Pemanfaatan Zonasi TNKJ Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Jawa Tengah

68 3 Ketersediaan SDA dan jasa-jasa lingkungan, seperti air tawar, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir dan satwa liar, yang pada gilirannya menentukan daya dukung sistem pulau kecil dan menopang kehidupan manusia penghuni serta segenap kegiatan pembangunan. 4 Produktivitas SDA dan jasa-jasa lingkungan seperti pengendalian erosi yang terdapat di setiap unit ruang lokasi di dalam pulau dan yang terdapat di sekitar pulau seperti ekosistem terumbu karang dan perairan pesisir saling terkait satu sama lain secara erat. 5 Budaya lokal kepulauan kadang kala bertentangan dengan kegiatan pembangunan. Contohnya bidang pariwisata yang akhir-akhir ini dianggap sebagai dewa penolong panacea bagi pembangunan pulau-pulau kecil. Di beberapa pulau kecil budaya yang dibawa oleh wisatawan asing dianggap tidak sesuai dengan adat atau agama setempat. Berdasarkan kondisi perikanan Karimunjawa yang telah dikemukakan diatas dan beberapa permasalahan pembangunan pulau-pulau kecil, bukan berarti pulau-pulau kecil ditinggalkan dan tidak dikembangkan, tetapi pola pemanfaatan, pengelolaan dan pembangunannya harus mengikuti prinsip-prinsip ekologis dan konservasi sebagai mana prinsip yang dianut oleh sebuah taman nasional. Kegiatan pengembangan pulau-pulau kecil harus dilakukan dengan perencanaan yang baik dan terarah agar hasil dari pengembangan dan pembangunannya dapat optimal dan berkelanjutan serta dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang ada di daerah tersebut, khususnya masyarakat nelayan sebagai pelaku utama perikanan tangkap dan mayoritas penduduk di Karimunjawa.

5.2 Pemanfaatan Zonasi TNKJ

Wilayah Kepulauan Karimunjawa sebagian besar berupa gugusan pulau kecil yang dikelilingi oleh terumbu karang dan padang lamun, sebagian masih alami sehingga mempunyai kekayaan SDI yang tinggi di samping menyimpan keindahan alam bawah laut yang menawan. Hal ini memungkinkan bagi Karimunjawa untuk dipergunakan sebagai kawasan pemukiman dengan kehidupan masyarakat yang bertumpu pada kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan sebagai penopang utama kehidupan masyarakat. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian pendahuluan bahwa wilayah perairan Kepulauan Karimunjawa telah ditetapkan menjadi taman nasional 69 melalui SK Menteri Kehutanan No.78Kpts-II1999, yang berdasarkan SK Dirjen PHKA No. 79IVset-32005 dibagi menjadi tujuh zona, yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan pariwisata, zona pemukiman, zona rehabilitasi, zona budidaya, dan zona pemanfaatan perikanan tradisional Tabel 9. TNKJ telah mengalami dua kali revisi dalam penerapan sistem zonasi. Pada tahun 1998, TNKJ untuk pertama kalinya setelah ditetapkan sebagai taman nasional, dibagi menjadi 4 zona, yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan, dan zona penyangga. Pada tahun 2001 untuk pertama kalinya dilakukan revisi terhadap sistem zonasi yang dianut oleh TNKJ menjadi delapan zona, yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan wisata, zona pemanfaatan tradisional, zona pemanfaatan pelagis, zona khusus penelitian dan pendidikan, zona pemukiman tradisional, dan zona penyangga. Perubahan dari empat zona menjadi delapan zona dilakukan karena kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk tetap dipertahankan menjadi empat zona karena tidak mendukung untuk kegiatan yang ada dan sudah tidak sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya. Revisi tahun 2001 menambah beberapa zona, di mana untuk zona pemanfaatan dijabarkan lebih rinci sesuai dengan peruntukkan pemanfaatan yang dimaksud. Masing-masing zona pemanfaatan yang dijabarkan menjadi lebih rinci tersebut diantaranya adalah zona pemanfaatan wisata, pemanfaatan tradisional, dan pemanfaatan pelagis. Di samping itu pula, dilakukan penambahan zona yaitu zona khusus penelitian dan pendidikan serta zona pemukiman tradisional. