiga buah, yaitu pancing tonda, bubu, dan bagan apung atau yang lebih dikenal dengan sebutan branjang. Jenis alat tangkap yang banyak terdapat di Karimunjawa adalah bubu Tabel 6, hal ini karena kondisi perairan Karimunjawa yang memiliki dasar perairan berkarang, sehingga banyak nelayan yang menggunakan bubu untuk menangkap ikan-ikan karang, seperti ikan kerapu, napoleon, dan ekor kuning. Pancing tonda biasa digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis, seperti tongkol yang merupakan ikan sasaran utama dari pancing tonda. Sedangkan bagan apung atau branjang biasa dipergunakan untuk menangkap ikan teri. Nelayan-nelayan di Karimunjawa biasanya memiliki berbagai jenis alat tangkap, hal ini dilakukan agar para nelayan dapat tetap melakukan kegiatan penangkapan ikan sepanjang tahun, sehingga meskipun terjadi pergantian musim yang berarti pergantian musim ikan pula, nelayan dapat tetap melakukan penangkapan ikan, dalam hal ini misalnya nelayan pancing tonda yang juga memiliki alat tangkap pancing lain, seperti pancing cumi-cumi dan pancing ulur. Penangkapan ikan karang dan ikan demersal juga banyak dilakukan dengan menggunakan kompresor hookah, sianida, potas, dan dinamit sehingga merusak ekosistem terumbu karang yang ada. Alat tangkap muroami juga mulai ada di Karimunjawa. Muroami yang ada di Karimunjawa merupakan alat tangkap 67 yang di bawa oleh nelayan pendatang dari Pulau seribu dengan ukuran kapal 70 PK dan biasanya mereka berkelompok antara 10-14 orang, dengan ikan sasaran yaitu ekor kuning. Kegiatan alat tangkap muroami sering mengancam degradasi sumber daya perikanan yang ada di kawasan TNKJ dan sering menimbulkan konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan muroami, sehingga perlu adanya pengaturan dan pengawasan dari instansi atau pihak terkait mengenai masalah ini, atau dengan pemberian sanksi yang jelas dan berat terhadap penggunaan muroami serta pengenalan aturan-aturan lokal local wisdom terhadap nelayan-nelayan pendatang. Daerah operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap muroami adalah daerah Karang Kapal, perairan sebelah timur Karimunjawa, Pulau Kemujan, Krakal Besar, Krakal Kecil, Nyamuk, Parang, Menyawakan, Bengkoang, Cemara, Cilik, Geleang, Burung, dan seruni. Di daerah-daerah tersebut perlu dilakukan pengawasan dengan ketat agar tidak dipergunakan sebagai daerah penangkapan bagi para nelayan muroami. Kondisi perikanan tangkap Karimunjawa yang masih menjanjikan untuk dikelola, kekayaan potensi sumber daya, dan keanekaragaman sosial budaya yang dimiliki oleh Karimunjawa memungkinkan untuk dilakukannya pola pembangunan yang sesuai dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan tetap memegang teguh aspek kelestarian dan konservasi alam. Pemikiran pembangunan yang relevan untuk mengembangkan pulau kecil adalah membangun pulau kecil dengan berbasiskan pada kekuatan sumber daya lokal yang dimiliki, sehingga dapat mengembangkan perekonomian masyarakat lokal. Menurut Kusumastanto 2003, pengembangan pulau-pulau kecil dengan karakteristiknya memiliki beberapa kendala pembangunan, yaitu: 1 Ukuran yang kecil dan terisolasi keterasingan menyebabkan penyediaan prasarana dan sarana menjadi sangat mahal. SDM yang andal dan mau bekerja di lokasi tersebut sedikit. Luas pulau kecil itu bukan suatu kelemahan jika barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi oleh penghuninya tersedia di pulau yang dimaksud. Akan tetapi, begitu jumlah penduduk meningkat secara drastis, diperlukan barang dan jasa dari pasar yang jauh dari pulau itu, berarti biaya mahal. 2 Kesukaran dan ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan dalam hal administrasi, usaha produksi, dan transportasi. Hal ini turut menghambat pembangunan hampir semua pulau kecil di dunia. 68 3 Ketersediaan SDA dan jasa-jasa lingkungan, seperti air tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir dan satwa liar, yang pada gilirannya menentukan daya dukung sistem pulau kecil dan menopang kehidupan manusia penghuni serta segenap kegiatan pembangunan. 4 Produktivitas SDA dan jasa-jasa lingkungan seperti pengendalian erosi yang terdapat di setiap unit ruang lokasi di dalam pulau dan yang terdapat di sekitar pulau seperti ekosistem terumbu karang dan perairan pesisir saling terkait satu sama lain secara erat. 5 Budaya lokal kepulauan kadang kala bertentangan dengan kegiatan pembangunan. Contohnya bidang pariwisata yang akhir-akhir ini dianggap sebagai dewa penolong panacea bagi pembangunan pulau-pulau kecil. Di beberapa pulau kecil budaya yang dibawa oleh wisatawan asing dianggap tidak sesuai dengan adat atau agama setempat. Berdasarkan kondisi perikanan Karimunjawa yang telah dikemukakan diatas dan beberapa permasalahan pembangunan pulau-pulau kecil, bukan berarti pulau-pulau kecil ditinggalkan dan tidak dikembangkan, tetapi pola pemanfaatan, pengelolaan dan pembangunannya harus mengikuti prinsip-prinsip ekologis dan konservasi sebagai mana prinsip yang dianut oleh sebuah taman nasional. Kegiatan pengembangan pulau-pulau kecil harus dilakukan dengan perencanaan yang baik dan terarah agar hasil dari pengembangan dan pembangunannya dapat optimal dan berkelanjutan serta dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang ada di daerah tersebut, khususnya masyarakat nelayan sebagai pelaku utama perikanan tangkap dan mayoritas penduduk di Karimunjawa.

5.2 Pemanfaatan Zonasi TNKJ