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan ruang tersendiri terhadap kegiatan-kegiatan penelitian dan pendidikan, serta kegiatan penduduk dalam zona pemukiman tradisional. Sementara zona inti, zona rimba, dan zona penyangga tetap ada di dalam sistem zonasi tahun 2001. Revisi kedua terhadap sistem zonasi dilakukan pada tahun 2005, di mana di dalam sistem zonasi TNKJ dilakukan pengurangan jumlah zona yang ada menjadi tujuh zona, yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan pariwisata, zona rehabilitasi, zona budidaya, zona pemukiman, dan zona pemanfaatan perikanan tradisional. Di mana zona yang dihilangkan adalah zona penyangga. Dalam sistem zonasi tahun 2005 ini luasan masing-masing zona diatur berdasarkan kebutuhan untuk kegiatan di dalam zona dan peruntukkan zona. Perubahan jumlah zona dimaksudkan untuk pengefektifan fungsi masing- masing zona sehingga mempermudah dalam pengelolaannya. Wilayah yang dulu tidak termasuk ke dalam suatu zona kemudian dimasukkan menjadi kawasan 70 suatu zona diputuskan dan ditetapkan berdasarkan kondisi perkembangan ekosistem, jenis spesies yang dilindungi, dan kemudahan dalam pengelolaannya. Sistem zonasi untuk kawasan taman nasional digunakan untuk membagi kawasan taman nasional menjadi beberapa zona guna menentukan kebijakan pengelolaan secara tepat dan efektif di masing-masing zona untuk mencapai tujuan pengelolaan taman nasional sesuai dengan fungsi dan peruntukannya, sehingga zonasi merupakan prasyarat mutlak keberadaan suatu taman nasional. Sistem zonasi suatu taman nasional merupakan bentuk penjabaran perencanaan pengelolaan, penataan dan pemanfatan zonasi untuk kepentingan konservasi dan pemanfaatan sosial ekonomi masyarakatnya. Penataan zonasi merupakan kondisi awal yang harus dipenuhi sebelum meningkat kepada proses pengembangan kawasan, pemanfaatan dan sistem pengelolaan yang efektif. Salah satu kebutuhan taman nasional yang cukup mendasar adalah penataan zonasi yang didasarkan kepada aspek yang menyeluruh, sehingga dalam pelaksanaannya mampu menjalankan fungsi kawasan pelestarian alam dan didukung secara penuh oleh seluruh pihak terkait termasuk masyarakat Karimunjawa sebagai pihak yang secara langsung berada di kawasan Karimunjawa. Sistem zonasi yang berlaku di TNKJ yang membagi TNKJ menjadi tujuh zona Tabel 9 dan Gambar 4 lebih sesuai dan serasi dengan prinsip konservasi dan kebutuhan pemanfaatan, di mana keduanya saling terpadu dan saling mendukung satu sama lain. Pembagian, penataan, dan pemanfaatan setiap zona dimaksudkan untuk pengelolaan TNKJ agar sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya. Hal ini selaras dengan pendapat dari Sya’rani dan Suryanto 2006, yang menyatakan bahwa penataan sistem zonasi di Karimunjawa diharapkan tidak lagi didasarkan pada zona inti, penyangga dan pemanfaatan, tetapi penataan zonasi perlu dilakukan dengan pendekatan sistem pemanfaatan zona yang ada, yaitu menggunakan pendekatan kondisi kesesuaian wilayah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang ada di Karimunjawa, sehingga dapat memberikan manfaat, bahwa pemanfaatan masing-masing wilayah dapat disesuaikan dengan daya dukung wilayahnya dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar wilayah karena dengan adanya penataan akan dapat memberikan kejelasan wilayah yang dapat dimanfaatkan atau dapat dimanfaatkan secara terbatas. 71 Zona inti yang memiliki luas 444,63 ha 0,40 merupakan zona yang mutlak tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk kegiatan umum, kecuali kegiatan pemantauan, penelitian, dan pemulihan lingkungan Tabel 9. Luasan zona inti memadai untuk dilakukannya kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat penelitian dan konservasi, dengan tetap mempertahankan dan menjaga keaslian ekosistem yang ada. Zona perlindungan memiliki luas 2.587,71 ha 2,32, hal ini sesuai dengan fungsi dari zona perlindungan, yaitu sebagai pelindung atau pengaman bagi zona inti. Zona perlindungan memiliki fungsi lain yang juga sangat vital, yaitu melindungi spesies atau satwa liar, sehingga membutuhkan ruang yang cukup untuk melakukan fungsi perlindungan tersebut. Luasan zona perlindungan juga harus mampu melindungi zona inti dan spesies langka sekaligus, sebagai satu kesatuan fungsi. Untuk itu luasan zona perlindungan yang lebih luas dari pada zona inti diharapkan dapat melindungi dan menjaga serta menyokong keaslian ekosistem yang ada di dalam zona inti. Zona pemanfaatan pariwisata seluas 1.226,53 ha 1,10 dimaksudkan untuk kegiatan pariwisata yang bersifat konservatif. Luasan untuk kegiatan pariwisata sejauh ini sudah mencukupi, terutama karena kegiatan pariwisata yang dilakukan di Karimunjawa lebih banyak dilakukan di perairan-perairan pariwisata bahari yang sering kali juga banyak dilakukan di zona pemanfaatan perikanan tradisional wisata air, penyelaman, pemancingan, snorkeling. Zona pemukiman memiliki luas 2.571,55 ha 2,30. Penetapan luas zona pemukiman didasarkan pada wilayah yang didiami oleh penduduk Karimunjawa yang terpusat pada Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, dan Pulau Nyamuk, di mana pulau-pulau tersebut masuk ke dalam wilayah tiga desa yang ada di Karimunjawa, yaitu Desa Karimunjawa, Desa Kemujan, dan Desa Parang, serta berdasarkan perkembangan jumlah penduduk yang hingga tahun 2005 mencapai 9.054 jiwa. Sehingga luasan untuk zona pemukiman masih mencukupi untuk lokasi pemukiman penduduk dan sesuai dengan fungsinya. Zona rehabilitasi seluas 122,51 ha 0,11. Pada dasarnya zona rehabilitasi berfungsi hampir sama dengan zona inti, yaitu untuk pemulihan lingkungan, terutama pemulihan terhadap ekosistem yang mengalami kerusakan. Zona rehabilitasi banyak memiliki wilayah perairan, terutama perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang, hal ini karena ekosistem terumbu karang sangat rentan terhadap kerusakan terutama akibat aktivitas atau kegiatan 72 manusia. Dengan adanya wilayah seluas 122,51 ha sebagai zona rehabilitasi diharapkan kegiatan pemulihan lingkungan dapat berjalan dengan lancar serta keberlanjutan sumber daya dan lingkungan dapat terus terjaga dan terpelihara dengan baik. Zona budidaya memiliki luas 788,21 ha 0,71, luasan ini masih cukup untuk kegiatan perikanan budidaya yang ada di Karimunjawa, hal ini dikarenakan sampai sekarang kegiatan perikanan budidaya laut belum begitu berkembang di Karimunjawa. Zona budidaya berada di perairan di sekitar pulau-pulau yang terlindung dari terumbu karang serta gelombang dan arus yang besar sehingga sangat cocok untuk aktivitas budidaya laut. Penentuan lokasi dan luas zona budidaya juga telah sesuai dengan peruntukkan wilayah perairan yang sesuai untuk kegiatan budidaya laut Tabel 9 dan Tabel 10. Dari ketujuh zona pada sistem zonasi yang sekarang diterapkan di TNKJ, zona yang terbuka untuk usaha penangkapan ikan adalah zona pemanfaatan perikanan tradisional. Zona pemanfaatan perikanan tradisional memiliki luas 103.883,86 ha 93,07, merupakan zona yang memiliki wilayah paling luas. Zona ini diperuntukkan untuk kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan perikanan dengan alat tangkap tradisional dan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dan konservasi. Zona pemanfaatan perikanan tradisional meliputi seluruh perairan di luar zona yang berada di dalam kawasan TNKJ Tabel 9. Luasan ini sesuai dengan fungsi zona dan kondisi masyarakat Karimunjawa yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, yang berarti secara langsung sangat tergantung pada laut sebagai mata pencaharian utamanya. Luas zona ini juga mendukung terhadap perkembangan jumlah nelayan yang hingga tahun 2005 mencapai 2.923 jiwa. Wilayah zona pemanfaatan perikanan tradisional berada di luar zona- zona lain tetapi masih berada di dalam wilayah atau kawasan taman nasional. Hal ini berarti perairan zona pemanfaatan perikanan tradisional tidak berada pada wilayah terumbu karang dan padang lamun yang dilindungi, sehingga mendukung untuk kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan pelagis. Ini memungkinkan bagi Karimunjawa untuk ke depannya lebih memprioritaskan pada kegiatan perikanan pelagis yang memiliki dampak minimal terhadap terumbu karang, padang lamun dan keragaman SDI, dengan alat tangkap tradisional dan telah dipergunakan secara turun temurun di Karimunjawa yaitu pancing tonda. Dengan adanya zona ini diharapkan para nelayan lebih 73 memanfaatkan perairan yang ada dengan tetap menganut konsep konservasi dan keberlanjutan SDI. Keterpaduan pengelolaan antara kegiatan pemanfaatan SDI dengan kegiatan konservasi berarti bahwa kegiatan pemanfaatan sumber daya yang ada harus menyesuaikan dengan kegiatan dan pengelolaan konservasi, karena aspek sumber daya bertumpu pada keberhasilan dari usaha konservasi. Pengelolaan konservasi juga harus mengakomodasikan dan mengedepankan kepentingan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan dan pemberdayaan masyarakat nelayan sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi dan keberlanjutan sumber daya perikanan. Sistem zonasi yang diterapkan di TNKJ diharapkan dapat menyelaraskan kondisi Karimunjawa sebagai taman nasional dengan kepentingan penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Tumpang tindih antara perundangan dengan perijinan perikanan merupakan masalah penting, sehingga perlu koordinasi antar sektor dalam hal penataan ruang zonasi yang diterapkan di Karimunjawa seperti Pemerintah Daerah Pemda Kecamatan Karimunjawa, Pemda Kabupaten Jepara, Pemda Propinsi Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan, Bapeda, dan BTNKJ untuk memastikan kondisi dan zona dari TNKJ yang dapat dipergunakan untuk usaha penangkapan ikan dan yang tidak konservasi, hal ini berkaitan dengan kondisi masyarakat lokal yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan. Penetapan hak pemanfaatan dan penangkapan ikan eksklusif juga perlu diberlakukan di perairan TNKJ pada zona pemanfaatan perikanan tradisional sehingga kegiatan perikanan tangkap oleh masyarakat nelayan setempat dapat terus dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian SDI dan keberadaan Karimunjawa sebagai sebuah taman nasional. TNKJ sebagai kawasan pelestarian alam memiliki fungsi yang kompleks yaitu sebagai daerah perlindungan dan pengamanan bagi sistem penyangga kehidupan masyarakat Karimunjawa, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan. TNKJ harus melindungi fauna, flora, dan ekosistem yang ada serta menunjang pembangunan berkelanjutan dan tetap menjunjung tinggi prinsip konservasi. Koordinasi diperlukan dengan instansi-instansi pemerintah setempat, serta dengan masyarakat lokal, lembaga-lembaga penelitian, dan lembaga swadaya masyarakat LSM. Sasaran khusus dari TNKJ adalah daerah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, mempunyai keunikan ekologis, memiliki nilai 74 jual wisata, lokasi migrasi biota dan pemijahan, memiliki biota komersial penting, dan daerah perlindungan hidrologis. Perlindungan diantaranya dilakukan dengan pengukuhan hukum atas sistem batas kawasan darat dan laut, penerapan suatu sistem zonasi di lapangan, penerapan suatu pengawasan efektif oleh staf BTNKJ yang termotivasi untuk menegakkan aturan dengan dibentuknya seksi pengawas tiap desa, adanya aturan yang jelas yang menjamin perlindungan SDA, perlindungan dan menjaga fungsi tempat pemijahan ikan, serta perlindungan flora dan fauna di kawasan habitat alamnya. Secara teknis akan sulit untuk melaksanakan sistem zonasi di Karimunjawa, hal ini karena titik-titik koordinat dan garis-garis batas memang dapat digambarkan pada peta, namun pada pelaksanaannya di laut tidak mungkin jelas, sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berakhir dengan konflik, oleh karena itu diperlukan sosialisasi oleh pihak atau instansi yang berwenang mengenai batasan zonasi yang berlaku terutama terhadap para nelayan yang secara langsung melakukan kegiatan penangkapan di laut dan merupakan pelaku utama kegiatan perikanan tangkap di Karimunjawa. Sosialisasi sistem zonasi kepada masyarakat sangat diperlukan agar masyarakat mengerti dan mematuhi aturan-aturan yang diberlakukan di tiap-tiap zona sehingga kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat tidak merusak atau mengganggu kondisi zona tersebut. Hal ini khususnya sosialisasi kepada masyarakat nelayan sebagai pelaku utama kegiatan perikanan tangkap mengenai batas-batas zona yang dilindungi dengan zona yang diperbolehkan dilakukannya kegiatan penangkapan ikan, misalnya pada zona-zona dengan ekosistem terumbu karang sekarang banyak yang masuk ke dalam wilayah zona inti, zona perlindungan, dan zona rehabilitasi yang melarang segala aktivitas pemanfaatan, sehingga nelayan mengerti dan melaksanakan aturan zonasi serta tidak melakukan aktivitas penangkapan ikan di daerah-daerah tersebut. Potensi ekosistem yang khas yang dimiliki Karimunjawa harus dikelola dengan baik agar tercipta keselarasan antara kepentingan pemanfaatan secara aktif dan kepentingan konservasi. Pola zonasi atau pemintakatan merupakan salah satu alternatif yang baik untuk kepentingan ini, di mana di dalam sistem zonasi terdapat wilayah inti yang harus dijaga kelestariannya dan menghilangkan segala campur tangan manusia pada wilayah tersebut, wilayah perlindungan yang digunakan sebagai wilayah yang dilindungi secara ketat, wilayah 75 pemanfaatan yang merupakan wilayah yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan secara aktif oleh penduduk dengan tetap menjaga kelestariannya. Karena itu dalam pengelolaan dan pemanfaatannya harus dengan perencanaan yang tepat dan ketat dengan tetap memegang konsep pemberdayaan masyarakat setempat, serta sesuai dengan fungsi dan daya dukung kawasan. Pengelolaan Kepulauan Karimunjawa sebagai taman nasional harus bertujuan untuk pelestarian SDA hayati dan ekosistemnya dengan prinsip keberlanjutan dan konservasi agar berfungsi sebagai kawasan perlindungan terhadap kehidupan masyarakat, pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistem yang dimiliki, serta pengelolaan dan pemanfaatan secara lestari SDA hayati dan ekosistem secara optimal untuk kepentingan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, perikanan, dan pariwisata. Permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan TNKJ antara lain kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat yang masih rendah sehingga seringkali kurang mendukung dan memahami terhadap kawasan konservasi, belum sinergisnya kegiatan-kegiatan pemanfaatan yang ada di TNKJ dengan kegiatan konservasi, masyarakat belum mengerti pola pengelolaan yang dilakukan, pengawasan yang dilakukan belum efektif, dan belum adanya peraturan khusus dalam bidang perikanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sya’rani dan Suryanto 2006 yang menyatakan bahwa hambatan dalam pengembangan kepulauan Karimunjawa diantaranya adalah zonasi yang ada belum efektif, karena kesenjangan kepentingan konservasi dan kepentingan pemanfaatan untuk kegiatan ekonomi masyarakat, dan kemampuan pengendalian eksplorasi dan eksploitasi SDA terbatas . Untuk menangani berbagai permasalahan tersebut diperlukan koordinasi, komunikasi, dan kerjasama semua pihak yang terlibat stakeholders sehingga ada kesepahaman dalam visi dan misi dalam menterjemahkan permasalahan yang ada, sehingga akan lebih mudah dalam menentukan arah dan tujuan pengelolaan TNKJ ke depan. Dengan adanya persamaan visi dan misi serta pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang ada diharapkan tidak terjadi tarik menarik kepentingan dan tumpang tindih kegiatan, melainkan keterpaduan kegiatan untuk mewujudkan fungsi kawasan konservasi dan sosial ekonomi yang seimbang dan serasi. Masyarakat lokal yang mendiami Karimunjawa adalah bagian yang tak terpisahkan dari subjek pembangunan, pemanfaatan dan pengelolaan TNKJ 76 sehingga diperlukan keterlibatan secara langsung dalam kegiatan pembangunan di TNKJ, yaitu sejak dilakukannya perencanaan hingga evaluasi, sehingga masyarakat dapat lebih menyadari tentang permasalahan yang dihadapi, selain itu akan menumbuhkan rasa memiliki. Karena itu dalam kegiatan pengelolaan dan pembangunan Kepulauan Karimunjawa yang mempunyai karakteristik dan potensi yang spesifik, diperlukan proses perencanaan yang cermat, mendalam dan berkelanjutan, sehingga visi yang perlu dibangun bersama adalah memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dengan melestarikan fungsi ekosistem sesuai fungsi dan peruntukkannya sehingga dapat terjadi hubungan yang seimbang, serasi, dan selaras antara kegiatan manusia dan lingkungannya yang dapat mendukung bagi pembangunan berkelanjutan di wilayah Kepulauan Karimunjawa. Sistem zonasi di Kepulauan Karimunjawa pada akhirnya diharapkan dapat menyelaraskan antara kepentingan kegiatan pemanfaatan sosial ekonomi dengan kepentingan konservasi, meningkatkan efektifitas pengelolaan TNKJ, dan menjadi acuan dalam pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan- kebijakan untuk mengembangkan Karimunjawa. Pengembangan perikanan tangkap Karimunjawa ke depan pada dasarnya merupakan suatu pembangunan perikanan tangkap yang berorientasi agribisnis. Sasaran akhir dari pengembangan perikanan tangkap Karimunjawa secara keseluruhan adalah meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan bagi masyarakat nelayan. Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan langkah- langkah pengembangan perikanan tangkap yang mengutamakan keterpaduan baik dalam lingkup lintas sektoral maupun antar kegiatan antar zona. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan dapat terwujud pengembangan perikanan tangkap Karimunjawa yang mantap dan efisien dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan perikanan tangkap semacam ini tidak lain adalah usaha pengentasan kemiskinan dan pengembangan wilayah pesisir dengan pemanfaatan berbagai sumber daya yang tersedia, melalui peningkatan produktivitas perikanan serta nilai tambah, dengan orientasi agribisnis. Sifat keterpaduan dalam pengembangan perikanan tangkap tersebut menghendaki koordinasi yang mantap, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan dan pemantauan serta pengendaliannya. Untuk itu, dibutuhkan visi, misi, strategi, kebijakan dan perencanaan program yang mantap dan dinamis. Melalui koordinasi dan sinkronisasi dengan berbagai pihak baik 77 lintas sektor maupun subsektor, tentu dengan memperhatikan sasaran, tahapan dan keserasian antara rencana kegiatan antar zona, sehingga pada akhirnya diharapkan diperoleh keserasian dan keterpaduan perencanaan dari bawah bottom up yang bersifat mendasar dengan perencanaan dari atas top down yang bersifat policy, sebagai suatu kombinasi dan sinkronisasi yang lebih mantap. Kegiatan pemantauan, penelitian dengan ijin dan pemulihan lingkungan pada dasarnya difokuskan pada zona inti Tabel 12, namun kegiatan ini dapat pula dilakukan di zona-zona yang lain yang ada di kawasan TNKJ. Keterkaitan kegiatan antar zona yang ada di TNKJ Tabel 12 menunjukkan bahwa antara zona yang satu dengan zona yang lain memiliki hubungan dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Zona inti merupakan zona yang harus terus dijaga sifat keaslian habitat dan ekosistemnya dan zona-zona yang lain harus mendukung upaya kelestarian zona inti. Zona perlindungan berfungsi dan diperuntukkan untuk melindungi dan mendukung zona inti, walaupun terbuka untuk kegiatan pariwisata, namun wisata yang dapat dilakukan di zona perlindungan pada umumnya terbatas, sejauh kegiatan yang dilakukan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem yang ada di dalam zona. Misalnya saja terbatas pada kegiatan snorkeling atau penyelaman untuk tujuan penelitian. Zona perlindungan dan zona pemanfaatan pariwisata memiliki keterkaitan dalam hal kegiatan pariwisata, namun kegiatan pariwisata di dalam zona pemanfaatan pariwisata dapat dilakukan dengan ijin tertentu dan terdapat fasilitas-fasilitas yang menunjang perkembangan pariwisata, sedangkan di dalam zona perlindungan diperbolehkan adanya wisata namun sifatnya terbatas. Zona pemanfaatan pariwisata selain memiiki keterkaitan dengan zona perlindungan, juga memiliki hubungan dengan zona budidaya, zona pemukiman, dan zona pemanfaatan perikanan tradisional. Pada zona budidaya dan zona pemukiman, kegiatan pariwisata yang dilakukan sifatnya terbatas. Pada zona pemanfaatan perikanan tradisional sangat terbuka untuk dilakukannya kegiatan wisata, terutama kegiatan pariwisata bahari, yang merupakan daya tarik utama dari suatu kawasan kepulauan dengan kondisi perikanan tradisional dan kondisi perairan yang berupa terumbu karang dan padang lamun yang memiliki banyak keindahan ekosistem bawah laut dan keragaman spesies ikan karang, yang tentu saja memiliki daya tarik tinggi bagi wisatawan. 78 Kegiatan penangkapan ikan dapat pula dilakukan di dalam wilayah zona budidaya, yang berarti antara zona budidaya dan zona pemanfaatan perikanan tradisional memiliki keterkaitan kegiatan, walaupun kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan di zona budidaya sifatnya terbatas dengan alat tangkap dan tempat-tempat yang terbatas pula. Kegiatan penelitian dan pelatihan yang merupakan kegiatan pada zona rehabilitasi pada dasarnya dapat dilakukan di zona-zona yang lain. Zona-zona yang lain juga mendukung untuk dilakukannya kegiatan pelatihan dan penelitian serta tindakan rehabilitasi seperti yang ditetapkan pada zona rehabilitasi. Zona inti dan zona perlindungan merupakan zona yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan zona rehabilitasi. Ketiga zona tersebut pada dasarnya memiliki hubungan yang tidak terpisahkan. Zona perlindungan memiliki fungsi melindungi dan menyokong zona inti. Zona rehabilitasi berfungsi untuk mengembalikan dan memulihkan potensi dan kondisi ekosistem yang telah mengalami kerusakan agar dapat kembali kepada fungsi semula, terutama ekosistem terumbu karang yang telah banyak mengalami kerusakan, hal ini karena terumbu karang sangat rentan terhadap kerusakan terutama terhadap aktivitas manusia. Sehingga zona rehabilitasi sangat mendukung kegiatan yang dilakukan pada zona inti, dalam hal ini upaya menjaga keaslian dan kelestarian SDA dan lingkungan. Zona inti, zona perlindungan, dan zona rehabilitasi merupakan zona yang dilindungi dan terbatas untuk kegiatan atau aktivitas manusia. Hal ini karena ketiga zona tersebut berfungsi untuk memberikan perlindungan mutlak atas potensi utama ekosistem laut, habitat biota perairan laut, dan satwa liar yang terancam punah. Di samping itu, ekosistem yang menyusun ketiga zona tersebut adalah ekosistem terumbu karang yang sangat rentan terhadap kerusakan, terutama kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan diketiga zona ini hanya kegiatan yang bersifat pemantauan, penelitian dan pemulihan lingkungan. Walaupun di zona-zona yang lain juga diperbolehkan adanya kegiatan tersebut, namun pada zona inti, perlindungan dan rehabilitasi ketiga kegiatan tersebut merupakan kegiatan utama atau dominan, dan kegiatan lain dilarang. Pengelolaan kawasan yang meliputi tiga zona ini diawasi oleh pihak BTNKJ selaku penanggung jawab pengelolaan TNKJ. Zona pemanfaatan pariwisata, zona pemukiman, zona budidaya, dan zona pemanfaatan perikanan tradisional dikelola dengan menyertakan masyarakat sekitar zona yang merupakan penduduk Karimunjawa. Kegiatan pemanfaatan 79 baik yang bersifat ekonomi maupun sosial diperbolehkan sejauh tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada zona pemanfaatan pariwisata diperbolehkan untuk melakukan kegiatan yang bersifat rekreasional yang wajar dengan tetap memelihara lingkungan dan aspek konservasi, dalam hal ini kegiatan pariwisata yang dilakukan tidak merusak ekosistem yang ada. Zona budidaya difokuskan untuk kegiatan perikanan yang lebih bersifat marikultur. Pada zona budidaya diperbolehkan dilakukan aktivitas rekreasi namun sifatnya terbatas, dan kegiatan penangkapan dengan alat tangkap dan kondisi tertentu. Zona pemanfaatan perikanan tradisional terbuka untuk kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan setempat dengan alat tangkap tradisional dan dipergunakan secara turun temurun di Karimunjawa. Kegiatan perikanan tangkap dilakukan di zona pemanfaatan perikanan tradisional yang memiliki luas 103.883,86 ha 93 di seluruh perairan yang berada di luar zona yang masih berada dalam kawasan TNKJ. Dengan adanya zonasi ini memberikan dampak negatif dan positif terhadap perkembangan perikanan tangkap yang ada. Dampak negatif adalah semakin berkurang atau menyempitnya areal penangkapan ikan karang karena sebagian besar daerah penangkapannya yang berupa terumbu karang dan padang lamun masuk ke dalam zona inti, perlindungan dan rehabilitasi, hal ini karena ekosistem terumbu karang telah banyak mengalami kerusakan dan spesies ikan karang tertentu seperti kerapu dan napoleon semakin menurun produksinya. Penangkapan biota-biota karang lainnya juga berkurang, misalnya lobster, teripang dan kima, sehingga berdampak pula pada penurunan pendapatan nelayan. Dampak positif diantaranya stok ikan terjaga kelestariannya karena ada kegiatan penangkapan di zona pemanfaatan perikanan tradisional dan ada kegiatan pelestarian stok di zona inti, perlindungan, dan rehabilitasi. Kondisi terumbu karang dan padang lamun yang berada pada zona inti, perlindungan, dan rehabilitasi yang menjadi daerah pemijahan ikan spawning ground dan daerah asuhan ikan nursery ground semakin terlindungi sehingga proses peremajaan dan pelestarian stok dapat berlangsung secara berkelanjutan. Penataan wilayah yang berekosistem terumbu karang ke dalam zona inti, perlindungan, dan rehabilitasi juga dimaksudkan untuk kegiatan penutupan daerah penangkapan dalam jangka panjang, hal ini terkait dengan usaha-usaha konservasi jenis ikan-ikan karang yang semakin menurun produksinya dan dalam usaha menghindari status kepunahan. Hal ini pada akhirnya diprioritaskan untuk 80 meningkatkan keragaman dan kelimpahan jenis ikan di zona inti, perlindungan, dan rehabilitasi. Oleh karena itu usaha penangkapan ikan di Karimunjawa lebih diarahkan pada pemanfaatan sumber daya pelagis, di mana dampak terhadap ekosistem terumbu karang dan padang lamun yang ada di ketiga zona tersebut dapat tetap terjaga sesuai dengan peruntukkan ekosistemnya dan sekaligus dapat menunjang perkembangan sektor pariwisata bahari. Pengembangan Kepulauan Karimunjawa dilakukan dengan pengendalian kawasan lindung untuk menjamin kelestarian fungsinya, dan pemanfaatan zona yang sesuai dengan daya dukung dan peruntukkannya dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistemnya. Pada kawasan TNKJ diijinkan kegiatan pariwisata dan perikanan yang tidak mengganggu fungsi konservasi atau fungsi lindung dan kelestarian alam. Pengembangan perikanan tangkap di Karimunjawa perlu dilakukan dengan tetap memperhatikan keserasian antara kegiatan pemanfaatan perikanan dengan kegiatan konservasi, melalui penerapan sistem zonasi yang sesuai dengan karakteristik dan kegiatan yang dilakukan, keterkaitan kegiatan antar zona harus dapat mendukung bagi perkembangan kegiatan pemanfaatan baik pemanfaatan kegiatan perikanan maupun kegiatan pariwisata dengan tetap menjunjung tinggi aspek konservasi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan ekosistem lingkungan seperti terumbu karang, padang lamun dan mangrove, mengurangi gejala overfishing, serta mencegah konflik-konflik antar nelayan atau antar pemangku kepentingan stakeholder. Pengembangan kegiatan perikanan tangkap di Karimunjawa harus lebih difokuskan pada pengembangan ikan kerapu, tongkol, dan cumi-cumi sebagai komoditas unggulan, serta alat tangkap bubu dan pancing tonda sebagai alat tangkap ideal yang ramah lingkungan sehingga tidak mengakibatkan degradasi lingkungan. Seiring dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi otonomi daerah, maka pengembangan perikanan tangkap di Karimunjawa dalam kaitannya dengan sistem zonasi maka perlu memperhatikan hak-hak kepemilikan laut marine property rights dalam pengelolaan perikanan tradisional, dan kearifan- kearifan lokal masyarakat tradisional traditional wisdoms yang masih hidup, serta pranata sosial tradisional lainnya yang mendukung perikanan tangkap berkelanjutan dan mendukung pariwisata bahari. TNKJ berfungsi untuk melindungi fauna, flora, dan ekosistem yang ada serta menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Koordinasi diperlukan 81 dengan instansi-instansi pemerintah setempat, serta dengan masyarakat lokal, lembaga-lembaga penelitian, dan lembaga swadaya masyarakat LSM. Sasaran khusus dari TNKJ adalah daerah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, mempunyai keunikan ekologis, memiliki nilai jual wisata, lokasi migrasi biota dan pemijahan, memiliki biota komersial penting, dan daerah perlindungan hidrologis. Pengelolaan wilayah Kepulauan Karimunjawa merupakan upaya untuk pemanfaatan potensi sumber daya secara berkelanjutan, baik SDA maupun SDM yang ada di Karimunjawa. Potensi utama pemberdayaan wilayah Kepulauan Karimunjawa dapat dilakukan melalui pengembangan kegiatan perikanan tangkap dan kegiatan pariwisata. Perencanaan program kegiatan di dalam kawasan taman nasional dapat dilakukan melalui pendekatan zonasi. Perencanaan secara terpadu dalam pembangunan wilayah meliputi aspek keruangan, sarana dan prasarana pendukung, kelembagaan, dan SDM. Untuk mengefektifkan pelaksanaan penataan sistem zonasi yang ada di Karimunjawa maka perlu dirumuskan aspek legalitas atau perangkat peraturan melalui pemerintah daerah, dengan melibatkan stakeholder terkait. Dengan dilaksanakannya hal ini diharapkan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh Karimunjawa akan lebih tertata sesuai dengan kondisi pengembangan Karimunjawa saat ini berkaitan dengan daya dukung lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kawasan Karimunjawa. Secara prinsip dasar penataan wilayah kepulauan melalui pengembangan tata ruang sebagaimana disebutkan oleh Sya’rani dan Suryanto 2006 adalah didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: 1 aspek konservasi SDA, yang meliputi perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan, 2 aspek potensi SDA, meliputi potensi SDA laut perairan dan daratan kepulauan yang dapat dimanfaatkan sebagai potensi pengembangan kepariwisataan maupun sebagai potensi kajian ilmu pengetahuan, 3 aspek SDM, meliputi penduduk sebagai masyarakat yang telah berdiam menghuni Karimunjawa yang sekaligus sebagai penyangga dan pendukung keberadaan TNKJ, dan tenaga manusia yang akan mengelola, membina, dan mengembangkan kawasan TNKJ serta pengunjung atau wisatawan yang akan mengunjungi TNKJ, 4 aspek aksesibilitas, meliputi kemudahan dan keterjangkauan ke TNKJ dari pusat wilayah terdekat Kabupaten Jepara atau Kota Semarang atau kemudahan pencapaian antar pulau yang merupakan pusat-pusat ruang kegiatan, dan 5 aspek keseragaman kegiatan, yang meliputi kegiatan-kegiatan sejenis dan saling menunjang antar kegiatan 82 TNKJ termasuk kegiatan kepariwisataan maupun antara kegiatan TNKJ dengan kegiatan wilayah Kecamatan Karimunjawa.

5.3 Pengembangan Perikanan Tangkap Karimunjawa